logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

03. Percobaan pembunuhan

Sampai ditoko buku mereka sibuk mencari buku yang mereka minati, Assyifa pergi ketempat alat tulis dan alat melukis sementara Hikari pergi ketempat buku dengan angka didalamnya. Saat Hikari mengambil satu buku ada tangan yang juga mengambil buku itu, ah ini potongan scene dalam novel yang dia baca.
Mata mereka beradu, mata hitam dan mata biru itu saling menatap. Merasa agak malu karena satu sama lain terpesona dengan parasnya, Hikari mundur dan bersikap hormat, "Saya akan mencari buku yang lain, silahkan diambil." Kata Hikari lalu pergi.
"Terima kasih... Nona?"
"Panggil saja Hikari." Balas Hikari, dia buru-buru pergi meninggalkan lawan jenis yang masih terpesona itu sendiri.
Hikari pemalu jika berhadapan dengan lawan jenis, berbeda dengan Assyifa yang blak-blakan akan mengajak lawan jenis berbicara, karena hal itu lah Hikari berlari menghampiri Assyifa, "Assyifa, ayo cepat pulang." Kata Hikari.
Assyifa kebingungan dengan tingkah adiknya, "Kenapa? Kamu kan belum beli buku sama sekali, aku juga belum lihat-lihat yang lain."
"Ayo pulang saja, aku takut ayah sudah pulang." Pintanya.
Assyifa mengiyakan meskipun kebingungan, mereka tidak jadi berlama-lama ada ditoko buku itu dan pamit pada penjaga toko yang tengah bekerja dikasir. Diperjalanan Hikari terus menunduk dia gugup, "Kamu sakit?" Tanya Assyifa.
Hikari menggeleng, "Bukan, tadi ada laki-laki yang terlalu dekat denganku."
Assyifa tertawa mendengar itu, "Kamu takut dipegang oleh laki-laki?"
"Iya... Laki-laki menyeramkan, seperti ayah." Balas Hikari.
Assyifa merangkul adiknya, dia tersenyum menenangkan sang adik yang memang sedikit skeptis terhadap lawan jenis. "Tenang-tenang aku disini!" Kata Assyifa.
Hikari balik tersenyum kecil, "Terima kasih, Assyifa."
Hari masih siang dan mereka harus pulang karena Hikari yang meminta, rel kereta saat itu sepi seperti tidak ada kereta yang akan lewat, suara rumput juga berbunyi karena asik bermain dengan angin.
Rasanya begitu tenang dan sunyi sampai tidak menyadari ada beberapa orang yang mengintai mereka. Semakin mereka dekat dengan rumah, semakin mereka dekat dengan sesuatu yang menunggu didepan sana.
"ITU DIA! Tangkap dan bunuh anak kembar itu!"
Suara teriakan seorang laki-laki terdengar dari arah belakang, si kembar menoleh dan melihat sekumpulan laki-laki dengan masker hitam diwajahnya berlari mengejar mereka sambil membawa celurit.
"HIKARI LARI!" Seru Assyifa.
Laju lari Assyifa lebih cepat dari Hikari jadi Assyifa mengambil beberapa batu yang ada didekat rel dengan cepat dan melemparnya kearah orang-orang bermasker. "TERUS LARI! TINGGALKAN SAJA AKU!" Katanya.
Assyifa tau ini pasti suruhan musuh ayah mereka dalam bisnis, hubungan bisnis ayahnya dan seorang pebisnis tidaklah berjalan mulus dan akhirnya saling membenci. Entah tebusan berapa yang akan diminta nantinya, Assyifa tidak perduli yang penting adiknya selamat.
Mereka berdua terpisah, Hikari berlari lurus menelusuri rel kereta dan Assyifa berbelok ke arah hutan yang rindang, berniat membuat para pesuruh bisnis itu tersesat dihutan yang sudah dia hafal jalurnya.
"Kejar mereka dan bunuh!" Seru pemimpin mereka.
Rasanya menegangkan dikejar orang-orang gila yang dibayar untuk membunuh seseorang, Assyifa berharap Hikari baik-baik saja. "Ya Allah jagalah adikku." Gumam Assyifa.
"Jangan kabur kamu sialan!" Teriakan orang asing itu membuat kakinya semakin bergerak cepat menjauh. Dress yang dia pakai sudah robek dibagian bawah karena tergores ranting, sesekali juga roknya tersangkut pada dahan pohon.
Srek! Gaunnya ia robek jadi lebih pendek, dia melompat ke semak belukar agar para pembunuh itu tidak melihat dia. Mulutnya ditutup rapat, nafas diatur sepelan mungkin, agar tidak ketahuan dia juga menyelimuti tubuhnya dengan daun.
'Kenapa begini?! Sebenarnya apa yang ayah telat lakukan sampai seperti ini?!' batin Assyifa. Dia marah pada sang ayah, bisa-bisanya membuat keluarganya dalam bahaya.
"Kemana anak tadi? Cepat cari disekitar sini!"
Ada sekitar empat orang yang mengejarnya sampai kedalam hutan ini, mereka semua memakai masker dan bertubuh agak kekar. Seram, satu kata untuk mereka, kaki dan tangan Assyifa sudah bergetar hebat karena takut ketahuan.
Pertama kalinya dalam hidup dia setakut ini, dia takut kehilangan keluarganya terutama sang adik. Dia harus tahan berada disemak-semak ini sampai mereka pergi, robekan bajunya juga ditemukan oleh para pembunuh itu.
"Kemana anak si brengsek itu?! Dia cepat juga!" Gerutu salah satu pembunuh. "Jangan banyak babibu!! Cepat cari lagi yang benar!" Perintah si pemimpin.
"Siap!!"
Pelan-pelan Assyifa keluar dari semak belukar, dia bersembunyi dibalik pohon besar untuk mengintai apa yang dilakukan para pembunuh itu. Saat melihat kesempatan bagus dia berjalan tanpa bunyi dengan kaki telanjang tanpa alas.
Berjalan dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara membuatnya berhasil keluar dari hutan dan pergi berlari menuju kota untuk meminta bantuan, rasanya sedikit lega sudah berhasil keluar dari hutan.
"Tolong! Ada yang mau membunuhku! Tolong aku!!" Seru Assyifa.
Kakinya berdarah karena krikil dihutan dan dibebatuan dekat rel kereta, tapi tidak masalah dia harus buru-buru mencari bantuan untuk adiknya. "Tolong ada pembunuh!!" Teriaknya.
Tidak tahu mau kemana, dia akhirnya kembali ke toko buku dengan baju compang-camping, orang-orang menatapnya aneh dan khawatir, "Kamu tidak apa nak?" Tanya seorang kakek.
Assyifa memegang bahu orang yang menanyakan keadaannya, "Tolong aku! Ada pembunuh yang mau membunuhku dan adikku! Adikku sedang dikejar oleh para pembunuh itu!"
"Ayo coba periksa, beritahu kami dimana tempatnya." Kata seorang polisi yang sedang berpatroli, "Disana! Dekat rel kereta!"
Dengan sigap polisi dan beberapa warga pergi ke tempat kejadian dengan membawa beberapa barang untuk dijadikan senjata, Assyifa menangis tidak berhenti. Beberapa warga menenangkannya dengan membelikannya teh botol.
"Nak, saudarimu pasti selamat." Kata seorang ibu-ibu sambil mengelus punggung Assyifa.
Suara sesegukan keluar dari mulut si gadis mata biru ini, si pemilik toko buku yang sudah familiar dengan si kembar membiarkan Assyifa masuk dan duduk dikursi kasir. Pikiran Assyifa sibuk meracau soal adiknya, apakah dia selamat? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sampai ke rumah dengan aman?
Tiba-tiba seseorang menghampiri Assyifa dengan khawatir, "Kamu yang tadikan?"
Oh dia tau siapa orang yang menghampirinya ini, dia si laki-laki toko buku yang dimaksud Hikari. "Bukan, itu saudariku..."
"Apa yang terjadi disini paman setiawan?" Tanya laki-laki tersebut pada pemilik toko buku.
"Assyifa bilang kalau dia habis dikejar pembunuh bersama saudarinya, warga dan polisi tengah mencari tau disekitar tkp, Ali." Jelas si pemilik toko. Laki-laki bernama Ali itu tersentak, dia duduk disamping Assyifa dan memeriksa keadaannya, "Kakimu berdarah, jangan dibiarkan nanti bisa infeksi." Kata Ali.
"Paman, tolong ambilkan sebaskom air, perban dan betadine." Pinta Ali, Pak Setiawan pergi mengambil barang yang disebut Ali si calon dokter.
"Saya harap saudari kamu baik-baik saja, karena saya ingin mencoba berteman dengannya... Kalau boleh tau siapa namamu dan saudarimu?" Tanya Ali.
"Saya Assyifa Kusuna, saudariku Hikari Kusnimi." Jawab Assyifa.
"Nama yang indah, sama seperti orangnya" Kata Ali.
Assyifa tidak bisa berpikir hal lain selain adiknya, dia khawatir adiknya terluka atau bahkan... Yah kalian tau, mereka mengincar nyawanya dan adiknya. Masalah bisnis adalah masalah terburuk yang pernah terjadi dalam hidup si kembar cantik ini.

Bình Luận Sách (27)

  • avatar
    AdharaRevani

    bagus sekali aplikasi ini sangat menguntungkan

    29/05

      0
  • avatar
    IrwansyahSalsabila

    cerita bagus dan menarik

    19/03

      0
  • avatar
    Cikal baihaqiGalih

    bagus

    13/03

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất