logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Queenza (Peliknya Kehidupan Rumah Tangga)

Queenza (Peliknya Kehidupan Rumah Tangga)

Khody Didi


Part 1

Hari ini merupakan hari yang paling membahagiakan bagi Queenza, putri terakhir dari pengusaha kaya raya bernama Prawiro itu melepas masa lajang dengan pria bernama Danu. Pada akhirnya orang tua serta Raja, kakak laki-laki Queenza mengizinkan wanita itu menikahi pria pilihannya. 
Dengan mengancam akan mengakhiri hidupnya, membuat orang tuanya luluh dan melepaskan putri bungsunya itu menikah dengan pria yang tidak mereka restui sama sekali. 
Danu berasal dari keluarga yang sederhana, di pesta pernikahan yang mewah dilangsungkan kemarin, kedua orang tuanya seolah berdiri jumawa, dengan rombongan besan yang sangat banyak berada di gedung. Meski wajah orang tua Queenza tampak tidak suka dengan keluarga Danu dan rombongannya, tetap saja mereka harus menyambut mereka. Bahkan busana yang dikenakan tamu yang dibawa keluarga Danu berbeda hampir seratus delapan puluh derajat dengan tamu undangan keluarga Queenza. 
Para tamu keluarga Queenza bahkan tak segan mencibir mereka dengan sebutan, norak, kampungan dan lain sebagainya. Queenza tak peduli, yang dia pikirkan hanyalah kehidupan bahagia dengan Danu, lelaki yang setahun belakangan menjadi kekasihnya, lelaki yang mencintainya dan rela melakukan apa saja demi bisa menikahinya untuk membuktikan kekuatan cinta mereka. 
Lelaki yang membuat Queenza luluh, meski taruhannya adalah, Queenza tak akan mewarisi apa pun dari orang tuanya, kartu kredit, dan debit yang diberikan ayahnya pun diambil kembali. Sehingga Queenza hanya membawa diri dan sebagian kecil barang-barangnya, juga sedikit uang yang dia tabung di celengan pribadinya, yang dia bawa ke rumah Danu. Tempat tinggalnya berikutnya. 
Danu mengatakan bahwa tidak masalah jika Queenza hanya membawa dirinya saja, karena yang dia cintai adalah sosok Queenza bukan kekayaan orang tuanya, seperti yang dituduhkan oleh orang tua wanita itu. Romantis sekali kan?
Wanita berambut panjang sepunggung, berkulit putih, dengan pipi chubby itu masih berdiri di hadapan rumah sederhana yang akan dia tinggali. Rasa nyeri masih merayapi bagian bawah tubuhnya, akibat pergulatan panas dengan sang suami malam tadi di kamar hotel. 
Queenza memang menjaganya untuk sang suami, selama berpacaran, Danu tak pernah berbuat macam-macam dengannya demi menghargai wanita itu. Queenza yang masih agak polos meski di usianya yang sudah menginjak dua puluh tiga tahun itu, tak pernah tahu bahwa malam pertama yang diceritakan teman-temannya ternyata sesakit ini. 
Entah semua pria seperti itu? Atau memang Danu yang tak sabar sehingga mereka langsung melakukannya dengan perlakuan Danu yang agak kasar. 
Rumah sederhana dengan empat kamar itu terlihat cukup tua. Beratap genting berwarna merah bata, dinding yang catnya terkelupas, dan lantai yang keramiknya sudah banyak yang tidak utuh. Halamannya cukup luas dengan rumput yang sepertinya tidak terawat. Di teras ada dipan kayu, jendela model tua, juga pintu yang tampak lapuk. 
Sebenarnya ini kali kedua Queenza menjejakkan kaki di rumah ini, menurutnya tidak masalah, toh orang tua Danu sangat hangat kepadanya di kali pertama pertemuan mereka di rumah ini. 
“Ayo,” ketus Danu, Queenza mengerjapkan matanya beberapa kali, sikap Danu mengapa jadi seperti ini? Padahal pagi tadi saat sarapan, Danu masih memperlakukannya baik, meski sesekali sinis terhadapnya. Mungkin Danu lelah, itu lah yang ada dipikiran Queenza. 
Danu bahkan meninggalkan koper yang semula dipegangnya, dengan agak susah Queenza menyeret koper yang berisi sedikit pakaiannya, juga beberapa barangnya yang kira-kira penting yang bisa dibawanya karena ayahnya jelas-jelas membatasi barang yang Queenza bawa. Dia pun tidak diperkenankan kembali ke rumah mewah itu. Seolah memutuskan hubungan orang tua dan anak. Begitu pula Raja, kakak Queenza yang biasanya sangat menyayanginya, menjadi dingin dan cuek kepadanya. 
Ah sudahlah, Queenza tak perlu pusing, karena dia sudah mengikrarkan diri, bahwa setelah menikah, dia akan mengabdi pada suaminya, dan hanya menggantungkan diri pada suami yang mencintainya. Yang melarangnya kerja agar tidak kelelahan dan hanya memintanya berdiam di rumah melayaninya saja selayaknya ibu rumah tangga. Membuat khayalan Queenza semakin melambung tinggi. 
Danu membuka pintu rumahnya, di ruang tamu ada kasur lantai yang kini dihuni adik keduanya. Danu memiliki tiga adik, pertama bernama Reno, seusia dengan Queenza, yang kedua bernama Dandy saat ini kelas tiga SMU, berusia delapan belas tahun, dan terakhir perempuan bernama Tia, yang sekarang kelas dua SMP, berusia empat belas tahun. Danu sendiri kini berusia dua puluh delapan tahun, beda lima tahun di atas Queenza. 
Reno tidak bekerja, dia lebih senang bermalasan di rumah, seperti saat ini, menonton televisi dengan tangan memainkan ponselnya yang hampir tak pernah lepas dari jemarinya untuk bermain game online. 
Suara denting spatula beradu dengan wajan terdengar dari arah dapur, aroma harum menguak indera penciuman Queenza, perutnya tiba-tiba bergolak lapar sekali. Danu mendorong pintu kamar yang paling belakang, kamar paling kecil yang diklaim miliknya. Sementara kamar paling besar dihuni orang tuanya, dua kamar berukuran lebih besar dari kamar Danu, satu dihuni Tia, sementara Reno dan Dandy menempati kamar satunya. 
“Taruh koper kamu, bantu ibu masak sana!” ujar Danu, Queenza mengerutkan keningnya hingga Danu menarik koper dari tangannya dan berdecih, lalu meletakkan koper itu di sudut kamar. Di kamar itu hanya ada satu kasur berukuran single dan lemari kecil, mungkin ukuran kamarnya hanya tiga kali tiga meter, sangat jauh lebih kecil dibandingkan kamar Queenza sebelumnya, bahkan dari kamar mandinya saja masih lebih kecil kamar ini. 
“Kok bengong? Kamu sudah tahu kan kalau keluarga aku memang miskin, jadi jangan bandingkan dengan rumah kamu, rumah ini pun rumah kontrakkan, bukan milik keluarga aku,” ujar Danu seolah membaca pikiran Queenza yang sempat sedikit membandingkan tadi. 
“Iya, maaf. Tapi kamu kenapa Mas? Sepertinya ada yang berubah?” tanya Queenza. 
“Aku capek mau istirahat, seharian kemarin berdiri menyalami tamu ayah kamu yang enggak ada habisnya!” sungut Danu. Queenza hanya mengangguk, memutuskan ke dapur untuk membantu ibu Danu memasak. Wanita dengan rambut yang sudah sedikit beruban itu menoleh pada Queenza yang tersenyum kepadanya. 
Ibu Danu mendelikkan matanya dan memalingkan wajah. 
“Ada yang bisa aku bantu, Bu?” tanya Queenza dengan lembut. 
“Cuci piring saja sana! Bisa kan?” tunjuk ibu Danu dengan dagunya, ke arah salah satu sudut dapur, di mana tempat cuci piring masih berada di lantai, dengan dua bak besar yang sepertinya sudah berlumut. Queenza mengigit bibirnya dan berjalan pelan ke arah tempat cuci piring itu. 
Ibu Danu melihat Queenza yang sedang berjongkok dengan wajah yang puas. Dia menyelesaikan masaknya dan mematikan kompor, cucian piring sangat banyak karena memang keluarga mereka baru saja pulang ke rumah setelah menginap malam tadi, pasca pernikahan Danu. 
Wanita paruh baya itu berjalan cepat menuju kamar Danu yang berada di dekat dapur, membangunkan putra pertamanya yang sepertinya tertidur akibat kelelahan. 
“Ada apa sih, Bu?” tanya Danu, wajah sang ibu sumringah, tak bisa menutupi raut bahagianya. 
“Bicara di depan saja, ayo!” ujar sang ibu menarik tangan putra pertamanya, Danu yang memang penurut itu mengekor sang ibu setelah melepas pegangan tangan ibunya. Melewati Reno yang hanya memandang mereka berdua sambil menggelengkan kepala. 
Danu dan ibunya duduk di dipan, teras, siang ini sangat sepi sehingga di lingkungan itu seolah hanya ada mereka berdua. Padahal rumah para tetangga berjarak cukup dekat. 
“Makasih ya, kamu memang benar-benar baik, mengabulkan keinginan ibu dan bapakmu, kami senang sekali.” 
“Iya Bu, sama-sama, aku kan sudah janji akan melakukan apa saja untuk kalian berdua, tapi maaf ... karena dia justru diusir dari rumah, sehingga kita enggak bisa menikmati kekayaannya,” tutur Danu dengan wajah sedih. Sang ibu menepuk pipi Danu dengan penuh kasih sayang. 
“Enggak apa-apa. Justru itu yang ibu mau, biar dia lebih menderita dan dendam keluarga kita ke keluarga dia terbalaskan! Lihat saja, ibu akan membuat dia seolah-olah berada di neraka! Dia harus menanggung perbuatan orang tuanya yang merampas rumah kita!” ujar sang ibu seraya meremas kedua tangannya karena kesal, masih teringat ketika Danu kecil, mereka harus terlunta-lunta karena rumah yang mereka dirikan dengan susah payah direbut begitu saja oleh agen perumahan yang merupakan perusahaan ayah Queenza. 
Seorang pria paruh baya, mendorong sepedanya, meletakkan di depan rumah, di boncengan sepeda itu ada karung hasil pertanian yang diambil dari kebun tak jauh dari rumahnya. Ya kegiatan sehari-hari ayah Danu hanyalah bertani singkong atau jagung. Itu pun ladang yang dikelolanya merupakan ladang milik perusahaan yang belum sempat dimanfaatkan, jadi diberi izin ke warga untuk ditanami sampai mereka memutuskan untuk memakai lahan itu. 
“Pak! Sini!” ujar ibu Danu dengan raut senang. 
“Senang sekali?” tanya suaminya, yang melepaskan topinya dan duduk di teras. 
“Senang lah, dendam kita akan terbalaskan, anak manja itu sekarang sedang cuci piring, semua piring kotor ibu turunkan, tadi saudara-saudara ada yang mau bantu nyuci tapi ibu larang, memang sengaja ibu sisakan untuk anak itu! Sekarang pasti dia lagi kesusahan!” Ibu Danu tersenyum miring dengan sudut bibir tertarik sebelah. Ayah Danu ikut tersenyum, sementara Danu hanya menggeleng, tubuhnya benar-benar sangat lelah untuk merayakan kebahagiaan kedua orang tuanya karena berhasil membalaskan dendam mereka atas luka yang ditimbulkan ayah Queenza delapan belas tahun silam itu. 
*** 
 
 

Bình Luận Sách (64)

  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Menarik

    25/04

      0
  • avatar
    OlengPace

    good.👌

    01/10

      0
  • avatar
    SunarniEnar

    bagus ceritanya,

    28/09

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất