logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 10 TEKA-TEKI

Author ingatin ya ... jangan lupa subcribe tap bintang limanya dan follow. Agar kalian tidak ketinggalan cerita. Happy reading💕
Dengan rasa tak sabar, aku pun berusaha mengontrol emosiku terlebih dahulu. Bagaimana pun dia cuma anak-anak yang masih butuh bimbingan orang tua.
Perlahan kudekati Yanti, suamiku tampak tidak senang. Bahkan kedua anak kandungku tampak merespon dengan wajah masam. Hanya Sari yang terlihat seperti orang berpikir keras.
"Lho Nak, kok kamu bikin status begitu? Siapa memang yang bikin arisan? Apa kamu jadi boreknya?" tanyaku dengan perlahan.
Borek itu semacam pemimpin arisan yang tugasnya nanti, apabila ada yang tidak bayar, maka borek tadi yang jadi penanggung jawabnya.
"Bukan Bu, teman saya. Cuma bantu promokan saja," alibinya.
"Kamu juga ikut?" tanyaku lagi.
Yanti tampak mengangguk samar-samar. Bahkan ketika aku tekan di status ke-dua yang diunggahnya, ada lagi status yang sama dengan jumlah nominal yang berbeda beda. Ada hingga lima unggahan.
"Saya ikut tiga."
Berani sekali dia ikut arisan, mataku sampai membulat lebar mendengar pengakuannya. Anak sekolah dengan uang saku 15 ribu. Tapi berani ikut arisan sampai tiga macam.
Aku yang kerja pontang-panting saja, ikut arisan tidak berani. Ini anak bawang, ikut sampai 3 macam. Dapat uang dari mana coba? Kalau mengandalkan dari uang sakunya tidak tahu lagi.
"Nanti kalau pas dapatkan enak, Bu. Uangnya jadi berlipat," ucapnya dengan alis yang terangkat sebelah.
'Percaya diri sekali dia, kalau bisa bayar.'
"Terus Mama mau tanya. Emang kamu bisa bayarnya?" tanyaku penasaran.
Gak tahu lagi aku dengan jalan pikirnya yang cetek. Ne anak bikin masalah saja kerjaannya.
"Gampang Bu, bisa diatur. Nanti saya bisa minta nomer dua atau tiga dulu. Terus uangnya di pake buat modal jualan. Ntar hasilnya buat bayar arisan lagi," jawabnya dengan enteng sekali.
"Kalau misalnya jualan online-mu merugi?" tanyaku memancing.
"Ya nanti minta ditarikkan lagi arisan yang lain buat ngeklopi yang lama, Bu. Gak perlu repot kata teman saya."
Betul-betul bikin tepok jidat kelakuannya. Dari mana dia bisa dapat pikiran serumit benang kusut macam itu.
"Yantiiiii ... kamu dengar Mama ya. Jangan kamu anggap enteng ikut arisan banyak-banyak. Salah langkah saja, bisa dipenjara kamu! Kamu mau emangnya?" tantangku lantang.
"Ya gak mungkinlah, Bu. Lha wong arisan aja kok pake sampai seret orang ke penjara."
"Kalau gak bayar, ya pasti bisa di penjara, Nak. Kamu jangan bebal-bebal jadi orang. Emang kamu mau urusan ma yang berwajib?"
"Tapi nanti, kalau pas kita tidak bisa bayar, bisa berhenti dulu, Bu. Jadi, kalau sudah punya uang kita bayar lagi."
'Duh ... aturan darimana ini, dari Hongkong apa pikirnya.'
"Kamu itu ya ... rasanya ingin aku makan hidup-hidup andai kamu itu bukan manusia," rutukku kesal juga akhirnya.
"Malah ada teman saya yang sudah dapat, dia lalu pergi pindah sekolah dan sudah gak pake bayar lagi arisannya."
"Eh Yanti! Otakmu di taruh dimana sih?" sahut Sari yang sedari tadi diam memperhatikan.
"Ya di kepala, Yu! Masa di dengkul," sewotnya pada Sari.
"Kalau di kepala, gak mungkin loadingnya pentium satu. Bahkan kukira kamu taruh di kakimu. Ya, kaki yang bau dan penuh kutu air," tangkis Sari.
"Awas kamu Yu! Jangan coba-coba ngomporin Ibu!"
"Lho emmannnnya ngapain juga mesti nomporin, Tante?" ucap Sari sambil membulatkan matanya.
"Sudah! Sudah! Malah tambah berantem," lerai suamiku.
"Kamu saya tanya sekali lagi. Masih mau sekolah atau gimana?" tanya suamiku dengan tatapan tajam ke arah Yanti.
"Ya mau sekolah, Yah."
Setelah menjawab, Yanti kembali menunduk tak segarang ketika beradu mulut dengan Sari. Suamiku tampak masih menatap ke arah Yanti.
"Kalau mau sekolah, yang benar! Jangan pake bikin acara yang aneh-aneh! Ingat itu ya, Nak?"
"Iya Yah, akan saya ingat."
Yanti nampak beranjak dari duduknya, kupikir dia mau minta ma'af ke kami. Gak tahunya dia langsung duduk di depan meja tempat aku meletakkan camilan.
Mas Alif sampai melongo melihat kelakuannya. Aku mengedikkan bahuku dengan tersenyum. Aku mengajaknya berlalu dari ruang keluarga.
~~~~~
Tengah malam seperti biasanya aku kembali terbangun untuk buang air kecil. Si Bungsu Jaya tertidur dengan pulasnya. Begitu pula suamiku. Kumatikan kipas angin yang mulai dari tadi menyala lalu kusetel suhu AC di angka 20 derajat.
Melintasi kamar Firda yang tertutup, kembali terdengar seperti ada orang yang bercakap-cakap. Aku keluar perlahan, mendekat ke arah jendela yang tidak tertutup sempurna.
'Ceroboh sekali anak-anak ini, kalau ada tikus masuk bagaimana? Karena letaknya yang berdekatan dengan taman sisi kiri.'
"Lama-lama aku tidak betah di sini. Terlalu banyak aturan yang harus dipatuhi."
....
"Asal kamu tahu, aku di sini sudah bagai babu!"
Terdengar suara isak tangis.
"Astaghfirrullah," ucapku tertahan. Di dalam sana terdengar gadis itu mengadu, entah dengan siapa.
Apa tadi katanya? Bagai babu? Ingin sekali kurobek mulut yang penuh kebohongan itu, sayangnya ini sudah tengah malam. Aku tidak punya bukti kalau nanti dia mengelak.
Bahkan, bisa-bisa aku yang dianggapnya mengada-ada. Aku tidak menyangka, wajah cantiknya jadi topeng kebusukannya. Dia masih terus berbicara, entah dengan siapa?
"Tunggu tanggal mainnya, akan aku buat malu dia ... ha ... ha ...,"
....
"Enak saja mau ngatur-ngatur aku!"
....
Astaghfirrullah, ucapku berkali-kali dalam hati. Bagaimana bisa, ada bocah ingusan yang hidup saja harus menumpang. Tetapi malah banyak buat masalah.
'Klek'
Tanpa sengaja aku bersandar terlalu menekan, membuat sisi jendela terdorong ke dalam dan menimbulkan bunyi. Terdengar telepon dimatikan dan langkah yang menuju ke arahku.
Segera aku berbalik menghadap tembok yang terhubung dengan pintu masuk. Berharap dia tidak menemukan jejakku. Setelah terdengar langkah menjauh, berikut lampu kamar yang dimatikan. Aku bergegas turun ke bawah.
Padahal niatku tadi sekalian sholat malam. Tak lupa kusambar sekalian mukena dan sajadahku. Kupakai atasan mukena sambil menuruni tangga.
"Hah setaaaannnn!" teriak seseorang dari arah bawah menuju dapur.
Aku pun sampai berlari mengikutinya. Namun, kulihat gadis itu semakin berteriak ketakutan.
"Hai ini Mama! Bukan setan!" rutukku kesal.
Gadis itu pun berbalik, kali ini aku yang terlonjak kaget. Melihat mukanya yang dipenuhi warna hitam. Hanya menyisakan bulatan mata dan mulutnya saja.
"Ya Allah Yanti! Kirain siapa?!"
"Eh Ibu, kirain tadi hantu," celotehnya asal sambil terkikik.
Kuambil raket plastik mainan Jaya yang kebetulan terjangkau tanganku. Kutabokkan ke pundak Yanti yang masih tertawa berderai.
Sungguh keterlaluan anak ini, setelah tadi kena sidang. Masih bisa tertawa ngakak sekarang. Gak ada penyesalan atau rasa sedih gitu.
"Kamu ngapain?" tanyaku kemudian.
"Haus Bu, turun ambil air. Tadi lupa mau bawa ke atas."
"Habis ngoceh-ngoceh kaya burung, jadinya haus sekarang," sindirku halus.
"Mimpi berlari tadi saya, Bu. Sampai ngos-ngosan jadinya."
Gadis itu lalu naik ke atas lagi melewatiku yang masih termangu di tempat.
'Kalau dia bilang habis bermimpi terus terasa haus. Lalu siapa yang tadi telponan?'
'Apa Sari? tapi suaranya kok mirip Yanti? Apa Yanti tau kalau aku tadi mengupingnya?'
Jangan-jangan dia tadi memang tahu kalau aku sedang mengupingnya. Tapi dia pura-pura bersandiwara untuk menutupi perbuatannya.
"Teng ... teng ...."
Dentang jam dinding membuatku kembali terlonjak. Sudah pukul dua rupanya, pantas suasana sudah semakin mencekam. Aku beranjak ke dalam kamar. Sebaiknya aku memang sholat di kamar saja.
Baru hendak menutup pintu kamar, terdengar suara pintu terbuka dari atas. Aku menunggu sesaat, mencoba melihat siapa yang turun dari celah pintu kamarku yang sengaja belum tertutup rapat.
"Lho kok Sari?"
'Tapi kenapa, dia turun dengan membawa piring yang masih tersisa sedikit makanan? Kapan dia yang ambil makan?'
Kugetok sendiri kepalaku yang semakin pusing memikirkan hal-hal ganjil, yang terjadi barusan. Segera kubawa sholat, takut setan semakin membuat liar pikiranku.
Allahu Akbar.

Bình Luận Sách (80)

  • avatar
    Nur Aliana

    niceee

    1h

      0
  • avatar
    BagusSatria

    bagus benget...

    23d

      0
  • avatar
    FadilahFadilah1933

    sangat tidak mungkin

    25d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất