logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

9. Terlukanya Hati.

Setelah kepergian daffin dan juga rafael. Tania merasakan adanya kemarahan dalam diri daffin, hanya dengan melihat tatapannya dan cara bicara daffin yang berbeda dari sebelumnya. Walaupun tania, baru pertama kalinya melihat daffin. Tapi, dia sudah pandai membaca raut wajah kemarahan seseorang, hanya dari suara dan mata.
Tania berbicara pada dirga dan Rachel yang sama-sama berada di dalam, ketika daffin dan rafael ingin pulang, "Kalian merasakan keanehan pada raut wajah daffin, tidak?" ucapnya, tidak ingin salah duga.
Rachel menaruh ponselnya, "Enggak mah, rachel gak merasakan keanehan pada pak daffin." jawabnya, dengan cepat.
"Mamah rasa, artha melakukan kesalahan pada daffin, sampai-sampai daffin pulang, setelah di tarik keluar oleh artha." ucap  tania, berspekulasi bahwa kenzie lah penyebab kemarahan daffin.
Dirga menyela, "Sudah lah tante, tidak perlu memikirkan hal itu. Mungkin saja Pak daffin itu memang ingin pulang cepat, karena yang dia bilang tadi. Jika besok pagi dia akan ada meeting. jadi, dia harus pulang cepat dan tidur cepat, agar tidak kesiangan." ucapnya, tidak ingin berburuk sangka pada kenzie.
"Semoga saja, alasan itu benar. Tante hanya merasa tidak enak pada daffin, karena ucapan Tante yang terlalu berlebihan sama dia." sambung nya, yang merasa bersalah dengan perkataannya sebelum di tarik keluar oleh kenzie.
Tiba-tiba entah kapan kenzie masuk, dia mengejutkan orang-orang di dalam kamar tania. "Sudah lah mah, ayo mamah istirahat. Besok mamah kan mau pulang, jadi istirahat yang cukup agar dokter bisa mengizinkan mamah pulang, jika kondisi mamah sudah membaik." ucapnya, lalu membuka tirai sebelah, lalu muncul begitu saja.
"Astaga Artha, dari mana saja kamu?" tanya nya, mulai kesal dengan tingkah artha yang selalu muncul secara tiba-tiba.
Kenzie duduk di sebelah tania, "Aku dari toilet." jawabnya, singkat.
"Kamu pasti membuat ulah kan, dengan pak daffin. Hingga membuatnya pulang, setelah kamu tarik dia keluar dari sini." tuduh nya pada kenzie.
"Mana mungkin, aku membuat ulah dengan nya. Berbicara kasar saja, aku tidak berani." jawab kenzie, mengelak.
"Jujur lah nak. Pasti kamu kan, yang membuat raut wajahnya seketika berubah seperti sedang marah pada seseorang?" ucap tania, yang ingin mendapatkan kejujuran dari kenzie.
"Bukan aku mah, dia sendiri yang terlalu percaya pada perkataan mamah." jawabnya, dengan nada yang sedikit meninggi. Lalu "Sudah lah, ayo tidur. Aku akan menemani mamah sampai tertidur, dan rachel taruh ponsel mu, kamu juga harus tidur. Karena besok, kamu kan ada kelas pagi." ucapnya, mengalihkan pembicaraan.
Rachel langsung menaruh ponselnya, seketika saat mendengar nada tinggi dari kakaknya, "Iya kak." jawabnya, langsung menyiapkan tempat tidur untuk nya.
Sedangkan Dirga, dia ingin menunggu di kafe rumah sakit. Menunggu kenzie sambil meminum kopi. "Tha, aku pergi ke kafe bawah sebentar ya. Aku ngantuk, pengen minum kopi." ucapnya, menyela pembicaraan kenzie dengan ibunya.
"Kalau ngantuk ya, tidur lah ga. Masa ngantuk minum kopi." ucapnya, yang seolah-olah tidak mengizinkan dirga pergi.
"Aku kan jagain kalian, masa iya kamu masih terjaga sedangkan aku malah tertidur. Itu namanya, bukan jagain." jawabnya, malah beradu argument.
"Ya sudah, terserah kamu saja." pasrah kenzie, membiarkan dirga pergi.
Sebelum keluar dari kamar tania, "Kamu mau nitip sesuatu?" tanya dirga.
Kenzie menggelengkan kepalanya, "Enggak perlu, nanti aku ke bawah." jawabnya, to the point.
"Oh, baiklah. Kalau gitu aku pergi sekarang." ucapnya, tak lama setelah itu keluar dari kamar tania, dan menuju ke kafe bawah.
"Hmm." jawabnya sambil mengangguk.
*****
Sebelum itu, beruntungnya hujan pada saat itu sudah berhenti, dan pada saat menuju ke parkiran mobil. Daffin masih menunjukkan wajah marahnya pada rafael, itu membuat rafael penasaran dengan permasalahan daffin dengan kenzie.
Sebelum membuka mobil, "Tunggu fin, kau ada masalah apa lagi dengan kenzie?" tanya rafael.
Daffin memegang gagang pintu mobil, "Tidak ada." jawabnya, singkat.
"Kau yakin?" tanya rafael, sekali lagi. Untuk memastikan, bahwa daffin baik-baik saja.
Daffin memukul pintu mobil hingga membuat rafael terkejut, "Sudah lah, cepat bukakan saja pintunya. Aku lelah, ingin cepat istirahat di rumah." ucapnya, kali ini benar-benar terlihat kemarahannya.
Rafael benar-benar terkejut dengan pukulan mobil oleh tangan daffin, tidak biasanya daffin marah memukul barang kesayangannya. "Baiklah-baiklah." jawab rafael, lalu membuka pintu mobilnya.
Dan mereka berdua, bergegas pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, daffin benar-benar terlihat sangat marah. Sudah berulang kali, rafael menanyakan tentang kemarahannya. Tetapi, hasilnya tetap saja, daffin enggan berbicara padanya. Dan tetap melakukan kebiasaannya, ketika sedang menahan amarahnya sendiri, yaitu dengan cara menggigiti kuku jarinya.
Rafael melirik ke arah daffin yang masih menggigiti kuku jarinya, "Sudah lah fin, jangan mengigiti kuku jari mu terus. Itu membuat tangan mu menjadi terluka." ucap rafael, yang lebih menghawatirkan kuku jari daffin.
Dia melepaskan jarinya dari mulutnya"Biar saja. Aku tidak peduli." jawabnya, singkat. Membuat rafael kesal.
"Ah, kau ini. Selalu saja, sulit untuk di nasihati oleh ku. Terserah kau saja lah. Aku tidak akan menanyakan apa pun, dan membicarakan apa pun lagi pada mu." ucapnya, meluapkan emosinya, karena tingkah daffin yang ketika marah, malah akan membuat orang di sekitarnya terbawa emosi dengannya.
Dengan mudahnya, "Lebih baik begitu, mengapa kau tidak melakukan nya sedari dulu? Mengapa harus menunggu aku marah?" ucapnya, tanpa memikirkan kesalnya rafael, karena tingkah lakunya.
"Ah... Sudah lah sudah! Jangan membuat ku  lebih kesal lagi, dengan tingkah laku mu!" bentak rafael.
Dengan mudahnya lagi, "Oke, aku akan diam." jawabnya, sambil mengolok-olok rafael yang ikut kesal karenanya.
Rafael kembali fokus menyetir, dan lebih mempercepat berkendara nya. Karena dia sudah tidak tahan, jika harus berlama-lama dengan daffin yang sedang marah pada seseorang. Dia tidak ingin dirinya terkena imbas dari kemarahan daffin, dan lebih baik menjauh sejauh mungkin dari pandangan daffin, sampai daffin kembali membaik dengan sendirinya.
Cara menghilangkan kemarahan daffin hanya  dengan dua cara. Pertama, terus berada pada sisinya, dan terus mendengarkan ocehan omong kosongnya. Sampai dirinya, lebih merasakan ketenangannya kembali. Kedua, kau harus beradu argument. Sampai kau kalah berbicara dengannya, dan harus siap menerima tingkah lakunya yang semakin menyebalkan itu.
Dan rafael lebih memilih cara kedua. Karena itu, akan membuat daffin semakin merasa lebih tenang kembali, walaupun tidak membicarakan permasalahan yang ada pada diri daffin.
Sesampainya di rumah, daffin segera masuk ke dalam rumahnya. Dan ia, mengabaikan sambutan dari ayahnya.
Daffin melewati fakhrazi begitu saja, "Daffin, kau mau kemana? Ayah sedang menyambut mu." ucapnya, merasa aneh pada anaknya.
Daffin memberhentikan langkah nya, "Aku ingin tidur. Jangan menanyakan sesuatu lagi, atau aku akan melampiaskannya pada ayah." ucapnya, sambil memperlihatan setengah wajahnya. Lalu pergi menaiki tangga.
"Huh? Anak itu, ada masalah apa lagi dia?" gumam nya,
Setelah keluar dari mobil, rafael menghampiri fakhrazi dan menyapanya, sebelum ia pulang ke rumahnya."Malam om." ucapnya, dengan senyum wajahnya.
Fakhrazi terkejut, dengan kemunculan rafael yang tiba-tiba. "Malam. Om ingin menanyakan sesuatu sama kamu, apa daffin sedang dalam masalah?" tanya nya, merasakan keanehan pada daffin.
Rafael menganggukkan kepalanya, "Iya om, sepertinya dia sedang ada masalah. Tetapi, rafael juga tidak mengetahui di mana letak permasalahannya itu." jawabnya, sama-sama tidak mengerti dengan perubahan sikap daffin yang mendadak.
"Oke, om paham. Ya sudah, kalau begitu kamu boleh pulang sekarang." ucapnya, yang cukup mendengar penjelasan dari rafael.
"Baik om, kalau begitu rafael pamit pulang." jawabnya, lalu menyalami fakhrazi, dan pamit pulang ke rumah sendiri.
"Iya, silahkan." ucapnya, lalu rafael benar-benar pulang memasuki mobil kembali.
***
Selama di dalam kamar, daffin hanya duduk diam di balkon. Dan menatap langit, yang cerah setelah hujan. Dengan memegang dadanya, mungkin dia baru merasakan perkataan kenzie itu sangat menyakiti hati nya. Baru kali ini daffin merasakan hatinya sakit, dan penolakan yang cukup jelas dari kenzie.
"Jika di katakan tidak iri, buktinya aku sangat iri dengan dirga. Dengan mudahnya dia berteman dengan kenzie, sedangkan aku? Aku harus terus berjuang, agar bisa mendapatkan hatinya. Aku hanya takut, jika dia pergi yang kedua kalinya, aku benar-benar takut jika dia pergi lagi dari pandangan ku. Arghhh!!! Mengapa hal ini menimpa ku sekali lagi?! Aku sudah hampir bisa melupakannya, tetapi wanita itu benar-benar kuat dalam ingatan ku. Aku harus bagaimana?? Aku benci situasi seperti ini, aku akan merasa canggung jika bertemu dengan. Ini benar-benar menyebalkan!" gumam nya, bertengkar dengan dirinya sendiri.
Tiba-tiba, ponsel yang berada di dalam saku jasnya bergetar. Daffin segera mengambil ponselnya, dan mengangkat telepon itu, tanpa melihat siapa yang meneleponnya.
"Halo, iya saya sendiri."
"Maaf, saya sedang sakit. Jadi meeting nya di undur saja, kalau tidak bapak meeting dengan asisten saya saja. Nanti saya akan memberitahu asisten saya, untuk meeting bersama bapak besok."
"Oke, nanti jam meeting akan saya kabari lewat asisten saya Pak Rafael."
"Baiklah, selamat malam."
Setelah bertelepon dengan partner bisnis nya, daffin melempar ponselnya ke dalam kamarnya, lemparan itu cukup kuat hingga membuat ponsel itu terkena ujung meja nya, dan menjadi retak di seluruh bagian ponsel. Daffin hanya melihat sekilas, lalu seperti tidak peduli dengan kerusakan pada ponselnya. Sepertinya, hati daffin benar-benar hancur, sampai-sampai dia tidak peduli melempar barang yang penting bagi hidupnya.
"Huh? Mengapa aku melempar nya ke sana? Seharusnya, aku melempar ke bawah. Arrgghh...!!! Ini benar-benar menyebalkan, aku ingin merasakan kebahagiaan sekali saja dalam hidup ku, berikan satu kesempatan untuk bisa membahagiakan diri ku sendiri!!" gumam nya, menyalahkan dirinya kembali.
Tiba-tiba fakhrazi mengetuk pintu kamar daffin, dan memanggil daffin untuk makan malam sebelum tidur.
"Daffin, ini ayah." ucapnya, sambil mengetuk pintu kamar daffin.
Daffin tidak membuka pintu kamarnya, malah berteriak dari dalam dan, "Ada apa ayah?" jawabnya, menanyakan keperluan fakhrazi yang memanggilnya.
"Ayo makan malam dulu, sebelum tidur. Kamu sudah membersihkan tubuh mu kan? Ayo nak, makan malam dulu." jelas fakhrazi, yang masih memikirkan keadaan daffin, walaupun daffin terlihat sedang emosi pada dirinya sendiri.
"Aku sudah makan malam bersama rafael, jadi jangan ganggu aku sampai keadaan ku membaik." teriaknya dari dalam.
"Oh, baiklah. Ayah tidak akan menggangu mu. Kalau begitu, ayah kembali ke kamar ayah. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil ayah saja." ucapnya, masih menunggu jawaban dari daffin.
Beberapa detik, "Baiklah." jawabnya, seketika hening.
Nampaknya suara langkah sandal, yang di gunakan fakhrazi terdengar sedikit menjauh dari kamar daffin. Daffin pun, kembali untuk duduk bersantai di balkonnya. Tetapi, saat ingin membuka pintu balkon, ternyata hujan turun kembali. Daffin duduk di depan pintu kaca balkon, dan terus menatapi air hujan yang mengguyur balkonnya, hingga pintu balkon pun ikut basah.
"Andai saja, waktu itu aku bisa memulai pertemanan dengan nya. Mungkin... Saat ini, aku akan terus selalu di samping nya, bukan lelaki itu. Ini semua karena sifat ku yang terlalu menyendiri dengan dunia luar, aku menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa berteman baik dengan kenzie. Aku benar-benar menyesal. Sangat menyesal." gumam nya, sekali lagi menyalahkan dirinya yang anti sosial.
Tak lama pun, daffin tertidur di lantai masih di depan pintu kaca balkonnya, Dia telah selesai meluapkan kemarahannya, dia hanya berharap, menghilangkan emosinya dengan cara tertidur agar ketika pagi nanti, keadaan nya semakin membaik. Tanpa harus menyalahkan dirinya kembali.
*****
Drett... Drett... Drett... (suara telepon rumah, di kamar daffin berdering)
Daffin terbangun dari tidurnya, dan mendengar ada suara telepon berbunyi, ternyata itu telepon rumah miliknya. Ada yang meneleponnya di pagi-pagi buta, ia pun segera mengangkat telepon itu dengan nada yang masih setengah sadar.
"Halo... Dengan siapa saya bicara?" ucapnya, sambil duduk di kasur.
"Apa kabar? Bagaimana kabar mu di sana? Kau baik-baik saja kan?" ucap seseorang itu, yang suaranya terdengar seperti suara perempuan.
Seketika mata daffin terbuka sangat lebar, dan terkejut ketika mendengar suara wanita yang sedang berbicara padanya. "Huh? Maaf ini siapa? Saya tidak mengenal anda." jawab daffin, lalu menanyakan identitas wanita penelepon itu.
"Kau daffin kan?" tanya nya, lalu "Apakah kau melupakan aku?" ucapnya, seketika berubah nada suara nya.
"Tunggu-tunggu, sepertinya aku mengenal suara ini. Tunggu dulu, izinkan aku berpikir sebentar. Aku baru bangun tidur!" ucapnya, lalu berpikir keras tentang identitas penelepon.
"Oh, oke-oke. Baiklah. Aku akan membiarkan mu, untuk berpikir sejenak." jawabnya, dengan nada yang santai.
"Suara ini?" ucapnya masih berpikir keras.
"Iya, tebak aku siapa?" sambung wanita itu.
Daffin menggebrak kan tangannya ke meja dan, "Hei! Ini vera kan? Vera Merliana?" ucapnya, mengingat suara vera, terakhir kali yang meluangkan waktunya untuk berdiskusi agar daffin terpilih menjadi pemimpin di Perusahaan MetronHAQ.
"Tepat sekali." jawabnya, terdengar senang. Karena daffin, berhasil menebak suaranya.
"Wah, ada apa kau menelepon ku pagi-pagi buta, seperti ini?" tanya daffin, yang tak percaya. Jika, salah satu karyawan nya meneleponnya di pagi buta.
"Tidak ada. Hanya saja, aku ingin menanyakan sesuatu pada mu. Sebelum aku kembali lagi ke Seattle." jawabnya, kali ini dengan nada yang sangat serius.
"Oh ya? Tentang apa yang ingin kau tanyakan pada ku? Tanya kan saja, aku akan menjawabnya. Jangan sungkan." ucapnya, yang terlalu excited dengan pertanyaan yang akan di lontarkan oleh vera untuknya.
"Paket yang tadi di kirim ke rumah mu, apakah sudah kau buka kotak itu?" ucap vera, to the point.
"Paket?" bingung nya, mencoba mengingat pemberian paket hari ini. Dan, "Oh ya, paket besar itu. Ternyata itu, kau yang beri?" tanya daffin, terkejut yang ternyata pengiriman nya adalah karyawan nya sendiri.
"Iya, aku yang memberikan nya untuk mu." jawab nya, lalu menanyakan lagi kotaknya yang sudah di buka, atau belum pada daffin. "Apa sudah kau lihat, isi dari kotak tersebut?" tanya vera, sangat tergesa-gesa.
"Belum. Karena aku belum sempat, untuk membuka nya. Mungkin besok, aku akan membuka paket itu. Hm... By the way, thanks ya atas paket yang kau kirim untuk ku." jawabnya, tidak lupa berterima kasih pada vera, sekaligus merasa ada yang aneh dengan vera.
"Iya, sama-sama." jawabnya, terdengar suara seperti senang.
"Tetapi, mengapa kau mengirimkan paket itu tanpa atas nama pengirimnya? Kau kan bisa menuliskan nama mu di kotak itu, agar aku langsung, cepat-cepat membukanya setelah penerimaan itu." tanya nya, sangat penasaran dengan vera.
"Hm... Tidak apa. Aku hanya ingin mengirim, tanpa menulis kan nama ku di sana." jawabnya, sesingkat itu. Tetap saja, masih membuat daffin merasa curiga.
Tiba-tiba daffin, "Kau tidak mengirimkan hal-hal yang aneh kan, di dalam paket ku itu?" tanya nya, dengan nada suara yang sedikit ketakutan. Dan reaksi itu malah membuat vera tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... Kau ini, lucu sekali. Jika aku ingin melakukan suatu kejahatan padamu, mengapa harus mengakui jika paket yang kau terima itu, aku yang memberinya." jawab vera.
"Ya, bisa saja, kau ingin memperjelas situasi di rumah ku, setelah kau menelepon ku." ucap daffin, masih dengan prasangka buruknya.
"Tidak daffin. Aku tidak akan melukai diri mu, sedikit pun tidak akan. Percayalah pada ku." jawab vera, terdengar sangat tulus.
"Hm, kalau gitu bisa kah kau menelepon ku lewat nomor ponsel ku, bukan dari nomor rumah ku?" ucap daffin, meminta vera meneleponnya dari ponsel pribadinya.
"Awalnya aku sudah mencoba menelepon mu sekitar 15 kali, tetapi sama saja, kau tidak mengangkat teleponnya. Dan ponsel mu mati." jawabnya, yang menjadi kesal karena ponsel milik daffin mati.
"Oh iya. Aku melupakan itu. Bahwa ponsel ku, tidak sengaja aku lempar dari balkon hingga ke kasur. Tetapi, malah terjatuh lebih dulu ke lantai dan terkena ujung meja dekat kasur. Jadinya ya, seperti itu. Mati dan rusak." ucapnya, yang masih tidak memperdulikan ponselnya.
"Hm, kau ini. Tak ada habisnya, selalu saja merusakkan barang-barang mu sendiri. Pasti kau dalam masalah bukan? Hingga masalah itu membuat mu semakin tertekan?" tanya vera.
"Tidak. Aku tidak memiliki masalah!" jawabnya, mengelak.
"Jika ada sesuatu yang mengganjal, dan kau tidak bisa mengatakannya pada siapa pun. Kau bisa mempercayai ku, dan bercerita pada ku. Agar hati mu juga, tidak merasakan kesesakan lagi." ucap vera, menawarkan dirinya menjadi teman curhat daffin.
"Begitukah? Aku ingin saja mempercayai mu, tapi... Aku hanya takut, kau menjadi mata-mata ayah ku." jawabnya, trauma pada wanita yang pernah menjadi suruhan ayahnya untuk memata-matai nya, karena daffin yang sulit bergaul dengan temannya.
"Aku menjadi mata-mata? Kau ini, aneh-aneh saja pikiran mu. Bagaimana bisa, aku melakukan itu? Tidak akan bisa! Aku juga hanya ingin berteman dengan mu, bukan menjadi pesuruh ayah mu." ucapnya, menepis pandangan buruk daffin padanya.
"Hm, baiklah-baiklah. Aku memang dalam masalah, jadi pikiran ku terlalu aneh-aneh. Jangan di masukkan ke dalam hati ya." jawabnya, yang mulai meluruskan pikirannya.
"Tenang saja, aku bukan wanita yang mudah merasakan sakit hati, hanya dengan perkataan seperti itu." ucapnya, dengan sedikit tertawa.
"Baiklah." jawab daffin, yang merasa lega dengan jawaban vera.
"Ya sudah, kalau begitu aku tutup teleponnya ya. Aku akan masuk ke dalam pesawat." ucap vera, sambil berjalan menuju pintu pesawat.
"Hm, baiklah. Kau hati-hati di jalan, semoga selamat sampai Seattle." jawabnya, sambil memperingatkan vera.
"Oke, aku mengerti. Bye daffin." ucapnya, menutup telepon.
"Hm, Bye." jawabnya, yang sama-sama langsung menutup teleponnya.
*****
"Jam 3 pagi, lebih baik aku tidur kembali. Auch... Mengapa punggung ku sakit sekali? Ini pasti karena, semalam aku tertidur di lantai itu." gumam nya, yang kembali tidur di atas kasurnya.
*****

Bình Luận Sách (233)

  • avatar
    Yxztna_28

    Bagus banget kk ceritanyaaaaa,,cepetan di up ya kk kelanjutannyaa gasabar niee,,,,semoga aja kenzie sama daffin bersatuu,,dan terornya selesaii,,jgn sampai kenzie nikah sama dirgaa,,jgn ya kk pliss,,udh bagus kalo kenzie sama daffin tpi apapun endingnya,,tetap semangat kk,,jangan lama2 ya kk upnyaa nungguin niee😊

    19/01/2022

      3
  • avatar
    Karll08

    nice

    1d

      0
  • avatar
    gempolbalerante

    Sangat berkesan sekali,,

    14d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất