logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

6 - Seorang Gadis dengan Sahabatnya

Maya melihat penampilan Daniar terkejut, seperti bertemu dengan hal yang menakutkan. “Dan? Kamu ngapain tidur di parkiran?”
Daniar mengangkat lehernya, mengibaskan rambut yang nenutupi mata. Benar kata Maya, Daniar sedang tertidur di atas motor. Lebih tidak pantas lagi, Daniar masih berada di tempat parkir. Mengapa tidak mencari tempat yang lebih layak untuk menuruti kantuknya?
“Aku? Ketiduran?” Daniar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Maya membuka tutup air mineral kemasan yang baru saja ia beli untuk mencuci muka Daniar yang berantakan.
“Kamu tambah burik, Dan,” kata Maya. Kata ‘Burik’ yang artinya berantakan atau tidak nyaman dipandang memang sedang tren dikatakan saat ini.
“Dari dulu aku burik,” jawab Daniar tidak membantah.
“Kalau aku ngomong kamu sekarang cantik, itu artinya aku mengatakan kebohongan yang besar. Terlalu besar. Kamu tuh cantik, Dan. Tapi nggak dalam kondisi berantakan kayak gini!”
“Hmmm,” Daniar menatap mata Maya sambil bertanya, “Aku tidur di tempatmu, ya?”
“Ya. Tapi kamu makan dulu ya. Aku beli nasi pecel nih,” tukas Maya menunjukkan tas plastik yang dibawanya.
“Entahlah, apa aku bisa memakannya. Aku ngantuk banget,” balas Daniar yang tatapan menyesal terhadap nasi pecel yang dibawakan oleh Maya.
“Kita ke atas dulu, deh,” ajak Maya kemudian memimpin perjalanan.
Daniar sudah berada di level kelelahan yang akut. Tubuhnya sudah tidak sanggup untuk melakukan apapun, hanya berjalan dengan sisa tenaga yang tidak tahu sampai kapan akan benar-benar habis.
Maya sudah mendengar keluhan Daniar bahwa dia harus menyelesaikan banyak tugas di tahun pertamanya. Ditambah dengan adanya ospek malam, Maya tidak memahami cara berpikir para senior yang ada di sana. Mungkin Maya akan mendapatkan penjelasan setelah Daniar sedikit beristirahat.
“Kamarmu emang nyaman banget, May,” puji Daniar setiap kali masuk unit apartemen milik Maya.
“Bukan kamarku, punya papaku,” jawab Maya.
“Aku masih nggak paham deh, rumahmu deket sini. tapi kamu malah milih tinggal sendirian di sini?”
“Kamu tahu lah alasannya, Dan. Aku ingin pisah rumah, kan, sudah dari zaman SMA.”
Daniar ingin bersimpati dulu dengan apa yang terjadi dengan Maya, namun kantuk dan kelelahan menyergapnya sempurna. Ya, dia langsung tertidur ketika menyentuh kasur Maya.
Maya memandang Daniar seperti adik yang harus ia lindungi, bukan hanya seorang sahabat. Maya memang telah dekat dengan Daniar sejak sekolah dasar. Sejak saat itu, ia berusaha untuk selalu satu sekolah dengan Daniar. Untungnya, Daniar tidak terlalu pintar untuk pelajaran sekolah sehingga mudah bagi Maya untuk menyusul Daniar di sekolah yang tidak membutuhkan nilai ujian yang tinggi.
**
Sambil menunggu Daniar bangun, Maya memilih untuk mandi dan membereskan dapur kecil yang ada di dalam unit apartemennya. Belum selesai ia melaksanakan rencananya, terdengar sesuatu sedang jatuh.
BRUK!
Maya segera mendatangi sumber suara. “Daniar!”
Daniar jatuh dari tempat tidur. Ia terbangun dengan mata yang masih setengah tertutup. “Kok kepala sama tanganku sakit, ya?”
“Katanya capek? Tapi tidur masih banyak tingkah, gimana sih?”
Daniar tertawa kecil. “Pemanas airmu udah beres belum? Aku mau mandi. Hehe,” kata Daniar yang berdiri dari tempat kejatuhan.
Maya menghela nafas, melihat Daniar yang tingkahnya benar-benar seperti orang yang tidak tahu harus berbuat apa. “Udah dibenerin kok. Mandi sana deh! Sekalian makan nasi pecelnya!”
Daniar mengangguk tanda berterima kasih. Ia segera membersihkan badannya dengan air hangat yang ada di kamar mandi. Daniar juga berharap kepalanya yang sakit sedari pagi segera mereda. Mungkin dengan sentuhan kehangatan dari air bisa mengurangi derita kepalanya.
Setelah selesai membersihkan badannya, ia segera memakai baju. Terasa lebih ringan, namun lehernya masih terdapat titik-titik yang nyeri.
“Kamu nggak bisa gini terus, Dan,” ungkap Maya yang terlihat cemas dengan keadaan Daniar.
“Aku tahu, tapi aku bisa ngapain? Rasanya takut banget. Sekarang, kalau udah menjelang malam, aku takut kalau aku yang dipanggil sama senior. Semua yang dipanggil akan ditanya hal-hal yang aneh dan kadang nggak masuk akal. Dari gimana kuliah sampai kenapa kok angkatan kita nggak kompak. Hampir semua anak angkatan akan mendapat giliran untuk dipanggil. Mereka juga beralasan agar lebih dekat dengan juniornya. Kalau nggak gitu, panitianya, beralasan ‘kami memberikan fasilitas agar dekat dengan senior jadi besok kalau lulus punya koneksi untuk mencari pekerjaan’ semacam itu,” jelas Daniar.
“Kalau ada panggilan, kamu nggak usah datang,” saran Maya mulai gregetan.
“Kalau aku nggak datang, anak angkatan yang lain kena imbasnya. Kapan hari ada yang nggak datang karena ketiduran. Besoknya, yang dipanggil, harus menerima konsekuensi dengan sit up berantai. Dengan alasan apa, coba? Anak yang nggak datang disebut sebagai pengkhianat angkatan atau nggak kompak atau semacamnya. Mereka juga bilang seangkatan harus merasakan konsekuensi jika salah satu dari anggotanya melakukan kesalahan. Entah bagaimana, mereka bisa membuat teman-temanku menuruti apa yang mereka bilang.”
Maya mendengarkan dengan seksama cerita Daniar sambil menyodorkan sepiring nasi pecel. “Kamu beneran nggak bisa apa-apa?”
Daniar menggelengkan kepalanya. “Aku berharap bisa melakukan sesuatu. Belum juga ngapa-ngapain, udah dituduh ngelaporin ke pak sekertaris jurusan. Aku lagi ngantuk berat waktu disidang di depan cewek-cewek senior yang minta aku ngaku sesuatu yang nggak pernah aku lakuin. Mereka itu aneh.”
Maya juga belum sempat memakan nasi pecelnya, juga mendengarkan keluh Daniar yang menurutnya tidak masuk akal. “Ospekku Cuma tiga minggu. Minggu pertama universitas, kedua fakultas, ketiga jurusan. Kok kamu sampai segitunya sih? Nggak selesai-selesai lagi. Kudu nunggu ada korban dulu apa?”
Korban? Sebentar, Daniar teringat sesuatu. Seingatnya, Erik mengatakan sesuatu tentang kecelakaan. Daniar berusaha mengingat dengan jelas apa yang ia dengar saat itu.
“Kenapa, Dan? Kok mukamu kayak bingung gitu?” Maya menghentikan suapannya untuk memastikan Daniar baik-baik saja.
“Kayaknya tadi aku denger Erik ngomong ada yang kecelakaan, deh.”
“Erik? Siapa itu? Seangkatan?”
Daniar mengangguk. “Dia ketua tingkat, kating sebutannya.”
Maya mengangguk sambil menunggu apa yang akan dikatakan oleh Daniar. Bukannya segera menjelaskan kepada Maya apa yang sedag terjadi, Daniar membuka ponselnya dan memeriksa grup facebook angkatannya.
“Astaga! Farhan kecelakaan!”
“Farhan? Seangkatan juga?”
“Iya! Astaga aku nggak ngeh waktu Erik ngomong gitu.” Daniar gelisah. Maya mendekati dan mengelus pundaknya.
“Bentar, aku telepon Erik dulu. Bisa minta pulsa?” kata Daniar.
Maya menyipitkan matanya, kesal. Tetapi Daniar tahu bagaimana merayu sahabatnya. “Ayolah, Mayaku tercinta.”
Daniar segera menelepon Erik karena sekarang ia siap untuk mendengarkan apa yang akan diceritakan oleh Erik, atau apapun yang dapat membuat Daniar merasa paham apa yang sedang terjadi. Maya menghabiskan makanannya kemudian menyalakan televisi. Ia memberikan waktu kepada Daniar untuk meredakan kebingungannya.
“MAY!”
Maya terkejut dengan teriakan Daniar, padahal ia ada didekatnya. “Apaan sih?” kata Maya. Daniar menunjukkan sebuah postingan kepada Maya.
[Teman-teman, untuk sementara ospek malam ditunda terlebih dahulu karena suatu alasan. Dengar-dengar dari senior, ada yang melaporkan ke pihak jurusan. Jujur aja guys! Sesama angkatan akan saling melindungi!]
“Ini maksudnya nuduh kamu?” Maya bertanya dengan mimik wajah yang sedikit kesal.
“Apa iya?”
“Menurutmu gimana? Kamu tadi cerita masalah kamu dituduh ngelaporin. Mereka nggak nuduh kamu kan?”
“Tuhan, ini ngeselin sih. Asli,” keluh Daniar yang mulai merasa jengah menjatuhkan badan ke atas kasur.
“Temen-temenmu kenapa sih? Percaya gitu aja?”
“Nggak gitu. Sebagian emang nurut banget sama senior, ada yang bodoamat, ada juga yang Cuma nurut-nurut aja tapi tetap punya prinsip. Memang sih, kalau orang udah capek dirundung kayak gini, mau nggak mau orang bakalan nurut juga apa maunya perundung.”
“Alasan mereka ngadain acara kayak gitu apaan sih?”
“Nggak tahu. Katanya itu udah dari dulu ada. Dan katanya, tahunku lebih nggak garang daripada sebelumnya,” jawab Daniar.
Dalam hati Daniar sudah memastikan bahwa setiap angkatan akan selalu merasa bersikap lebih baik daripada angkatan sebelumnya.

Bình Luận Sách (411)

  • avatar
    Aulia pratiwiNikens

    sangat keren😍🤩

    26/06

      0
  • avatar
    AnjainiAndita

    sangat keren

    14/06

      0
  • avatar
    MeliaAmel

    bgusss crtanya

    18/04

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất