logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 11 Pindahan

Rey membantu memindahkan barang yang sudah dibeli oleh Sheril ke dalam kamar Sheril. Ia juga membantu Sheril untuk bersih-bersih serta menata penyimpanan barang.
"Kayaknya ini kita simpan di sini dulu, kita bersihkan area dapur," ucap Rey. Ia mengangkat barang belanjaan Sheril dan menyimpannya di dekat lemari plastik.
Rey berjalan menuju dapur, ia mulai memakai vacum cleaner untuk membersihkan debu. Setelah selesai, Sheril mengambil alih dengan mengepel lantai dan mengelap meja.
Sambil menunggu lantai di dapur kering, Sheril dan Rey pindah ke ruang depan untuk membuka barang belanjaan seperti piring, sendok, gelas, ember dan lain-lain yang semuanya perabot dapur.
"Kamu tidak beli gorden?" tanya Rey.
"Untuk apa gorden? Kan, sudah ada," jawab Sheril sambil menunjuk ke arah kaca dekat pintu.
Rey menghela napas panjang. "Kamu akan tidur tanpa sekat begini? Bagaimana kalau kain penutup kaca lupa kamu tutup?"
"Iya juga, ya. Kenapa baru tanya sekarang?" Sheril tampak kesal.
Rey tertawa kecil. "Aku punya satu, akan kuambilkan. Kalau lantai dapur sudah kering, simpan aja peralatan di wastafel, piring, sendok sama gelas harus dicuci dulu," ucap Rey. Ia berdiri lalu berjalan keluar dari kamar Sheril.
"Kak Rey, kok keluar dari kamar itu. Ada penghuni baru, ya?" tanya seorang gadis yang masih mengenakan seragam.
Rey mengangguk untuk menjawab. "Dia teman kerjaku," jawab Rey. Lalu, ia berjalan menuju tangga, turun untuk ke lantai satu.
Setibanya di lantai satu, Rey membuka kunci pintu kamarnya. Saat masuk ke kamarnya, seorang pria menghampiri Rey.
"Rey, kunci mobilku, mana?" tanya pria itu.
"Oh, iya. Ini," ucap Rey sambil menyerahkan kunci mobil milik temannya. Ia juga merogoh dompet dan mengeluarkan uang.
"Makasih, Rid. Lain kali aku pinjam lagi," ucap Rey sambil menyodorkan uang.
"Simpan. Kita kan teman," ucap pria itu.
Setelah kepergian Ride, Rey menyibak tirai yang ia gunakan untuk menutupi area tempat tidurnya. Ia mengambil kain gorden yang disimpan di laci paling bawah.
"Baru jam sebelas siang, tapi Mery, sudah pulang?" Rey mengerutkan kening, sedetik kemudian ia menggelengkan kepala. Sebelum kembali ke kamar Sheril, Rey menuju dapur. Ia membuka lemari pendingin dan mengambil beberapa bahan masakan lalu memasukannya ke dalam kantong plastik hitam.
Setibanya di lantai dua, Rey masuk ke kamar Sheril. Dilihatnya Sheril sedang mencuci piring.
Rey meletakan bahan masakan itu di atas nakas. Ia naik ke ranjang untuk memasang paku yang sudah ditempeli benang korden pada langit-langit kamar. Korden itu menutupi area depan dan samping, membuat ruangan baru yang menutupi ranjang serta lemari pakaian. Persis seperti kamar berukuran kecil.
"Sisanya kamu beresin, ya!" ucap Rey menghampiri Sheril di dapur.
"Udah beres?" tanya Sheril. Ia berjalan ke arah bagian depan. Sheril menatap kain korden yang sudah dipasangkan oleh Rey.
"Makasih, Rey!" seru Sheril dari depan. Ia mulai merapikan dus bekas. Melipatnya menjadi tipis, lalu menyimpannya di depan kamarnya.
"Oh, Kah Sheril ternyata!" seru seorang remaja perempuan. Kamarnya tepat di depan kamar Sheril. Remaja itu manis, jika tersenyum ada lesung pipit. Rambutnya tergerai panjang sepinggang dan bergelombang. Matanya hijau cerah, tinggi badannya tak jauh dari Sheril hanya beda sepuluh senti, yakni 157 senti.
"Mery, di sini?"
"Iya, aku ngekos di sini karena dekat ke sekolah,"
"Um, pantesan nggak pernah kelihatan lagi pas udah sekolah Menengah Atas."
"Semoga betah, ya, Kak Sheril. Kalau mau pulang ke rumah, kita bisa bareng," ucap Mery dengan riang. Gadis itu melambaikan tangan, ia berjalan ke arah tangga menuju lantai satu.
Sheril melongo melihat Mery, ia pikir, Mery banyak berubah setelah ngekos. Biasanya ia bertemu Mery di depan rumahnya dengan memakai pakaian yang sopan, kali ini Mery benar-benar berbeda. Namun, Mery yang sekarang ia temui lebih terlihat ceria.
Sheril memasuki kamar kosnya lagi. Ia membersihkan debu di lantai. Setelah selesai, ia berjalan menuju kamar mandi.
"Rey, kamu kan capek. Biar aku yang lanjutin," ucap Sheril setelah selesai membuang debu.
"Kamu perlu makan siang, kan?" tanya Rey dari dapur. Ia sedang memasak makanan untuk Sheril. Semua bahan makanan, Rey yang membawanya dari kamar kosnya.
"Makan siang bisa beli dulu," jawab Sheril. Ia berjalan lagi ke arah kamar mandi untuk mengambil kain pel dan ember, lalu ia kembali ke ruang depan untuk mengepel lantai.
"Rey, kamu belum tidur, loh!" seru Sheril dari ruang depan.
Rey di dapur acuh tak acuh mendengar ucapan Sheril. Ia malah mencincang daging ayam sampai sebesar dadu.
Setelah selesai mengepel lantai, Sheril menghampiri Rey yang sedang menumis bumbu.
Sheril menghirup aroma dari bumbu yang sedang ditumis. "Wangi," gumam Sheril. Tak lama kemudian, perut Sheril berbunyi. Hal itu membuat wajahnya memerah menahan malu.
"Sudah kupastikan, kamu lapar," ucap Rey setelah mendengar bunyi perut Sheril.
"Sejak kapan pintar masak?" tanya Sheril berusaha mengalihkan topik. Ia berjalan menuju kamar mandi dan membuang air kotor serta mencuci kain pel.
"Sejak kecil, orang tuaku yang mengajarkanku untuk bisa masak," ucap Rey. Ia sedang membuat orek-orek telur dicampur daging ayam yang sudah dicincang.
"Aku kalah yah, sama cowok," ucap Sheril diakhiri tawa kecil.
"Nasinya sudah matang," ucap Rey sambil membuka rice cooker dan mematikan aliran listriknya.
Sheril terdiam, menatap Rey yang lincah memasak. Ada kesan tersendiri saat Sheril memperhatikan Rey. Entahlah, Rey memang tipe idamannya. Namun Sheril tahu, kalau Yuri menyukai Rey dari dulu. Dari pertama mereka bertemu saat bekerja di sevenmart.
Sheril menghela napas panjang. Ia teringat pertanyaan Vero tempo hari.
'Apa kamu memiliki orang yang disukai?'
'Hm. Ada~ banyak!'
Sheril tersenyum, meski matanya memperhatikan Rey, tapi pikirannya sedang berjalan jauh. Ya, salah satu pria yang disukai Sheril adalah Rey. Meski tampangnya bad boy, bagi Sheril Rey adalah Soft boy yang nyata.
"Ngelamun!" seru Rey.
"Ish, nggak juga."
"Ayo makan!" ajak Rey sambil berjalan ke arah depan.
Pintu kamar kos memang sengaja terbuka sedikit. Sheril berlari kecil mendahului Rey, ia membuka gulungan karpet kecil dan menggelarnya di lantai.
Semua makanan sudah di angkut ke depan, di atas karpet keduanya sudah duduk saling berhadapan.
"Lain kali aku yang akan masakin makanan untukmu, makasih Rey!" seru Sheril.
"Aku akan menagih ucapanmu itu," jawab Rey. Ia mulai mengalas nasi untuknya. Lalu mengambil beberapa sendok lauknya.
"Enak banget~ hwa, kangen masakan Mama," pekik Sheril.
Selesai makan, Sheril merapikan piring kotor dan menyimpan nasi yang tersisa ke dalam rak dinding.
"Ini buat makan malammu, nanti." Rey menutup lemari dinding. Ia berjalan keluar dari dapur.
Sher yang sudah selesai mencuci piring itu mengekori Rey. "Makasih, ya," ucap Sheril mebuat Rey bosan mendengarnya.
Sesampainya di pintu keluar, Rey menutup pintu dan memutar badannya sehingga menghadap ke arah Sheril. Keduanya berdiri dalam jarak dekat. Sheril terlihat kaget, lalu ia menatap Rey penuh tanya.
Rey memandang Sheril cukup lama, yang dipandang semakin salah tingkah dan sesekali membuang muka.
"Rey, cepat pulang dan istirahat."
Rey masih diam dan menatap Sheril. "Kamu tahu, kenapa aku begini?" tanya Rey tiba-tiba.
Sheril menoleh dan menatap Rey penuh tanya.
"Kamu belum pernah pacaran, kan?" tanya Rey. Sheril mengangguk, lalu menautkan kedua alisnya.
"Ada hal yang tidak boleh kamu lihat. Kalau dengar pun, cobalah tutup telingamu," ucap Rey diakhiri senyum indahnya.
Sheril masih melongo, ia sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan Rey. Hal itu membuat Rey kembali tersenyum.
"Esok atau lusa kamu akan mengerti. Ah, aku harus istirahat!" seru Rey sambil menggeliat. Ia membuka pintu dan keluar.
Setelah kepergian Rey, Sheril menutup pintu. Ia berdiri bersandar pada pintu, debaran halus itu kini berubah menjadi debaran yang menggebu. Wajah Sheril memerah, tubuhnya merosot ke bawah. Sambil duduk, Sheril menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"No, Sheril. Jangan baper!" gumamnya. "Tapi dia ganteng banget kalau dari dekat," gumamnya lagi.
Drrrtt.
Ponsel di saku roknya bergetar, Sheril segera merogoh saku roknya untuk mengambil ponselnya. Satu pesan masuk dari Vero di aplikasi Minsta.
[Aku baru tahu kalau kamu nggak masuk hari ini. 'Emoticon sedih']
Sheril tertawa kecil saat membaca pesan dari Vero.
[Haha]
[Kau menertawakanku? Seandainya aku diizinkan bolos, awas, ya!]
[Semangat kerjanya, besok aku juga akan kerja. Ini belum beres.]
Setelah mengirim pesan kepada Vero. Sheril menyadari kalau bajunya belum diambil.
"Ah, harus pulang dulu!" gumam Sheril. Dengan malas, ia mengambil tas selempang yang ia bawa tadi. Mengeluarkan isinya, lalu mengambil kunci.
"Pulang apa nggak, ya?" gumam masih dilema.
Ia berjalan ke dapur, mengambil air minum, lalu kembali ke depan, menyibak gorden dan duduk di atas ranjang.
"Spreinya belum dipasang. Pasang ini dulu, ah," gumamnya.
"Bodo amat nggak dicuci dulu, sudah bersih, kan? Iya, sudah bersih!" serunya sambil membuka kantong plastik pembungkus kain sprei.
Setelah selesai membungkus kasur dengan kain sprei, membungkus bantal dengan kain baru. Sheril berjalan ke arah pintu. Ia terdiam beberapa detik, lalu menghela napas panjang. Barulah ia membuka pintu. Namun, Sheril terkejut saat melihat Tedi berada di depan kamarnya.

Bình Luận Sách (824)

  • avatar
    Carlos Santaro

    best plot story ever

    09/05/2022

      0
  • avatar
    zunzun

    penasaran bangetttt sama ceritanya.. tiap hari selalu cek apa udah update belum.. secepatnya mungkin ya.. soalnya bikin penasaran banget sama ceritanya sheril.. 😍😍🥰🥰

    28/12/2021

      1
  • avatar
    MimiAzli

    sorg pmpn yg jomblo..disukai tiga pria.

    27/07/2023

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất