logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

SWEET FAMILY

Setelah menghabiskan hampir satu jam makan siang yang penuh kecanggungan, Arez lantas membawa Rania ke suatu tempat. Sekarang mereka telah sampai di sebuah rumah mewah bergaya Rusia dengan eksterior khas dari ukiran rumit bergaya baroque yang kental menyajikan pemandangan elegant.
Mata Rania hampir melotot, mulutnya bahkan menganga, tak sedetik pun ia mengalihkan tatapannya dari pemandangan mengagumkan di depannya. Rumah megah itu dikelilingi oleh kolam alami dan tanaman rambat yang berada di hampir semua sisi rumah hingga mempercantik tampilannya. Luar biasa.
“Kita di mana?” tanya Rania bingung.
“That is my house,” Arez mengulum senyum sembari menggandeng tangan Rania memasuki ruangan demi ruangan yang kesemuanya membuat gadis itu melongo keheranan.
“Nggak ada orang di rumah sebesar ini?”
“Ada mama,” jawabnya singkat. Dan begitu kalimatnya berakhir, langkah kaki Rania juga tiba-tiba berhenti, membuat Arez menoleh ke belakang karena tangan keduanya yang saling bertaut. Mata Rania melongo menatap wanita yang terlihat sangat memesona meski terlihat sudah tidak muda lagi, dan kini beliau sudah berdiri dengan anggun di hadapan mereka.
“Hai Dear,” wanita cantik itu merenggangkan tangannya dan Arez melangkah maju.
Pria itu masih sempat menarik tangan Rania mendekat ke arahnya sebelum memeluk wanita cantik itu sekilas.
“Beliau mamaku,” Arez menoleh kembali ke arah Rania.
Rania hanya bisa tersenyum meski jantungnya seakan berhenti berdetak.
“Kamu pasti yang bernama Rania?” suara mama Arez terdengar sangat lembut dan senyumnya bagai malaikat.
“Iya, Nyonya,” Rania tersenyum sambil mengulurkan tangan dan wanita cantik itu menyambutnya dengan ramah.
“Kok Nyonya?” wanita cantik itu tersenyum geli, “Panggil saja mama.”
Rania tersenyum canggung, “Iya, mama—”
“Kamu sangat cantik Rania.”
“Terima kasih.”
“Bisa ikut mama?”
Kali ini mama Arez mengulurkan tangannya. Rania menatap ragu. Sejenak, ia menoleh ke arah Arez, dan ketika pria itu mengangguk, Rania menerima uluran tangan itu sambil tersenyum rikuh.
“Bisa memasak?” tanya mama Arez begitu lembut sambil menggengam tangan Rania dan membawanya ke sebuah dapur mewah dengan aneka peralatan modern dari brand ternama.
“Sa-saya—”
“Arez suka makanan rumahan. Dia jarang makan di luar. Rania tahu? Saya suka memasak dan menyiapkan semua makanan di rumah ini dengan tangan saya sendiri.”
Lagi-lagi Rania hanya bisa tersenyum. Ia sama sekali tidak tahu harus berkata apa.
“Rania bisa memasak?”
“Sa-sa tidak bisa memasak,” Rania tersenyum malu. Malu pada dirinya sendiri juga malu pada nyonya rumah ini.
“Hm… sudah lama Rania kenal dengan Arez?”
Pertanyaan yang tiba-tiba dan Rania tidak bisa menjawabnya, “Itu umm….”
“Kenapa?”
“Ti-tidak. Saya hanya merasa malu,” Rania tertunduk malu-malu, meski dalam hati mengumpat.
Di mana pria sialan itu?
Bagaimana mungkin Arez membiarkannya diinterogasi seperti ini tanpa persiapan sebelumnya. Apa ini bagian dari perjanjian mereka? Jika iya, Rania bahkan belum sempat membaca semuanya. Dan sialnya, dia hanya terlalu fokus pada nominal yang pria itu janjikan. Oh my gosh. Damn it.
Mama Arez tersenyum lebar menatap wajah Riana yang memerah, “Apakah Arez sangat menyayangimu?”
“Ah?” Riana menggaruk tengkuknya, “Ya?”
“Saya heran ketika Arez tiba-tiba menelpon akan datang ke rumah dan mau mengenalkan seorang wanita pada keluarganya. Saya kira kalian sudah mantap untuk pernikahan. Tapi ternyata kamu masih sangat muda, Rania,” mama Arez tersenyum lagi membuat wajahnya yang cantik semakin terlihat cantik. Rania menelan ludah.
“Apakah Arez memaksamu?” tanyanya lagi, kali ini tanpa menoleh. Rania memperhatikan mama Arez yang kembali sibuk mengaduk adonan di dalam sebuah wadah.
“Ah, iya. Eh, tidak… tidak Ma.”
“Syukurlah,” wanita itu menatap Rania dengan lembut, “Saya kira Arez tidak akan menikah saat Bianca meninggalkannya. Ternyata kejutan bagi kami. Arez sudah bisa move on dan bahkan membawamu ke rumah ini,” lanjut mama Arez lagi sembari menatap dalam mata Rania hingga membuat gadis itu tertunduk sedikit merasa bersalah.
“Bisa Rania bantu?” Rania menelan salivanya, berusaha menghilangkan kegugupannya.
“Tentu saja bisa,” ucapnya ramah sambil memberikan wadah di tangannya, “Aduk seperti ini.”
“Baik.”
Mama Arez menatap Rania beberapa saat membuat Rania menghentikan gerakannya, “Apakah salah?”
“Tidak,” jawabnya sambil tersenyum yang seketika membuat Rania keki.
“Bagaimana hubungan kamu dengan Arez?”
“Arez sering cerita banyak tentang mama. Dia sangat mengagumi mama,” Rania mencoba basa-basi. Sedikit berlebihan mungkin. Tapi bukankah semua wanita menyukai pujian?
“Benarkah?” Mama Arez menoleh dengan cepat lalu tersenyum lagi, tampak binar bahagia di matanya sambil menatap Riana penuh harap, “Itu karena Arez sangat menyukai masakan saya,” serunya, “Kalau Rania akan menjadi istrinya, kamu juga harus belajar memasak untuk Arez, ya?”
Riana menganga. Lagi-lagi ia hanya bisa tersenyum canggung. Tidak tahu harus menjawab apa.
***
Makan malam yang hangat. Riana bahkan sudah duduk di kursi mewah menghadap meja makan dari pualam yang sudah terhidang aneka macam masakan di atasnya. Gadis itu terlihat cantik dengan riasan sederhana dan dress berpotongan simple yang diberikan Arez padanya. Entah sejak kapan pria itu menyiapkannya, Rania tidak terlalu peduli. Dia akan menuntut banyak sekali penjelasan Arez malam ini.
Sebenarnya apa yang pria itu rencanakan?
Bukankah hubungan mereka hanya sebatas untung dan rugi tanpa melibatkan perasaan? Lalu bagaimana dengan kedua orang tua Arez?
“Papamu akan terlambat hari ini, Sayang,” kata mama Arez pada putra kesayangannya.
“Kita akan tetap menunggu papa,” kata Arez tegas.
Mama Arez hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Suasana mendadak hening. Mereka bertiga hanya diam, larut dalam pikiran masing-masing, membuat Rania sedikit merasa gelisah. Keringat dingin mulai mengalir di punggungnya meski ia yakin ruangan ini memiliki pendingin udara yang sangat baik.
“Don’t worry. Everything is gonna be ok.” Arez berbisik di telinganya membuat Rania seketika meremang.
Tidak berapa lama kemudian, datang seorang pria tampan di usianya yang tidak lagi muda. Pria itu tersenyum ramah sembari menenteng tas kerja di tangan kirinya.
Rania tebak, itu pasti papa Arez. Sungguh, ia sedikit merasa iri. Papa dan mama Arez adalah pasangan yang amat serasi. Papa Ares terlihat sangat tampan dan mamanya juga sangat cantik. Rania kini menyadari dari mana gen sempurna milik Arez itu berasal.
Pria tampan itu mendekati istrinya setelah menyerahkan tas dan jasnya pada beberapa orang pelayan yang menyambutnya. Dia memberikan cuman singkat di pipi istrinya dan kemudian menatap putranya.
Arez bangkit berdiri lalu mengitari meja dan mereka berpelukan. Sungguh, keluarga yang sangat manis.
“Bad boy,” sang papa menepuk punggung putranya lalu tersenyum lebar. Arez menoleh ke arah Rania lalu mengangguk pelan. Seolah mengerti, Rania bangkit berdiri lalu mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan papa Arez. Pria itu tampak sedikit terkejut tapi kemudian menepuk pundak Rania pelan.
“Kamu pasti yang bernama Rania?”
“I-iya Om.”
“Panggil papa,” ucapnya tak kalah ramah dari istrinya.
“Have a sit,” ayah Arez mengangguk lalu mereka mulai makan dengan sangat tenang. Khas cara makan kalangan jet set yang Rania seringkali hanya bisa melihat di televisi.
Seusai makan malam yang menegangkan, dua orang pelayan datang membersihkan sisa-sisa makan malam.
Papa Arez meninggalkan ruang makan lalu pergi entah kemana, sementara mamanya juga pergi tak lama kemudian untuk menemui tamunya. Seorang wanita seusianya yang juga tampak high class dan seorang wanita muda.
“Wanna see around?” Arez mengulurkan tangannya mengajak berkeliling rumah yang mungkin Rania akan tersesat jika sendirian.
“Crazy rich.”
“Berlebihan.”
“Saya ingin bertanya sesuatu pada Anda.”
“Arez, Rania. Kamu tidak ingin semua orang tahu tentang hubungan kita, bukan?” bisiknya sambil menarik tubuh Rania sedikit mendekat ke arahnya.
“Kenapa Anda membohongi keluarga Anda?” tanya Rania juga dengan berbisik. Ia bingung, bagaimana mungkin Arez mengenalkan Rania sebagai calon istrinya kepada kedua orang tuanya yang seperti malaikat itu?
“Bukankah hubungan kita hanya sebatas—”
“What do you think about my family?” tanyanya sambil melepaskan pelukannya. Kedua alis Rania bertaut, merasa Arez mengalihkan pembicaraan. Tapi kemudian ia mengerti ketika ada pelayan yang berjalan di belakang mereka.
“Sweet. Mereka berdua sangat manis.”
“Itu karena papa sangat mencintai mama,” Arez menatap dalam-dalam mata Rania hingga membuat gadis itu membeku karenanya.
“Lalu kenapa Anda tidak menikah dengan wanita yang Anda cintai?”
“Karena aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
“Itu bukan urusanmu. Lakukan saja tugasmu karena aku telah membayarmu. Okay!”
*****

Bình Luận Sách (1014)

  • avatar
    PatimahSiti

    oke

    12/08

      0
  • avatar
    SetyaY tri sunu

    bagus

    06/07

      0
  • avatar
    Seind Rz

    bagus

    23/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất