logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

THE SENSES

THE SENSES

devidasti


Chương 1 KKN DI TANAH SUNDA

Kisah ini berdasarkan kisah nyata yang Devina alami selama KKN di sebuah desa di wilayah kabupaten Bandung. Semua tokoh yang ada di dalam cerita akan di samarkan demi privasi. Kisah ini di tuliskan kembali dengan izin beberapa orang yang terlibat dalam cerita tersebut.
Devina kuliah di salah satu universitas swasta di Jawa Barat. Saat ia menuliskan kisah ini ia telah menjadi alumni, kisah ini terjadi pada tahun 2017 silam. Pada dasarnya Devina bukanlah asli orang sunda, jadi mohon maaf jika dalam penulisan terdapat kesalahan pemilihan kata dan lain-lain. Ambil hikmah dari semua kejadian, karena semua sebab pasti akan ada akibat yang akan di dapat.
Terimakasih desa X kabupaten Bandung Jawa Barat.
Devina tinggal sejak SMA mengikuti orang tuanya di Jawa Barat. Bertahun-tahun tinggal tetap saja ia tidak terlalu bisa bahasa sunda yang halus, pasalnya kebanyakan pendatang selalu diajarkan bahasa daerah yang kasar-kasar.
Tiba di semester tujuh perkuliahannya, Devina mendapat tugas untuk menjalani Kuliah Kerja Nyata atau yang sering di sebut dengan KKN. Antusias yang awalnya sangat ia harapkan menjadi sebuah pengalaman menyenangkan ternyata mendatangkan malapetaka yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Hari di mana pembagian kelompok KKN tiba dan semua mahasiswa di kumpulkan di aula yang terdapat di tengah kampusnya. Seingat Devina ada hampir 32 kelompok saat itu yang dibagi dari kampus, setiap kelompok terdiri dari 13 mahasiswa. Satu kelompoknya terdiri dari 3 jurusan yang kebanyakan adalah laki-laki, perempuannya paling hanya 3 orang dalam 1 kelompok.
Saat itu Devina mendapatkan kelompok 23, dan dari 13 orang itu yang ia kenal hanyalah Dela anak jurusan lain yang satu gedung kuliah dengannya, selebihnya ia berkenalan di saat itu.
"Hai kenalin aku Reno," ucap salah satu laki-laki berawakan tinggi kurus.
Satu persatu mereka pun mengenalkan diri masing-masing. Panitia KKN yang terdiri dari puluhan dosen memberikan sedikit pengarahan serta waktu bagi kami untuk menentukan struktur anggota di dalam kelompok.
"Nggak ada yang mau mencalonkan diri nih? gimana kalo Udin aja, dia kan anggota disiplin kampus," ujar Reno mencalonkan Udin.
Udin pun tak bisa menolaknya karena memang ia lebih terlihat meyakinkan untuk menjadi seorang pemimpin meski tidak terlalu banyak bicara.
"Oke kan ini di kasih waktu cuman 30 menit ya, gimana kalo kita bikin grup aja di wa, biar nanti kita bahas di sana," ujar Devina menyarankan.
Saran Devina pun di iyakan oleh seluruh anggota kelompok. Jadi waktu yang seharusnya untuk berdiskusi mereka habiskan untuk saling mengenal satu sama lain.
Diumumkan juga bahwa akan ada survei ke desa tersebut sebelum KKN di laksanakan pada tanggal 1 agustus 2017.
Dari awal Devina berada di kelompok ini memang selurug anggotanya tampak begitu malas, hanya sekadar untuk berangkat survei pu tak ada satu pun yang menawarkan diri untuk mengikuti survei itu, jadi terpaksa juga Devina yang harus berangkat. Karena memang Devina yang terbilang aktif dan cukup famous di akademisi kampus.
"Dev, berkabar di grup ya kalo udah survei ntar," ujar Niko.
Devina hanya mengangguk tanpa menjawabnya. Sebenarnya urusan begini ia tak begitu tertarik untuk berpartisipasi, namun bagaimana pun juga ia adalah bagian dari kelompoknya. Semangatnya masih membara tatkala mengingat bahwa ia akan KKN bersama Reyhan pacarnya. Hanya saja kelompoknya berbeda dengan Reyhan kala itu.
Hari berlalu dan tibalah pada hari survei tersebut. Devina berangkat bersama Reyhan yang kebetulan dia adalah ketua kelompok di kelompoknya.
"Lah kamu sendirian yang berangkat?" Tanya Rey.
"The best group ever baby" jawabku meledek.
"Parah banget sih ketuanya malah nggak ikut," ucap Reyhan.
Di halaman parkiran kampus telah berjajar puluhan motor mahasiswa yang akan mengikuti survei tersebut. Mereka pun berangkat dari kampus pukul tujuh pagi dengan berboncengan masing-masing. Kebetulan Reyhan yang mengetahui pasti arah menuju desa tersebut memilih berada di paling belakang memastikan tak ada yang tertinggal atau salah jalan.
"Loh kok pada nepi beb," ujar Devina.
"Nggak tau, capek kali," jawab Reyhan.
Di tengah perjalanan tiba-tiba ada tiga motor di depan meraka meminggirkan motornya kekiri dan saling tanya satu sama lain. Mereka tidak yakin akan jalan yang di ambil, dan memilih menunggu satu sama lain.
"Kenapa minggir?" tanya Reyhan.
"Ini nih belokannya ke kiri apa ke kanan Rey?" tanyanya.
"Ya elah, dari sini lurus ntar pertigaan ke dua belok kanan," jawab Reyhan.
"Ya udah lu di depan lah, pelan-pelan ya," ujarnya.
Akhirnya Reyhan pun berada di barisan paling depan untuk mengarahkan teman-teman lainnya. Di karenakan jumlah mahasiswa yang akan mengikuti KKN lebih dari 500 mahasiswa, pihak kampus pun membagi mereka ke dua desa terdekat di sana.
Sesampainya di desa luar setengah dari rombongan survei mereka pun memisahkan diri masing-masing untuk mencari rt setempat. Devina dan Reyhan yang memang mendapatkan desa dalam akhirnya melanjutkan perjalanannya.
"Kamu kenapa?" tanya Reyhan yang menyadari Devina sedikit memeluk lebih erat.
"Oh nggak kok, cuman dingin aja," jawabnya.
Perasaan Devina yang sedikit aneh ketika melalui desa tersebut, membuat Reyhan sadar jika pacarnya itu sedang tidak baik-baik saja. Devina memperhatikan tiap rumah hampir semua memiliki pekarangan untuk menanam daun bawang. Semerbak tercium bau daun bawang yang menambah dingin suasana dataran tinggi tersebut.
Akhirnya kelompok desa dalam sampai di desa tersebut sebelum dzuhur. Sudah terlihat beberapa mahasiswa yang duduk di depan warung untuk sekedar memesan kopi dan gorengan.
"Hai Fan, ikut juga?" sapa Devina.
"Hai dev, iya nih aku udah dari pagi di sini tapi kordes nya gak dateng-dateng juga," jawabnya kesal.
Kordes adalah koordinator desa yang ditunjuk dari kampus sebagai ketua KKN mereka tahun ini. Ada dua kordes yang ditunjuk dan salah satunya di desa yang akan ku tempati ini.
"Dev dzuhur dulu yuk, lama banget kordesnya," ajak Fani.
"Iya nih aku juga kebelet pipis dari tadi," jawab Devina.
Setelah bertanya ke salah satu perangkat desa yang berada di sana, mereka pun berjalan ke arah mushola kecil yang terdapat di belakang kantor desa. Devina memperhatikan setiap sudut mushola tersebut yang terletak di atas. Tangga kayu yang terlihat lapuk menambah kesan merinding saat itu.
"Heh Dev, malah bengong, aku udah wudhu sok giliran kamu, aku naik duluan ya," ucap Fani.
"Eh tunggu tunggu Fan, tungguin aku sebentar kok," ujar Devina segera masuk ke dalam kamar mandi.
"Iya udah cepetan dingin ni nggak kuat," ucap Fani.
Air khas pegunungan terasa sangat dingin menusuk pori-pori kulit. Sudah tak terdengar lagi suara Fani yang tadi terakhir kali mengiyakan untuk menunggunya. Saat Devins keluar memang benar Fani sudah tidak ada di sana, ia sudah naik duluan ke mushola itu. Dengan sedikit berjinjit Devina berjalan menuju mushola itu. Suara decitan kayu menakutkannya jika sewaktu-waktu bisa rubuh karena tak mampu menopang berat tubuhnya.
Saat Devina masuk ke dalam mushola tersebut ia menatap sekitar untuk mencari letak mukena. Mushola itu tidak terlalu besar, mungkin jika di penuhi hanya muat sekitar seuluh hingga lima belas orang saja. Tiap langkah Devina menimbulkan suara denyitan kayu yang bergesekan. Di lihatnya Fani telah solat terlebih dahulu mungkin sekarang sudah raka'at ke tiga. Devina mulai solat di sebelah kiri Fani tepat di samping jendela sejajar dengan pintu masuk di sebrang kanan.
"Samiallahhu liman hamidah,"
Ddddeeegggg
Raka'at ke tiga saat Devina berdiri terasa ada kibasan mukena dari arah belakangnya. Seketika konsentrasinya memudar di iringi keringat yang tiba-tiba menetes di tengah dinginnya hawa di sana.
"Allahuakbar,"
Hingga raka'at terakhir akhirnya Devina menyelesaikan solatnya. Di carinya keberadaan Fani yang ternyata ada di pojokan belakang tengah berkaca.
"Kalau ada orang harusnya masuk dari arah kanan sana, tapi nggak ada siapa-siapa," batin Devina.
"Kenapa Dev, kok pucet gitu mukanya?" tanya Fani.
"Oh nggak, cuman dingin aja," jawab Devina.
Hal yang baru saja Devina rasakan tak langsung di ceritakan pada Fani. Ia pun menghampiri Fani untuk segera bergabung kembali dengan teman-teman lain di desa.
Saat tengah berjalan menuju lapang desa, seorang perangkat desa menawarkan kami untuk beristirahat di ruangan yang di sediakan untuk tamu.
"Neng kalo mau nunggu di dalem boleh, dari pada di warung, di sini bisa tiduran di sofa itu," ujarnya.
"Wah makasih banyak pak," ucap Devina dan Fani.
Mereka pun menghabiskan waktu menunggu korder dengan mengobrol dan sesekali menengok ke arah warung tempat mahasiswa lain menunggu. Memang saat survei mayoritas mahasiswa lelaki yang datang, karena kelompok Devina tak ada satupun yang mengajukan diri akhirnya Devina yang pergi. Berbeda dengan Fani yang mengikuti survei karena pacarnya yang mengajaknya.
Hingga jam tiga sore kordes tak kunjung datang, kekesalan Devina sedikit terobati ketika terdengar suara alat musik sunda yang sangat ramai dari arah lapangan desa.
Kesenian sunda itu sering di adakan saat ada hajatan khitan. Seorang anak lelaki di naikan di atas boneka singa sembari berjoget ria. Pandangan Devina teralihkan pada kerumunan warung tempat teman-teman lain berkumpul.
"Fan itu udah dateng keknya si Rizki, yuk ke sana," ajak Devina pada Fani.
Tanpa basa-basi Rizki segera memberi memberi tahu bahwa penentuan homestay berdasarkan kocokan saja, dan ia pun membuat kocokan mirip arisan dengan nomor rt nya sebagai penentuan homestay mereka. Semua kelompok yang sudah mendapat nomor rt langsung membubarkan diri dan berangkat masing-masing ke homestay nya.
"Apa-apaan ini, kok nomor rt ku ga ada di daftar, jangan gitu lah kita sama-sama nunggu dan sama-sama survei loh," aku dengan marah-marah dan lelah waktu itu.
"Mm ya udah ini deh, kamu ke rt 5 aja ya, ini masih belum ada yang dapet," ujar Rizki membuka catatannya.
"Gak fair banget," ujar Devina sedikit menatap kesal.
"Udah udah mending ke rt ku dulu aja ini ke arah ujung desa soalnya," ucap Reyhan menarik tangan Devina.
Mereka pun akhirnya sepakat mencari rt Reyhan terlebih dahulu. Karena rt yang di maksud terletak di ujung desa, maka mereka harus menyusuri desa tersebut. Lama mereka menyusuri jalan hingga Devina merasa heran dengan jalan yang semakin di lewati semakin tak ada habisnya.
"Beb, kayaknya kita kejauhan deh, coba tanya warga," ucap Devina.
"Oh iya ya, bentar kita tanya,"
bersambung...

Bình Luận Sách (193)

  • avatar
    ramadaniAlya

    lanjut kk

    04/08

      0
  • avatar
    fitrianihestiani20

    keren

    18/07

      0
  • avatar
    ToroBejo

    bagus sekali

    15/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất