logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Narasi 03

Café Benedict pukul 06.35 PM
Kalya duduk sembari menyilang kaki menunggu kedatangan seseorang, Ia ayunkan kedua kakinya senada dengan tempo lagu yang tengah diputar, Senorita yang dinyanyikan Shawn Mendes feat Camila Cabello.
Pertemuan ini adalah pertemuan yang kesekian kalinya, ia bertemu dengan lelaki yang ibunya pilih untuk di jodohkan dengannya.
Ini bukan masalah Kalya yang tak mampu untuk mencari calonnya. YES, TOTALLY NOT. Kalya memang belum ada keinginan untuk menikah. Kalya bukannya membenci lelaki, sungguh. Justru ia sangat menyukai lelaki dengan tampang rupawan. Kalya hanya masih ingin meneruskan karirnya.
Namun, demi menghargai ibunya. Disinilah Kalya Haru berada, dengan outfit dress putih semata kaki yang ia tutup dengan jaket kain tosca, rambut caramel yang ia gerai serta sedikit bubuhan make up di wajahnya untuk menyempurnakan penampilan.
Kalya menyeruput milkshake stroberinya sembari membuka file dokumen di smartphonenya yang telah di kirimkan salah satu bawahannya. Dokumen berupa susunan acara dan total pengeluaran event di GOR Satria.
"Maaf, Kalya Haru anak Tante Helmi bukan?"
Sebuah suara asing menginterupsi kegiatan Kalya, spontan ia mendongak melihat lelaki di depannya. Kaos lengan panjang dan celana jeans hitam. Kalya mengangguk, "Kamu Raden Bayu anak Tante Sukma?"
Raden tersenyum kecil dan menarik kursi di depan Kalya, "Udah lama nunggu? Sorry, tadi harus ketemu klien bentar," ujarnya dengan suara khas orang kelelahan sembari menaruh smartphone-nya.
"Santai aja. Mau pesen apa? Biar gue pesenin." Kalya menaruh smartphone-nya dan beralih menatap sepenuhnya pada lelaki di depannya. Ada guratan kelelahan di wajahnya, bahkan kantung matanya tak bisa membohongi bagaimana lelahnya dia.
"Double esspreso aja," jawab Raden cepat.
Suara deritan kursi mewaliki jawaban Kalya, ia berdiri memesan minuman sesuai yang diinginkan Raden di kasir.
Setelah dua minggu, setelah percakapan diantara Raden dan Brahma. Raden bertekad akan menikah dengan Kalya, maksudnya ia mau memulai hal romansa dengan wanita pilihan kakak perempuannya dan Bunda.
Raden ingin membuktikan pada Ayahnya jika ia mampu membahagiakan Bunda dengan bertemu wanita yang Bunda inginkan. Meski jadwal kerjanya hectic setengah mampus ia merelakan waktunya. Raden tidak menampik, Kalya termasuk golongan wanita yang menarik, cantik dan cerdas.
Tak sampai lima menit, Kalya kembali duduk di depannya. Rambutnya sebahu dan wajah yang tidak terlihat lokal. Matanya tak terlalu besar dan sebenarnya ia lebih menyukai wanita berambut panjang.
"Berapa? Biar gue ganti," tukas Raden memecah keheningan.
Kalya menggeleng sembari tersenyum, "Gausah. Omong-omong kita belum kenalan secara langsung." Kalya mengulurkan tangannya yang disambut oleh Raden, "Kalya Haru Nasution, pemilik event and wedding organization, Pita Biru. Umur aku yah ... tiga puluh tahun," sambungnya dengan intonasi rendah di akhir kalimat.
Raden tertawa lirih mendengar nada ragu-ragu wanita di depannya saat mengucapkan umurnya, "Gue Raden Bayu Lesmana. Kerja di salah satu Farmasi Arsitek dan umur 28 tahun. Gue perlu manggil embak atau kakak?" tanyanya usil.
Kalya berdeham dan mengganti posisi duduknya, "nama aja, umur kita gak jauh amat kok." Raden mengangguk sembari menggumam dalam hati jika wanita di depannya sepertinya sukar diajak bercanda.
"Jadi, maaf kalo gue kesannya terlalu to the point. Kenapa lo mau datang kesini, Ra ... den?"
Raden meluruskan duduknya dan menatap bola mata Kalya, "because I want to get married, menikah dengan wanita pilihan Bunda." Senyuman miring tercetak di wajahnya.
Kalya mengangguk dan mencoba tidak peduli dengan senyuman lelaki berambut hitam legam yang sempat membuat nafasnya tercekat sekejap, "Udah berapa kali lo di jodohin?" tanyanya sembari menyeruput milkshakenya santai.
"Pertama kali."
Kalya terkesiap, kedua matanya membola tanpa aba-aba. Beruntung ia tidak tersedak, benar-benar bukan pertemuan pertama yang baik dan berkesan.
Raden terkekeh melihat reaksi Kalya, "Biasa aja deh."
"Oh maaf, kaget." Kalya ikut tertawa namun terkesan canggung, "umur kita udah gak lagi muda jadi gue harap lo jujur. Lo bakal terima perjodohan ini atau enggak?"
Ada sedikit ekspresi keterkejutan di wajah Raden. Baru saja Raden akan menjawab, namun terinterupsi oleh waitress untuk mengantar pesanannya.
"Woles aja, mbak. Gue emang mau married tapi gak terkesan terburu-buru juga. Nikmatin proses aja dulu, I mean let you and me know each other personally oke?" ujar Raden dengan nada yang tenang sambil meminum kopinya, "Sebut aja kita lagi mengetes satu sama lain, sesuai nggak sama kriteria masing-masing. Yaa, mungkin sekitar satu sampai dua bulan." Raden menggedikan bahu.
"Iya, gue emang serius dan mau nikah, tapi jika gue menerima perjodohan ini di awal dan di pertengahan gue gak cocok. Gue bakal berhenti dan lo juga harus melakukan hal sama juga ke gue, Ya."
Ada jeda dimana Kalya tengah mencerna ucapan Raden dengan baik kemudian mengangguk, ia berpikir tidak ada salahnya mencoba saran Raden toh tidak merugikannya dan tidak terkesan buru-buru. "Oke, Den. Eh, gue panggil pake mas ya karena kita berniat menjalin hubungan lebih."
Raden tampak berpikir kemudian mengangguk menyetujui, "by the way, ini bukan pertama kali lo di jodohin ya? Lo bener-bener gak basa-basi."
"Iya. lo udah cowo keempat yang gue temuin dan tiga cowo sebelumnya nyerah tengah jalan."
Raden mengangkat salah satu alis, "kok bisa?"
Kalya mengaduk milkshakenya menggunakan sedotan, "Mereka mundur pas tau alasan aku gak menikah sampai sekarang."
Kalya memastikan wajah lelaki di depannya menyiapkan diri melihat ekspresi ketika mendengar pernyataannya.
Kalya melipat tangan di atas meja dan kedua matanya menatap dengan intens wajah Raden Bayu Lesmana, "gue belum siap punya anak di umur gue yang gak lagi muda."
Respon lelaki sebelumnya memang tidak terlalu terpampang nyata menolak Kalya, mereka masih ngobrol asik dengan Kalya pasca ia mengatakan hal tersebut. Namun, Kalya yakin nilai dirinya di mata mereka sudah turun drastis dilihat bagaimana cara mereka menatap Kalya berbeda dari awal bertemu.
Jadi, Kalya sudah siap ditolak keempat kalinya.
Kalya menahan nafas menanti jawaban dan Raden justru memasang wajah yang masih sama seperti sebelumnya, tanpa ekspresi. "Emang kenapa? Itu kan pilihan hidup lo dan gue gak terlalu mempermasalahkannya," jelas Raden lugas.
Iyalah, gue gak masalah. Nikah cuma ngikut maunya bunda sama ayah.
Kedua mata Kalya membulat kaget. Raden tertawa renyah menyadarinya, "Biasa aja deh, Kalya. Gue emang pengen keturunan tapi kalau nanti calon istri gue belum siap bukan masalah besar juga. Bahkan kalo istri gue entar gak pernah siap sampe umur tiga lima lebih, gak masalah ngadopsi anak yang udah gedean."
"Lo emang beda dari lainnya." Kalya tersenyum kecil mendengar jawaban Raden seperti ada kelegaan di hatinya. Jika lelaki sebelumnya sudah menatap Kalya dengan mata meremehkan tapi lelaki di depannya berbeda, dia memang tidak menjelaskan dengan binaran mata namun dengan raut wajah datar, setidaknya ia tidak meremehkan Kalya.
Raden menyeruput kopinya, "Lo gak tanya kenapa gue gak nikah-nikah, Ya?"
"Wajar kan cowo di usia lo milih buat melajang dan mementingkan karir?" Kalya menaikan salah satu alisnya. Lelaki lumrah belum menikah di usia kepala tiga, berbeda dengan perempuan.
Raden tersenyum miring lalu mengangguk, "iya memang, but believe me everyones always has a reasons for what they do, right? Including me."
Kalya mengamati lelaki yang menggunakan kaos lengan panjang yang cukup mencetak bentuk tubuhnya. Kalya tidak buta ekspresi, sejak pertemuan di tiga puluh menit lalu Raden selalu menampakkan wajah yang santai, tidak banyak berkomentar, dan Demi Tuhan! Kalya sudah banyak menjumpai lelaki dengan senyuman setengah ikhlas tapi tidak ada yang semenggiurkan Raden Bayu Lesmana.
Kalya mengangguk memilih tidak menggubris lontaran kalimat Raden, ia lebih memfokuskan pikirannya. "Dulu lo kuliah dimana, Mas?"
"Gue kuliah di Universitas Teknik Yogyakarta." Raden mengambil kotak rokok yang tadi dibawanya, mengambil salah satu dan menyalakannya. "Gue bareng temen disana, awalnya random milih aja tapi lama-lama gue nyaman dan suka aja sama jurusan gue."
Oh, Mas Raden ngerokok juga toh. Gak masalah juga sih, dia beli pake duit sendiri.
Kalya mengangguk, "Karena lo suka gambar?"
"Gak paham sih, kenapa selalu ada aja statement anak arsitek selalu bisa gambar." Raden menggelengkan kepalanya sambil menghisap ujung nikotin dan menghembuskan asapnya, "Eh, lo gak ada masalah kan gue ngerokok? Reflek ini karena ada kopi."
"Gak masalah, disini juga ga ada larangan merokok."
"Gue biasa aja sih soal menggambar, bisa tapi bukan hobi," jawab Raden atas pertanyaan Kalya sebelumnya. "lo lulusan mana?"
"Aku ambil S1 Manajemen di UGM, terus lanjut S2 di Semarang."
Raden membulatkan mulutnya kagum dan memiringkan wajahnya dengan tangan bersedekap dada, "gue tebak deh pasti sering dapet judgement dari masyarakat karena otak seencer lo dan muka yang cantik tapi belum dapet cowo buat diajak nikah."
Kalya tertawa lebar sampai bertepuk tangan guna melampiaskan tawanya, "gue tebak pasti lo salah satu dari mereka."
"Hahaha. Gue dan temen-temen suka gosip juga kadang-kadang." Raden menghisap batang nikotin dalam dan menghembuskannya, "cowo kadang segabut itu kalo gak ada kerjaan, Ya, tapi kita gak separah cewe."
Kalya menyedot habis milkshake dan menilik jarum tangannya di sebelah kanan. Sebenarnya asik mengobrol dengan lelaki di depannya tapi besok ia ada meeting dengan pihak properti untuk salah event-nya bulan depan.
Kalya mengamati lelaki di depannya, mungkin Kalya berlebihan namun jujur ia baru pertama kali ngobrol tanpa ada judgement.
Raden tengah mengamati sekitar sembari sesekali menghisap rokoknya. Pipi raden tirus, memiliki kantung mata, hidungnya mancung, dan rambutnya yang berwarna hitam seolah menyempurnakan penampilan.
"Mas, gue pamit balik dulu ya. Besok pagi gue harus ngurus kerjaan." Kalya memasukkan smartphone-nya ke dalam tas kemudian membetulkan tata letak rambutnya dengan jari-jarinya.
Raden mematikan rokoknya, "gue minta nomor lo biar next time kita bisa jalan lagi." Kemudian mengulurkan smartphone pada Kalya.
"Bawa kendaraan?" tanya Raden.
Kalya mengembalikan smartphone Raden, "gue bawa mobil kok, duluan ya, Mas Raden." Raden mengangguk sambil mengambil bungkus rokok dan pemantiknya.
Keluar dari Café Benedict Kalya tersenyum kecil, ia berharap hubungannya kali ini berujung manis. Semua yang ada pada Raden Bayu Lesmana sangat tipikal Kalya.
Naïf. Kalya lupa selalu ada rasa kecewa di balik harapan setiap insan.

Bình Luận Sách (3)

  • avatar
    KeysaAmalia

    sangat baguss

    16/02/2022

      0
  • avatar
    Ferry Septiardy

    mantul

    25/01/2022

      0
  • avatar
    Setiawan

    bagus sekali

    25/01/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất