logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 18 Aku tahu perasaan itu

Riko pun kembali ke sekolah untuk menemani Feby yang tengah mengisi acara pensi. Entah mengapa ada sedikit rasa kesal saat ia melihat Stefan datang menemui Lira. Bukan perasaan cemburu, tapi lebih pada rasa kesal atas ketidak perdulian Stefan pada Lira. Pantas saja Lira merasa begitu kesepian meski telah berpacaran.
Setibanya di sekolah, Riko pun menunggu acara usai di depan aula. Pasalnya ia tak bisa lagi masuk karena tidak memiliki kepentingan apa pun di sana. Berbeda dengan tadi pagi, ia dapat di izinkan masuk karena menyusup di tengah wali murid yang datang ke siangan.
Riko pun mencoba menelpon Feby untuk memastikan keberadaannya.
[Halo bi, kamu di mana?]
[Halo beb, aku lagi makan batagor nih di pintu utara aula, kamu ke sini aja]
[Oh oke abang otewe]
Segera Riko menuju pintu utara aula tersebut. Benar saja Feby tengah asyik makan batagor di sana dengan beberapa teman panitia pensi.
"Bi, aku nungguin di depan aula, nggak bisa masuk soalnya," ujar Riko.
"Loh kok tadi pagi bisa masuk?" tanya Feby heran.
"Menyusup bi, hihihi," jawab Riko.
"Wah kecolongan nih anak keamanan," celetuk salah satu panitia.
"Ya elah gitu doang bro, gue kan cuman dokumentasi doang ngga ikut makan snack nya, sans lah yak," jawab Riko.
"Eh beb liat deh perform aku jadi tranding topik loh di fanpage sekolah kita, liat nih," Feby menubjukkan ponselnya
"Wahhh keren banget pacar abang ini, unchhh," Riko mencubit manja ke dua pipi Feby.
"Bubar yok bubar," beberapa panitia lelaki berseru saat melihat kebucinan Riko dengan Feby.
"Sirik aja lo," umpat Riko yang hanya di tanggapi Feby dengan senyuman.
"Eh kamu belum cerita soal kecelakaanny Lira kemaren, dia baik-baik aja beb?" tanya Feby.
"Baik kok, kemaren dari UGD aku nganterin pulang dia, eh kamu masih lama nggak ini pensinya?" tanya Riko menghindari pertanyaan Feby yang lain mengenai Lira.
"Enggak kok, ini udah beres tinggal kumpul buat evaluasi aja terus pulang deh," ucap Feby.
Sementara itu Stefan dan Lira di apartemen.
"Kamu tumben banget ke sini nggak bilang-bilang?" tanya Lira.
"Harusnya aku yang nanya kenapa ada Riko tiba-tiba di sini," jawab Stefan.
"Dia yang nolongin pas aku kemaren kecelakaan, dia yang anterin aku ke rumah sakit nganter aku ke sini, aku cuman minta tolong dia tebusin obat di apotek itu aja," ujar Lira menatap Stefan.
"Tapi kamu kan bisa hubungin aku, kenapa harus dia," ucap Riko sedikit meninggikan intonasinya.
Lira yang mulai terpancing emosi pun meremas obat yang ada di dalam paper bag lalu membuangnya dengan amarah.
"Lo mau tau kenapa gue hubungin dia dari pada lo? Riko meski dia punya pacar tapi dia lebih bisa di andelin dari pada lo sebagai cowok gue yang cuman dateng pas lo butuh doang, kenapa harus Riko? karna cuman dia yang peduli sama gue, lo lebih mentingin hangout sama temen lo maen futsal lah maen basket lah, ke gue apa? gue cuman jadi salah satu alasan lo saat lo udah bingung mau ngapain," bentak Lira.
"Jadi selama ini itu yang lo pikirin tentang gue?" tanya Stefan yang seketika berdiri.
"Lebih dari itu, dan sebelum lo ngedenger hal yang lebih buruk keluar dari mulut gue, mendingan lo pergi sekarang," usir Lira.
"Gue juga nggak butuh cewek modelan kayak lo, yang bisanya cuman cari perhatian orang seolah lu adalah orang paling sengsara di dunia," Stefan berjalan keluar dengan membanting pintu.
Lira yang amat tak tahan dengan sikap Stefan akhirnya memilih untuk menyudahi semua. Ia tersandar di sofa dengan air mata yang sudah tak bisa keluar lagi.
|
|
|
|
"Huft capek banget beb," ucap Feby yang tengah turun dari motor Riko.
"Capek apanya orang dari tadi duduk ngorok di belakang," ucap Riko menyindir.
"Ehehe, abisnya kamu empuk," ucap Feby melepas helmnya.
"Bi, udah malem ini aku kayaknya langsung pulang aja ya nggak mampir, nggak enak sama ayah ibu pasti udah tidur juga," ujar Stefan membantu Feby membawakan tas-tas peralatan pensinya ke depan rumah.
"Oh oke bebi, kamu langsung pulang ya? love you baby," Feby memeluk dan mencium pipi Riko.
Entah semenjak kapan Feby seberani itu mencium Riko. Riko pun membalas kecupan di dahi Feby dengan lembut.
"Love you too bi," Riko berjalan ke arah motornya.
Tak lupa lambaian tangan Feby mengayun di depan pintu. Senyum manisnya tak habis menghiasi wajah berserinya. Entah perasaan macam apa yang di rasakan Riko, setiap kali melihat kekasihnya itu melempar senyuman seolaj ada perasaan menyesal karena tak bisa menjadi sosok lelaki setia.
Riko mengendarai vespanya di temani lampu jalan yang temaram. Angin yang bertiup selalu membuatnya lebih tenang di banding harus berhadapan lama dengan Feby. Beberapa saat kemudian Riko teringat akan Lira. Ia meminggirkan motornya untuk menelepon Lira memastikan keadaannya. Namun tak ada jawaban dari Lira. Riko pun berinisiatif untuk mengantarkan makanan padanya.
Riko tak pernah merasakan sekhawatir ini pada seseorang kecuali Feby dan Lira. Meski Lira tak pernah menuntut apa pun pada Riko, namun perasaan bersalahnya menuntutnya untuk setidaknya peduli pada keadaan Lira.
Riko yang memang sudah di berikan akses untuk ke apartemen Lira dengan mudah naik dan menuju kamarnya. Beberapa kali Riko memencet bel namun tak ada jawaban dari Lira. Ia punmencoba membuka pintu dan ternyata tidak terkunci.
"Ra, lu udah makan belum..."
Riko terkejut melihat Lira yang tertidur di sofa dengan banyak perabotan berantakan di sana.
"Ra...Ra... lu kenapa? Stefan yang buat ini? Ra..." Riko mnggungcang tubuh Lira.
"Ko, lu ngapain ke sini?" tanya Lira setengah membuka matanya.
"Gue telponin lu nggak lu angkat, gue ke sini bawain lu makan," ucap Riko.
Lira langsung memeluk erat Riko seolah ingin menceritakan banyak hal padanya. Air mata yang tak mamou keluar sejak siang pun kini mengalir deras. Tangis Lira pun pecah di dekapan Riko.
"Nangis aja kalo lu mau nangis ya, tapi janji abis ini jangan nangis lagi," ucap Riko.
Riko memberikan waktu untuk Lira menangis di dekapan eratnya. Berharap tak ada orang yang mendengar tangisan pilu seorang wanita yang tengah bersedih kehilangan sesuatu.
"Ko, gu..gue sakit ko... gue nggak kuat, gu..gue cuman pura-pura baik-baik aja selama ini, ta..tapi nyatanya gue sakit ko.." ucap Lira dengan terbata-bata.
"Udah tenang ada gue di sini, gue nggak akan bikin lu sakit, gue janji," ucap Riko menenangkan.
Entah perasaan macam apa itu yang jelas Riko sedikit tenang saat mendekap tubuh wanita di depannya tersebut. Ia terus menepuk punggung Lira dengan tangan kanan mengusap kepalanya.

Bình Luận Sách (492)

  • avatar
    Ndrii

    ditunggu kelanjutan ceritanya yaa kaa😍 seruu bngeet😊, smpee kebawa suasana aku bacanya:)

    19/01/2022

      1
  • avatar
    HOMEGREA

    hidup adalah proses, dalam proses ada kenyataan yang terjadi kadang tidak sesuai harapan dan harus di jadikan pelajaran hidup, pelajaran hidup memberi pengalaman yang membuat kita bijak membuat keputusan yang tepat dalam memilih jalan terbaik untuk masa depan rumah tangga yang di idamkan.

    30/12/2021

      2
  • avatar
    Annisa Febri

    baguss dan menarik,karena mewakili hati seorang perempuan di sayang oleh pacarnya..dan tidak ada yang seperti dia

    22/12/2021

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất