logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

4. Sedikit Perubahan

Hari pertama Arina bekerja, ia diharuskan mempelajari beberapa produk terlebih dahulu sebelum masuk ke area pengemasan. Ketelitian sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Arina sangat cekatan ketika dibimbing. Semua berjalan dengan lancar. Ada pekerja lama yang ramah, ada juga yang jutek, tak mau peduli. Arina ingat pesan Ibunya. Ia hanya akan fokus bekerja.
Hari demi hari, ia lalui dengan sangat baik. Arina rajin sekali bekerja. Tak pernah ia patah semangat sedikitpun. Bisik-bisik tetangga yang iri pada dirinya, tak pernah ia gubris.
Apalagi Bu Leni, selalu sinis jika bertemu Arina dan Bu Anna. Terlihat sekali raut tak suka di wajahnya. Feli, putrinya tak kunjung mendapat pekerjaan hingga saat ini. Didaftarkan kuliah juga nolak mentah-mentah, malah asyik berdiam di rumah. Kerjanya hanya tidur, makan, dan bermain HP. Itulah yang membuat Bu Leni kesal jika bertemu Arina. Bu Leni merasa jika Arina telah selangkah lebih maju dari Feli, putrinya. Memang itulah kenyataannya.
Sejauh ini, tak ada kendala dalam kinerja Arina. Semua bagus dan ia dinyatakan lulus dari masa pelatihan yang berlangsung selama tiga bulan ini. Pada akhirnya, Arina mendapatkan semua atribut kerjanya.
Hari berganti bulan, siang malam ia nikmati. Pahit manisnya kehidupan dalam dunia kerja sudah Arina rasakan. Justru hal itu yang membuat semangatnya membara. Persaingan dunia kerja seperti yang dikatakan Bu Anna memang benar. Tapi itu tak membuat nyalinya padam. Arina dikenal sebagai pekerja yang jujur dan manut. Apa yang diperintahkan, akan ia kerjakan. Lembur sampai malam ia lakukan.
Fina sangat menyukai kerja keras Arina dan berencana akan menempatkan Arina di bagian kantor. Sebelum itu, Fina akan terus memantau kerja Arina sampai Fina yakin jika Arina adalah orang yang tepat yang ia percayai.
****
Bertahun-tahun bekerja, Arina mulai menunjukkan sedikit perubahan pada dirinya. Kulitnya terlihat sedikit cerah. Jerawatmya mulai terhempas satu per satu dengan meninggalkan bekas hitam dan sedikit bopeng di wajahnya. Untuk benar-benar ingin memiliki wajah yang mulus, tentu membutuhkan waktu yang sedikit lama bagi Arina. Ia tetap sabar dan telaten merawat kulit wajah dan tubuhnya.
Arina juga sudah memiliki ponsel baru yang lebih canggih dari ponsel lamanya. Ia membeli ponsel baru itu beberapa bulan yang lalu. Arina tetap menyimpan ponsel lamanya sebagai bukti kerja keras Bapaknya dulu.
Arina juga membuat beberapa akun media sosial karena ia tak memiliki itu sebelumnya. Arina memasang foto profil dirinya di setiap akunnya. Tia juga mengundang Arina ke dalam grup alumni kelasnya di aplikasi berlogo hijau.
Ting..!
[Ada gentong gosong, nih.] Bobby mengirim pesan dalam grup.
Seketika mata Arina membulat membaca isi pesan itu.
[Eh, Arina makin cantik aja.] Diva ikut mengirim pesan.
[Cantik difoto doang] balas Bobby.
[Kan sekarang banyak filter bersliweran. Yang hitam bisa jadi putih. Wakakak] balas Rio dengan emot tertawa ngakak.
[Hati-hati, suatu saat kalian bisa saja naksir sama dia] Daffa juga ikut menanggapi dengan emot tangan membungkam mulut.
[Nggak mungkin, dong. Arina mana laku? Nggak akan ada laki-laki yang mau sama dia.] balasan dari Bobby membuat Arina sesak.
[Kalaupun ada, mungkin si lakinya harus cuci muka pakai kembang tujuh rupa dulu.] tambahnya lagi.
Semua anggota grup mengirim stiker tertawa, kecuali Tia dan Diva.
[Kalian keterlaluan banget. Ingat! Karma itu ada.] balas Tia yang membuat semua grup diam. Tak ada yang menanggapi lagi selanjutnya.
Arina meremas sprei di kamarnya. Gabung ke dalam grup alumni bukannya mendapat sambutan baik, malah cacian yang didapat.
Sejak saat itu, Arina membisukan notifikasi grupnya itu. Lebih baik tidak mengetahui sesuatu sama sekali dari grupnya itu. Daripada ingin tahu, ujung-ujungnya pasti menyematkan cacian pada dirinya. Ia tak pernah lagi membaca apapun pesan yang menumpuk di grupnya itu.
Arina sering membagikan foto dirinya di aplikasi berlogo kamera. Tak sedikit teman dunia maya Arina memberi reaksi suka pada fotonya itu. Semakin hari, pengikut Arina semakin bertambah. Arina memanfaatkan kesempatan itu untuk mempromosikan kue buatan Ibunya.
Ya, Arina selalu memberi tambahan modal untuk Ibunya. Sehingga, Ibunya mampu membuat berbagai macam kue lebih banyak lagi. Pak Fajar mengojek hanya saat waktu senggang saja karena Bu Anna mulai kuwalahan dengan banyaknya pesanan kue. Usaha Arina mempromosikan dagangan Ibunya tak sia-sia.
Sepulang dari bekerja, Arina akan membantu mengantar kue ke rumah-rumah pelanggan. Hal itulah yang membuat Arina lebih bersemangat untuk bekerja. Ia tak pernah mengeluh perihal kerjaan yang dilakoninya.
Tak lama kemudian, Arina memutuskan membeli ponsel baru untuk Bu Anna agar lebih mudah menerima pesanan jika Arina belum pulang dari pabrik. Tentunya dengan memberitahu kepada mereka cara menggunakan ponsel dengan benar. Semakin lama, usaha Bu Anna semakin berkembang. Bu Anna mencoba membuka warung kecil-kecilan di depan rumah. Tak hanya kue saja yang dijual, melainkan masakan sehari-hari juga.
"Bu Anna hebat, ya? Bisa berkembang usahanya," puji Ibu-ibu saat membeli dagangan Bu Anna.
"Ini juga karena bantuan Arina. Semangat bekerjanya itu bisa membuat saya seperti ini," ucap Bu Anna.
"Arina kadang pulang jam sepuluh malam kan, Bu? Itu darimana coba? Pabriknya kan pulang jam lima sore. Apa jangan-jangan ada kerjaan sampingan. Ups!" Bu Leni mulai memancing situasi agar panas.
"Arina kadang lembur, Bu." Bu Anna mencoba tenang.
"Anak perempuan kok dibiarin pulang malam? Jangan mau dibohongi Arina. Kalau benar Arina ada kerja sampingan, gimana?" Bu Tejo menimpali.
"Nggak boleh berprasangka buruk pada seseorang. Ingat, Bu Leni dan Bu Tejo juga punya anak perempuan. Jangan sembarangan bicara!" timpal Ibu-ibu yang lain.
"Kalau saya nggak akan membiarkan anak saya pulang malam. Apalagi bekerja sampai malam," celetuk Bu Leni.
"Belum tentu," sahut Ibu-ibu lainnya.
"Sudah-sudah, saya percaya dengan anak saya. Ia selalu jujur sama saya," ucap Bu Anna setenang mungkin walau hatinya perih karena putrrinya dijadikan bahan omongan yang tidak benar.
Arina mendengar semua pembicaraan Ibu-ibu saat akan bersiap untuk berangkat kerja. Arina memang lebih sering menggunakan upah bekerjanya itu untuk diberikan kepada Ibunya. Ia ingin membuat rumah makan dan toko kue untuk Ibunya. Tentu saja itu bukan hal yang mudah karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Harus sabar dan telaten. Arina rela tiap hari pulang kerja dengan jalan kaki. Untuk berangkat ke pabrik, Arina akan diantar oleh Bapaknya. Sebetulnya, jika ingin mengredit sepeda motor ia mampu. Tapi, lagi-lagi ia lebih mengutamakan usaha Ibunya. Tanpa Arina sadari, dengan ia berjalan kaki setiap hari tubuhnya yang dulu gemuk kini menjadi sedikit lebih kurus.
****
Sore hari ketika Arina pulang dari pabrik, ia betemu dengan Tia di jalan. Tia ingin mengajak Arina makan malam sambil bercanda. Sudah lama sekali mereka tak pernah bertatap muka.
"Mampir ke rumahku dulu, yuk! Sekalian aku mau mandi dan pamit sama Bapak Ibu," ajak Arina.
"Boleh," balas Tia dengan senang.
"Sini masuk! Duduk dulu, aku mandi sebentar. Nanti aku panggil Era biar ada teman ngobrol," ucap Arina mempersilahkan.
"Jangan lama-lama, loh!"
"Oke."
****
"Tia, apa kabar?" tanya Bu Anna sambil membawakan segelas minuman untuk Tia.
"Alhamdulillah, baik. Tante sendiri gimana? Sepertinya usahanya makin lancar, ya?"
"Alhamdulillah baik. Ini semua berkat bantuan Arina."
"Selamat ya, Tante. Hebat si Arina. Pantesan kalau ditelfon, diajak keluar nggak mau. Alasannya selalu sibuk," ucap Tia.
"Hai, Kak Tia. Kakak sibuk apa sekarang?" tanya Era yang datang tiba-tiba.
"Era, kamu udah gede ternyata. Elly mana? Kakak sibuk kuliah aja," jawab Tia sambil celingukan mencari keberadaan Elly.
"Elly udah tidur. Kelelahan main," sahut Bu Anna.
"Ayo, Ti!" ajak Arina yang sudah siap.
"Tante, Tia ajak Arina makan malam di luar, ya? Itung-itung sambil melepas kangen dua sahabat. Boleh, ya?" bujuk Tia.
"Iya, hati-hati. Pulangnya jangan kemalaman!"
"Tolong izinin ke Bapak, ya, Bu?" pinta Arina
"Iya nanti kalau Bapakmu pulang, Ibu izinin. Jangan jauh-jauh biar nggak sampai malam!"
"Jam delapan sudah dipastikan ada di rumah, Te," ucap Tia sambil mengacungkan jempolnya.
****
Suasana rumah makan yang Tia pilih cukup ramai.
"Arina? Arina bukan, sih?" tanya seseorang yang memakai masker sambil menatap Arina lekat-lekat.
"Iya. Siapa, ya?"
Arina terkejut ketika pria itu membuka masker. Untuk kedua kalinya ia bertemu Daffa.
"Daffa?" ucap Tia dan Arina bebarengan.
"Berubah banget kamu, Rin." Daffa masih tak percaya jika gadis yang dilihat didepannya ini Arina.
"Terpesona, kan? Makanya jangan suka bully orang!" sewot Tia sambil menunjuk Daffa..
"Ng—nggak. Cuma kaget aja," ucapnya.
"Gimana kabar kamu?" tanya Arina pada Daffa.
"Gini-gini aja, Rin. Aku pelayan di rumah makan ini. Kamu masih kerja di pabrik kosmetik itu?"
"Iya. Kenapa?"
"Pantesan aja banyak perubahan. Ternyata foto-fotonya itu asli. Bukan dari filter. Bobby harus tahu, nih," gumam Daffa pelan yang hampir tak terdengar.
"Apa? Kamu bicara apa?" tanya Arina penuh selidik karena sedikit mendengar kata Bobby.
"Nggak ada. Cuma mau bilang kamu banyak perubahan sekarang."
"Tuh, kan. Naksir lama-lama." Tia menimpali.
"Udahlah! Mau pesan apa?" tanya Daffa sambil menyodorkan daftar menu.
Arina dan Tia asyik menikmati makan malam sambil bercanda. Mereka mengingat masa-masa sekolah dulu. Sementara, Daffa mengambil foto Arina diam-diam dan mengirimnya pada Bobby.
[Apa ini?] balas Bobby.
[Itu Arina. Banyak berubah sekarang. Cantik dia.]
[Udah cuci muka pakai kembang tujuh rupa? Cewek model begitu dibilang cantik.]
[Kalau nggak percaya, datang aja ke tempat kerja aku. Dia disini sama Tia.]
[Ogah! Malah muntah kalau lihat Arina disana. Pasti menggelikan, ih, jijik.]
[Yaudah kalau nggak percaya. Jangan sebegitunya benci sama orang. Apalagi dia nggak ada salah apa-apa. Ini baru awal perubahan dia. Kalau udah wow, bisa-bisa kamu jadi budak cinta sama dia.] Daffa mencoba memperingati Bobby.
Bobby yang membaca pesan itu merasa ada yang mengganjal. Apakah benar Arina berubah? Bobby bergidik ngeri mengingat Arina ketika masih SMA. Tapi, ia penasaran dengan perubahan Arina. Bobby membuka media sosial miliknya dan mencari tahu tentang Arina.
'Ah, nggak mungkin Arina berubah. Pasti ini tipuan efek kamera,' gumamnya dalam hati.

Bình Luận Sách (347)

  • avatar
    CuteAulia

    fina sangat amat baik

    12/06

      0
  • avatar
    MaulidtaLutfi

    suka sama ceritanya seru nyambung dari awal smpe akhir👍

    29/05

      0
  • avatar
    TariganOktania

    ceritanya seru sekali seperti jaman saya masih SMP

    28/04

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất