logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

05. Dunia dibalik sumur

"Assyifa Kusuna! Aku membawa beberapa cemilan kesukaan kamu!"
Suara Marcel menggema dikamar Assyifa, laki-laki surai hitam itu masih berusaha menghibur cinta pertamanya dengan sabar. Tangan Marcel memegang banyak manisan seperti permen, coklat dan kue kue kering kesukaan Assyifa.
Meski repson yang dia dapat hanya lirikan dari si gadis bermata biru ini, dia tetap merasa senang setidaknya Assyifa saat ini duduk didepan meja rias untuk merapihkan rambutnya sendiri setelah dua minggu hanya diam dikursi dan kasur saja.
"Lihat! Aku bawa kue salju dan kue cucur kesukaan kamu." Kata Marcel, dia menaruh kue salju dan kue cucur diatas meja rias Assyifa.
"Ya, terima kasih." Assyifa membalas, tangannya masih sibuk menyisir.
Marcel tersenyum kecil mendengar responnya, semakin hari sikap Assyifa dan Hikari semakin mirip, hanya warna rambut yang bisa membedakan mereka berdua. "Gimana tidurnya semalam? Kamu gak mimpi aneh-aneh kan?" Tanya Marcel.
Assyifa menggeleng, "Aku mimpi masuk kedalam sumur saja."
Tak! Marcel menyentil dahi Assyifa, "Itu mimpi buruk, aku sudah bilang disumur itu tidak ada apa-apa. Aku sudah mengeceknya berkali-kali, saudarimu sudah dikuburkan dimakam sana." Kata Marcel.
Dahi Assyifa mengernyit, "Aku akan pergi kesumur nanti malam." Katanya.
"Buat apa? Lebih baik kamu jaga diri kamu, disana seram! Bagaimana kalau pergi ke pasar malam aja?" Tawar Marcel yang dijawab gelengen oleh Assyifa.
"Aku akan kesana."
Marcel mengehela nafas sudah berkali-kali seperti ini akhirnya dia sendiri tidak tahan, tangannya memegang bahu Assyifa kuat-kuat, tatapannya tajam sedikit sendu menatap mata biru didepannya. Assyifa mencoba melepaskan tangan Marcel dari bahunya namun nihil tenaga Marcel lebih kuat, "Kak–"
"Assyifa, ayo belajar ikhlaskan saudari dan ibumu. Ini memang berat, tapi disini masih ada aku dan ayahmu. Kami disini ingin kamu kayak dulu lagi, Assyifa." Diawali oleh namanya dan diakhiri pula oleh namanya, kalimat Marcel menyentuhnya, si gadis yang menahan rasa rindunya ini menangis, takut serta sedih akan kepergian orang-orang yang dia sayangi.
"Aku rindu ibu dan Hikari..." Ujarnya.
Sudah tidak tahan Marcel melihatnya, dia berakhir memeluk tubuh Assyifa kuat, membiarkan isak tangis terdengar tepat disamping telinganya. Bahunya kuat menahan kepala sang gadis yang dicintainya, "Keluarkan saja." Katanya.
Tangisannya semakin meledak saat dua kata itu terucap, "Aku mau sama mereka lagi! Kenapa harus mereka mati? Kenapa bukan aku?!"
"Kalau aja aku lebih cepat menolong Hikari pasti gak bakal begini!" Lanjutnya.
Marcel tidak mengatakan apapun selain mendengarkan, Herman yang mendengar putrinya menangis ikut panik, dia berlari kekamar anaknya. Melihat si sulung dipeluk oleh anak laki-laki, dia menarik kerah Marcel dan mendorongnya sampai jatuh, "Kamu apakan anak saya, Marcel?!"
"Saya ingin menenangkannya!" Kata Marcel.
"Sudah! Pergi dan jangan kembali dalam seminggu kedepan!" Seru sang ayah. Marcel mencoba menjelaskan, "Dia butuh pergi keluar pak! Saya gak mau dia terus menerus dikurung dalam kamar yang penuh kenangan ini!" Balas Marcel.
Bugh! Satu pukulan melayang, ayahnya kembali main tangan. "Diam kamu! Cepat keluar! Biarkan anak saya disini! Disini aman!" Hardik Herman pada Marcel.
"Pak! Assyifa itu butuh pelukan! Dia gak pernah nangis bukan berarti dia kuat!" Seru Marcel.
"Ayah... Udah, gak perlu pukul lagi, aku nggak apa-apa! Aku lagi mau sendiri aja!" Kata Assyifa. Ayahnya menepis tangan anaknya, membuat anaknya kembali mundur ke arah jendela dekat meja rias.
Marcel sibuk menjelaskan soal apa yang harus dilakukan seorang ayah, tapi Herman tidak kunjung mendengar penjelasan Marcel dan malah sibuk memberi bogeman pada anak itu.
Serangan panik Kembali datang, Assyifa yang melihat adegan kekerasan berlari keluar melalui jendela kamarnya karena takut, dia berlari menuju sumur tempat Hikari menghilang. Sumur yang berada disamping rumahnya itu dia buka kembali.
"Assyifa kembali kesini!!" Seru sang ayah.
Marcel bergegas menyusul, dia panik melihat Assyifa sudah membuka tutup sumur, "Assyifa mundur dari sana!! Jangan berani-beraninya loncat! Mundur dari sana!"
Tidak digubris dengan baik, Assyifa benar-benar melompat kedalam sumur dengan Marcel yang menjadi pemandangan terakhirnya. Sudah terlambat bagi Marcel untuk menyelamatkan Assyifa, dia mau tidak mau ikut masuk kedalam.
"Assyifa!" Teriak Marcel.
Tidak ada lagi yang dia dengar selain teriakan ayah dari Assyifa, Marcel melompat kedalam sumur juga tapi anehnya sumur ini seperti tidak memiliki ujung, dia mulai panik saat tidak adanya air dalam sumur ini.
'Kemana semua airnya?! Sumur ini seharusnya masih bisa diambil airnya!' batin Marcel.
Rasanya aneh makin lama ada udara yang dingin yang menusuk kulitnya seakan ada salju disana, ada cahaya juga disana, "Assyifa! Kamu ada disana?!" Seru Marcel yang mengira itu adalah ujung dari sumur.
Tapi siapa yang menyangka dia malah terlempar keluar dari sumur lagi, namun dengan keadaan sekitar yang bersalju. Dingin langsung menusuk kulitnya, Marcel hanya memakai baju kemeja tipis yang dipakainya untuk bekerja dan sekarang dia ada ditengah hutan bersalju.
Buru-buru dia berdiri merapihkan bajunya yang agak basah terkena salju cair, sakit diwajahnya seakan hilang tergantikan dengan rasa shock dan takjub, "Dimana ini?" Gumamnya.
Ingatannya kembali pada Assyifa yang menghilang, dia memperhatikan daerah sekitarnya, melihat apakah ada jejak kaki disini. Lumayan mudah untuk menemukan jejak kaki di salju tebal, buktinya dia langsung mengarah ke bekas pijakan kearah hutan pohon pinus.
"Assyifa kamu dimana? Dengar aku?! Kita bicarakan ini baik-baik!" Panggil Marcel. Dia mengikuti jejak dan menemukan seseorang dengan baju piyama berwarna ungu didekat pohon pinus.
"Assyifa kamu gak apa-apa?" Tanya Marcel, dia menghampiri Assyifa, badannya menggigil kedinginan. Dengan sigap Marcel memberikan kehangatan lewat pelukan, tidak ada sesuatu yang bisa mereka pakai untuk menghangatkan diri disini selain satu sama lain.
"A-aku denger suara... Dari sana..."
Jari telunjuknya menunjuk ke arah sebuah gua besar, memang terdengar ada sebuah suara disana, seperti hiruk pikuk keramaian. "Ya sudah ayo kesana." Kata Marcel.
Langkah kaki mereka berjalan mendekati gua, suaranya semakin keras, terasa seperti ada kehidupan kota didalam gua sana. Gua itu gelap dan mereka tidak pakai alas sama sekali, rasa dingin yang menusuk sampai kulit mereka rasakan.
Batu-batu beku ini membuat suhunya semakin mendingin dan medan yang dilalui jadi licin, mereka hampir saja terpeleset disana. "Suaranya ramai... Kayak pasar." Gumam Assyifa.
Marcel mengangguk, "Iya, apa ada pasar ditengah gua dingin begini...?"
Karena gelap Marcel dan Assyifa harus lebih berhati-hati, takut ada batu tajam didekat mereka atau lapisan es yang membuat batunya licin.
"Sepertinya Hikari ketempat ini juga karena itu mayatnya gak pernah ditemukan...", Pernyataan yang dilontarkan bisa saja benar, mereka sendiri masuk ke dunia ini lewat sumur. Itu berarti Hikari juga demikian.
Pada akhirnya diujung gua sana, Assyifa dan Marcel melihat cahaya yang terang seakan sedang musim semi. Bingung rasanya, mereka tiba-tiba ditempat seperti ini dan sekarang melihat ada dua musim yang berbeda dalam satu waktu.
Suhu juga semakin hangat, tubuh mereka sudah tidak menggigil lagi, sekarang tergantikan bau harum bunga dari ujung gua sana.
Saat sampai diujung gua, mereka menganga melihat sebuah desa yang tidak jauh dari gua tempat mereka berdiri. Disinikah tempat keberadaan Hikari berada? Assyifa dan Marcel masih mencerna apa yang terjadi disini, mereka masih belum percaya apa yang mereka lihat.
Benar-benar dunia dibalik sumur.

Bình Luận Sách (27)

  • avatar
    AdharaRevani

    bagus sekali aplikasi ini sangat menguntungkan

    29/05

      0
  • avatar
    IrwansyahSalsabila

    cerita bagus dan menarik

    19/03

      0
  • avatar
    Cikal baihaqiGalih

    bagus

    13/03

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất