logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

bab 9

KETIKA SI MISKIN YANG DIHINA MENJADI JUTAWAN
BAB 9
"Riri orangnya udah datang belum? " tanya Citra.
"Udah, nih seragamnya, ayo kita pulang. "
"Lho itu kan adik iparmu? " ucap Citra yang melihat Bagas.
"Iya, dia petugas pembagi seragam, sekarang aku udah dapat, ayo pulan," ucapku sembari menggamit lengan sahabatku itu.
"Ri, " panggil Citra padaku, saat kami tengah berjalan menuju rumah.
"Hmm. "
"Tadi itu bukannya adik iparmu ya? Siapa namanya? "
"Bagas? Suaminya Lintang. "
"Nah iya itu, makanya aku kayak gak asing gitu sama wajahnya, ngomong-ngomong ngapain dia disitu? "
"Dia juga bekerja disana, sebagai staff HRD, dan kebetulan dia yang membagikan seragam buat karyawan baru. "
"Ooo gitu, lumayan ganteng ya, " seloroh Citra tiba-tiba.
"Bagas? Ganteng? Diliat dari mana? Yang ada bejat iya, " ucapku dengan nada kesal.
"Maksudnya? "
"Jadi tadi tuh, " lalu aku menceritakan soal Bagas merayuku dan memintaku untuk menjadi simpanannya. "
"What! Yang benar Ri? "
"Apa aku pernah berbohong padamu? "
"Ya gak pernah sih, tapi ish gila ya tuh orang, nekat bener, nyesel udah bilang ganteng, menurutku seganteng apapun laki-laki, tapi kalau hobi main perempuan jadi hilang deh ketampanannya ketutup sama kelakuan minusnya. "
"Nah, itu dia, makanya aku kesel kamu tadi muji dia."
"Hehehe maaf tadi kan aku gak tau. "
"Yaudah kita sudah hampir sampai, kamu ke rumahku dulu ya, ambil sembako di rumahku, kan kemarin aku janji mau kongsi sama kamu. "
"Kamu serius Ri? "
"Iya dong, kita kan... "
"Aaaa jangan bawa itu, itu punyaku, hu hu hu," aku mendengar suara teriakan Zahra dari dalam rumah. Aku dan Citra saling pandang.
"Zahra...," aku bergegas menuju rumah sembari setengah berlari, dan ternyata di dalam rumahku sudah ada Mas Tio dan juga anaknya Dea, umur Dea dan Zahra sama, hanya beda beberapa bulan saja. Aku masih terdiam sembari mengamati mereka, sementara itu Tio dan Dea juga Zahra posisinya tengah membelakangiku makanya mereka gak tau kalau aku datang, sedangkan Tante Tiar, Ibunya Citra entah ada dimana.
Kulihat Zahra menangis sembari menarik sesuatu dari tangan Dea, dan Mas Tio yang menatap tajam Zahra dengan muka memerah, saat Citra ingin menghentikan Mas Tio dan Dea, aku mencegahnya, aku ingin melihat apa yang akan mereka lakukan pada anakku.
"Lepaskan, itu berbie aku, Ibu aku yang kasih. "
"Gak mau, sekarang ini punya aku, iya kan Pa? " tanya Dea pada Mas Tio.
"Iya dong, Ibu kamu itu adik nya Pakde, jadi apapun yang kalian punya, Pakde dan Dea juga berhak memilikinya, " ucap Mas Tio dengan entengnya.
Enak sekali dia berbicara begitu, apa dia tidak ingat saat aku membutuhkan bantuan dia yang katanta abangku itu, jangan kan bantuan yang kuterima, justru makian dan hinaan lah yang kudapat.
"Pokoknya gak mau, lepasin, ini punya ku, Ibuku yang kasih, lepasin!" ucap Zahra dengan suara memekik.
"Kasih sama Dea dasar anak sialan! Nih terima ini!" hardik Mas Tio sembari mencubit lengan Zahra.
"Hua hua hua, Ibuuuu mainan aku di ambil Bu, pakde Tio jahat Bu, hua hua hua, " tangisan Zahra semakin kuat. Cukup sudah aku tak tahan lagi, Mas Tio sungguh keterlaluan, seenaknya dia menyakiti anakku, lihat saja akan ku balas dia.
Aku melihat ke sisi kanan dan kiri, saat itu aku melihat sapu lidi yang teronggok di sudut rumah bagian depan, bergegas aku mengambilnya, dengan langkah panjang dan nafas yang memburu, aku menghampiri Mas Tio dan mengayunkan sapu lidi itu ke tubuhnya.
"Jangan kau sakiti anakku dasar bajin*an! Aku yang memberinya makan tak pernah menyakitinya, sekarang kau seenaknya berbuat kasar sama Zahra! " hardikku pada Mas Tio, seketika itu juga bola mata Mas Tio hampir keluar lantaran melihatku yang tiba-tiba datang dan mengamuk padanya.
"Kau! Berani memukulku! "
"Aku tak pernah takut padamu! Selama ini aku diam kau caci kau hina lantaran aku masih ada rasa hormat karena kau itu abangku, tapi tidak saat kau menyakiti anakku, ada hak apa kau melakukan kekerasan padanya, bahkan aku yang melahirkan dan memberikan makan padanya saja tak pernah menyakitinya! " ucapku dengan tatapan nyalang.
"Alah Ri, Dea cuma mau pinjam mainan anakmy saja, gak perlu sewot begitu kali. "
"Apa begitu caranya orang yang meminjam? apa kau tidak pernah belajar bagaimana etikanya orang yang ingin meminjam sesuatu? Lalu apa dibenarkan jika yang punya barang tidak meminjamkannya lantas harus dipukul atau di cubit? Oh, kalau begitu saat aku dulu mau pinjam uangmu dan tidak kau kasih mending aku pukul saja kau dengan kayu yang besar itu biar kau mau meminjamkannya, begitu kan maksudmu?"
"Ya bukan begitu juga Ri, tapi Dea itu kan masih anak-anak. "
"Apa lantas kau pikir Zahra itu sudah dewasa, jadi tau mana yang harus dilakukan dan tidak dilakukan? Zahra dan Dea sama-sama anak-anak, seharusnya kau sebagai orangtua lebih bijak, ajari anakmu sopan santun. "
"Lalu apa kau sudah sopan padaku Ri! Aku ini tamu, harusnya kau jamu, tapi malah kau pukuli pakai kayu. "
"Iya tamu, lebih tepatnya tamu yang tak diharapkan, lagian Mas Tio mau apa sih kesini? Bukannya Mas Tio pernah ngomong kalau tak sudi menginjakkan kaki di rumahku karena najis takut ketularan miskin? "
"Aku mau ambil sebagian sembako di rumahmu, aku dengar kau di kasih sembako sangat banyak, dan aku pikir kau tidak terlalu membutuhkan sembako sebanyak itu, jadi aku merasa sebagai abangmu aku juga berhak atas sembako-sembako yang kau dapatkan, " ucap Mas Tio tanpa beban, sedangkan aku dan Citra tak bisa menutup mulut kami yang menganga karena tidak habis pikir dan cukup terkejut dengan apa yang Mas Tio katakan.
"Dapat ilmu darimana wahai abangky yang terhormat, bukankah kau bilang tidak ada yang gratis di dunia ini, dan jika kita saudara maka itu hanya sebuah julukan, tapi tidak dengan uang dan barang, dalam hal uang dan barang tidak ada yang namanya saudara, begitu kan yang kau katakan padaku dulu saat aku meminta bantuanmu? Lalu kenapa sekarang kau jilat ludahmu sendiri? "
"Sudahlah Ri lupakan yang telah lalu, aku ini abangmu, aku juga berhak atas apa yang kau punya. "
"Enak saja, gak ada, sana pergi, atau mau aku pukul lagi, kalau mau sembako punyaku bawa sini dulu uangmu, dan kau Dea! " ucapku sembari menunjuk pada Dea, " lain kali jangan pernah asal rebut mainan dan apapun punya Zahra, kalau mau sana minta Papa ku suruh belikan apa yang kau minta, kau pikir semua yang kau inginkan harus dituruti gitu, bawa sini bonekanya, ini punya Zahra, bukan punyamu! " ucapku sembari merebut boneka barbie dari tangan Dea, seketika itu juga Dea langsung histeris dan menangis kencang.
"Papa! Aku mau itu Pa! Ambilin bonekanya aku mau ituuuu! " pekik Dea, saat aku memberikan boneka itu pada Zahra.
"Riri! Keterlaluan kamu! Kembalikan! "
"Kau siapa! Ini semua aku dan Zahra yang punya, sana beli sendiri bukankah kau orang kaya, enak aja main rebut, gak ada yang gratis di dunia ini, kalau mau ya bayar! " aku menatap nyalang Mas Tio, hingga akhirnya Mas Tio pasrah dan pergi dari rumahku.
"Ingat ya Ri! Aku tak terima atas penghinaanmu ini, lihat saja akan kubuat perhitungan untukmu! " ancam Mas Tio padaku sebelum akhirnya ia benar-benar pergi dari rumahku.
Aku terduduk di kursi, merasa lemas badanku karena seharian ini energiku benar-benar terkuras habis.
"Huh, tadi di pabrik si Bagas, sekarang Mas Tio, kenapa sih mereka suka sekali mengganggu hidupku, " ucapku lirih.
"Yang sabar Ri, biasanya setiap manusia yang mau naik derajat hidupnya, sebelumnya akan diberi cobaan bertubi-tubi sama Allah, kamu yang sabar, aku yakin kamu bisa menghadapi mereka semua. "
"Lagian Ibu kamu kemana sih Cit, kok Zahra dibiarkan sendiri? "
"Mungkin Ibu lagi masak Ri, kan kamu tadi minta Ibu masak sekalian, soalnya kamu gak sempat masak kan. "
"Iya ya, aku lupa, maaf ya, aku sempet kesel sama ibumu karena sudah ninggalin Zahra. "
"Gak papa Ri, aku paham kok. "
❤❤❤

Bình Luận Sách (104)

  • avatar
    Lan Lan

    nice

    10d

      0
  • avatar
    Riandi

    bagus

    08/08

      0
  • avatar
    NaimAinun

    ceritanyabagus

    06/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất