logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 6 Diajari Sabar

When Ali bin Abi Thalib said : "Angin tidak berhembus untuk menggoyangkan pepohonan, melainkan menguji kekuatan akarnya.”
HERA🌈
Mobil yang dikendarai Aditia sudah sampai di depan gang jalan menuju kos Hera. Hera turun dari mobil, sedang Adit ia sudah keluar lebih dulu.
"Abang pulang aja, Hera gak papa kok, " ucapnya. Suaranya terdengar lemah.
"Tapi, abang mau nemenin kamu, Ra. Abang takut kamu kenapa-kenapa!" balas Adit, ia benar-benar sedang khawatir melihat kondisi Hera sekarang.
Tiba-tiba suara ponsel Aditia di dalam sakunya bergetar. Tanda ada sebuah panggilan masuk, ia mengangkat telpon itu, ternyata telpon itu dari orang kantor.
"Hallo?"
"Hallo," balas Aditia.
"Selamat siang Bapak Aditia, saya menerima pesan dari pownder perusahaan kita, dari bapak Adi sutomo bahwa bapak diminta untuk ke kantor sekarang juga, karena ada meting dadakan Pak, klaen kita dari singapura mempercepat jadwal kedatangannya, untuk meninjau projec yang sebelumnya kita sepakati, mohon kerja samanya, pak," ucap orang di dalam telpon.
Aditia menghela napas penjang, rasanya ia benar-benar tak ingin meninggalkan Hera, tapi mau bagaimana? Keadaan benar-benar harua memaksanya jauh dari adik kesayangnnya itu, "Baik, saya akan datang secepatnya," ucap Aditia, sembari memutuskan sembungan telpon yang masih terhubung.
"Telpon dari kantor bang?" tanya Hera.
"Iya Ra ... sebenernya abang gak pengen ninggalin kamu sendirian di sini,..." Belum selesai Adit bicara Hera memotong ucapanya lagi.
"Udah bang Hera gak papa, abang sendirikan yang bilang Hera harus kuat, meski dalam kondisi apa pun." Hera menyunggingkan senyum di sudut pipi tembemnya. Adit lagi-lagi menghela napas panjang, hari ini benar-benar hari yang berat dan menyakitkan bagi mereka berdua.
"Inget yah Ra, abang gak mau kamu sedih terus!"
"Ikhlasin ucapan orang-orang itu yah Ra! Meski itu sulit dilakuin, dengan begitu barulah kamu bisa kembali tenang dan bahagia."
Meski Adit tahu, bahkan dirinya sendiri pun masih belum bisa melupakan kejadian tadi. Adit memeluk Hera, sungguh sebagai seorang kakak ia merasa dirinya telah gagal membuat Hera bahagia.
"Makasih yah, bang," Hera kembali mengurai senyumnya, meski Adit tahu Hera memaksa dirinya untuk melakukan itu.
Aditia berlalu dengan mobil yang dikendarainya. Usai memberikan bungkusan yang tadi dimintai Aditia kepada pelayan kafe, Hera pun sudah masuk ke dalam kosnya. Hari ini, dia benar-benar malas untuk melakukan apa-apa. Ntahlah rasanya dia benar-benar hanya ingin sendiri saja hari ini, dan tak mau diganggu oleh siapa pun.
Hera merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Lagi, jelas saja buliran bening di sudut matanya yang sudah sejak tadi ia tahan untuk keluar, kini akhirnya berjatuhan membasahi pipi dan bantalnya.
"Cewenya jelek yah!"
"Jangan-Jangan itu ibunya?"
"Mungkin itu Ibunya tapi kok, bisa bikin anak sebagus itu!" Ucapan itu terbayang-bayang di telinga hera, ia benar-benar frustasi lagi kali ini. Atau mungkin, karena hatinya kaget, baru kali ini ada lelaki yang mengatainya seperti demikian.
Kali ini, bahkan tidak terdengar sedikit pun suara tangisan Hera. Kata orang "Saat seseorang menangis tanpa mengeluarkan suara lagi, itu bertanda bahwa sakit yang di alaminya benar-benar sudah menghancurkan hati dan mental, atau bahkan pikiran tenang yang sebelumnya orang tersebut miliki." Benar saja, Hera bahkan tak melakukan apa-apa lagi setelahnya.
Pukul 15.30 Hera sudah bangun dari tidurnya, kali ini ia menangis sampai ia tertidur, matanya sembab, bibirnya pun terlihat pucat.
Hera memasuki kamar mandi, mencuci wajahnya, sekaligus mandi, agar merasa sedikit lebih baik. Dari luar kamar mandi terdengar jelas nada dering ponselnya saat ada panggilan masuk. Ponselnya berkali-kali berdering. Namun, ia enggan mengangkatnya, lagi pun kini ia tengah berada di dalam kamar mandi.
Di layar ponsel milik Hera, tertera jelas tulisan 'Andin panggilan tak terjawab sepuluh kali.' Entahlah, hal apa yang ingin dibicarakan sahabatnya itu padanya, jujur saja, Hera benar-benar malas kali ini, untuk berbicara atau bahkan bertemu siapa pun.
****
Usai mandi Hera memakai piyama berwarana biru muda, yang menjadi favoritnya. Saat ia tengah menyisir rambutnya, tiba-tiba ia mendapati pesan masuk dari Aditia yang tertera jelas di layar ponsel miliknya, Hera lantas membuka pesan tersebut.
Bang Adit
[Ra, jangan lupa makan yah!]
[Abang gak mau kamu sampe sakit,]
[Inget Ra, semangat terus, abang cuma punya kamu di dunia ini, jadi kalau kamu sedih, rasanya dunia abang separuh juga ikut runtuh seketika.]
[Doain, yah, ra. Semoga proyek abang yang baru bisa sukses, dan nanti kita gak akan jalan-jaln di indonesia lagi, kita keluar Negri aja, di sana cogannya baik-baik kok,😁 gak akan berani ngomngin kamu yang enggak-enggak!]
[Nanti kalo mereka juga berani ngatain kamu, biar abang timpuk palanya pake tugu monas, biar dia kapok terus nangis deh😂]
Hera tersenyum membaca pesan-pesan abangnya, ntah bagaimana nanti nasibnya saat abangnya sudah beristri, Hera pastilah akan sangat merindukan hari-hari kebersamaan mereka berdua begitu pun Bang Adit juga pasti akan sama halnya.
"Abang bener, aku gak boleh terpuruk, kalo aku kaya gini terus, bukan abang aja yang sedih tapi ibu sama ayah juga ikut sedih di surga."
"Huuuuh" Hera menarik napasnya panjang.
"Andai keluarga gue utuh, pasti gue bisa jauh lebih teguh."
"Andai ada ibu di sini, pasti gue udah diberi banyak wejangan supaya bisa jadi wanita sesabar dan sehebat ibu."
"Andai juga ada Ayah, mungkin tidak akan lagi ada yang berani menghina anak gadisnya, karena pasti ia langsung menghajar habis-habisan orang itu, seperti waktu gue kecil dulu saat gue sering di bully." Hera tertawa mengenang kisah masa kecilnya itu.
"Dan syukurlah ada abang, ia bisa menjadi tempat berlindung gue yang paling aman, dan paling bisa nenangin gue, di saat sesulit dan bahkan sesedih apapun gue sekarang."
Hera memeluk foto keluarga besarnya, ia rindu sekali, ingin rasanya, jika kali ini orang-orang itu berada bersama di dekatnya. Pastinya ia akan merasa jauh lebih baik lagi dari sekarang.
"Allah juga tidak menguji manusia, melainkan untuk melihat seberapa sabarnya seseorang atas takdirnya, dan seberapa yakinnya seseorang, bahwa tidak ada ketetapan yang paling terbaik untuknya, melainkan ketatapan yang sudah diputuskan Allah."
(A Author)

Bình Luận Sách (150)

  • avatar
    Dumpchive

    keren + bagus banget cerita nyaa , alurnya juga ga mudah di tebak , salut dehh

    04/01/2022

      1
  • avatar
    AzrilHaikal

    seru kak

    07/08

      0
  • avatar
    Siti Nurhafiza

    seruuuuuuuuu

    07/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất