logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Hampir saja

Maya yang mendengar itu langsung kaget dan kembali mundur, jantungnya berdebar kencang, hampir saja ia kecelakaan karena terlalu senang membeli rujak.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Andi tiba-tiba membuat Maya langsung mendongak lalu menggeleng.
"Nggak kok Mas, ini kembaliannya," jawab Maya lalu menyodorkan uang kembalian rujak tersebut. Andi tidak menghiraukan ucapan Maya, ia langsung menarik tangan Maya membawanya menyebrang.
***
Malam hari, Maya keluar dari gudang ia melihat Andi sedang menonton televisi, tanpa membuang waktu ia langsung menghampiri suaminya itu.
"Mas," panggilnya, Andi langsung mendongak.
"Kenapa?" tanya Andi singkat, Maya langsung menyodorkan selembar uang merah membuat Andi mengangkat alisnya sebelah.
"Apa ini?" tanyanya bingung.
"Uang rujak tadi," jawab Maya polos, belum sempat Andi ngomong tiba-tiba ponselnya berbunyi, saat melihat siapa yang nelpon Andi langsung berdiri.
"Nggak usah, pegang aja uangnya," jawabnya singkat lalu pergi menjauh dari Maya, sedangkan Maya yang melihat itu hanya menghela nafas panjang, ia tahu pasti Nora yang menelpon.
5 menit kemudian, Andi kembali ke ruang tengah dan terlihat buru-buru mengambil jaket dan kunci mobilnya.
"May, aku pergi dulu," pamit Andi membuat Maya heran.
"Terserah," jawabnya datar membuat Andi menghentikan langkahnya, lalu berbalik.
"Maksud kamu?" tanya Andi sedikit tegas, Maya kembali menoleh lalu menggedikkan bahunya.
"Terserah Mas, selama ini kamu nggak pernah pamit, baru kali ini pamit, jadi aku jawab terserah 'lah,"jawab Maya dengan santainya lalu mengambil remote. 
Andi yang mendengar itu langsung menggaruk aslinya sekilas lalu kembali melihat Maya yang seolah-olah tidak perduli.
"Aku cuma mau jenguk Nora, dia sakit," terang Andi, Maya yang mendengar itu malah bingung.
"Bukan urusanku Mas, kamu mau ketemu seiapapun pergilah, aku tidak pernah melarangmu, aku hanya heran tadi tumben kamu pamit, cepat pergilah nanti Nora lama nunggu," ujar Maya lalu berusaha bangkit dari duduknya dan berjalan kembali menuju kamar, rasanya bosan berbicara dengan Andi.
***
2 bulan kemudian kandungan Maya sudah masuk sembilan bulan, tapi ia tetap bekerja di kantor Andi. Namun, satu hal yang membuat Maya selalu malas masuk ke ruangan Andi, saat dimana Nora dan Andi selalu bercanda tawa di situ tanpa memikirkan dirinya.
'Andai saja aku punya suami yang mencintaiku, pasti aku juga bisa tertawa lepas seperti itu,' ucap Maya dalam hati, sesekali ia melirik dua sejoli tersebut.
"Nora makan dulu, ntar kamu sakit lagi gimana," suruh Andi dengan penuh perhatian, biasanya Maya kebal dengan semua itu, tapi ntah kenapa kali ini ia merasa sesak di tambah lagi perutnya yang mulai mengalami kontraksi palsu.
"Iya Mas, suapin tapi ya, eh jangan deh ada Mbak Maya nggak sopan," jawab Nora sambil membuka makanan di depannya, Maya merasa perutnya mulas, perlahan ia bangkit sambil membawa tasnya bahkan Nora dan Andi tidak tahu kalo Maya pergi.
Sampai di depan kantor, Maya merasa perutnya semakin sakit, tapi ia tahu ini belum waktunya ia melahirkan, kemaren ia pergi cek di temani Wini, Dokter bilang masih ada seminggu lagi.
"Anak Bunda ini kenapa sayang? Kamu nggak suka liat Ayah ya, gak apa-apa Nak, kita juga udah nggak lama kok di rumahnya," gumam Maya sambil mengusap perutnya.
Dua bulan bekerja membuat Maya bisa mengumpulkan uang lima juta, karena Andi memberinya gaji tiga juta perbulan.
Maya langsung memesan taksi online ingin pulang dan memilih istirahat, ia juga sudah mengatakan kepada salah satu karyawan bahwa ia pulang.
'Setidaknya dengan uang lima juta, aku bisa membayar biaya persalinan dan cukup untuk sewa kontrakan kecil, aku akan membuka usaha kecil-kecilan daripada harus menonton drama yang nggak ada habis-habisnya,' ucapnya dalam hati sambil mengusap sudut matanya yang mulai berair, keputusannya untuk pergi dari rumah Andi sudah bulat.
Disisi lain, Andi dan Nora masih sibuk bercerita tentang masa SMA mereka sambil tertawa.
"Mas udah mau jam 2, aku kembali ke butik ya, kamu semangat kerjanya," pamit Maya yang dibalas anggukan oleh Andi.
"Loh Mbak Maya mana? Apa di toilet kali ya," ucap Nora lalu ia melanggeng keluar membuat Andi menoleh, benar saja tidak ada Maya disana.
Tanpa membuang waktu, Andi langsung keluar dari ruangannya mencari Maya ke arah toilet.
"Nunggu siapa, Pak?" tanya seorang karyawan perempuan yang baru saja keluar dari toilet.
"Maya, dia ada di dalam nggak?" tanya Andi tanpa basa-basi.
"Di dalam nggak ada orang Pak, bukannya Mbak Maya tadi pulang ya, soalnya aku lihat tadi Mbak Maya pamit sama Wulan," jawab karyawan tersebut membuat Andi kaget.
Tanpa membuang waktu ia langsung masuk ke ruangannya mengambil kunci mobil lalu bergegas pulang.
***
Maya sebenarnya tidak pulang, tapi ia ke restoran tempat Wini bekerja, sampai di sana ia berjalan pelan-pelan karena perutnya sangat sakit.
"Wini," panggil Maya setengah berteriak karena ia sudah tidak kuat berjalan, Wini langsung berbalik lalu berlari ke dekat Maya.
"Kamu kenapa, May?" tanya Wini melihat Maya ngos-ngosan sambil memegangi perutnya.
"Perutku sakit Win, sakit banget," lirih Maya hampir luruh ke lantai, Wini langsung panik bukan main, tidak sengaja matanya menangkap seseorang yang sedang makan dengan menggunakan seragam Dokter.
"Be--bentar May," ucap Wini sambil memegang pundak Maya sekilas lalu ia berlari ke arah meja ujung.
"Permisi, Pak," ucap Wini dengan tangan gemetaran membuat pria tersebut menoleh.
"Iya," jawab Dokter tersebut.
"Ba--ntu saya Pak, bantu teman saya di sana mau lahiran, Pak," ucap Wini dengan suara bergetar, Dokter tersebut langsung berdiri lalu menoleh ke arah yang di tunjukkan Wini.
"Ayo," ajak Dokter tersebut lalu mereka berlari mendekati Maya.
"Maya," panggil Wini, Maya langsung menoleh membuat Dokter tersebut kaget. Wanita yang pernah ia tolong dua bulan yang lalu sekarang terlihat kembali, padahal ia sempat melihat-lihat Maya di restoran, tapi tidak ada.
"Kamu," sapa Dokter tersebut sambil mendekati Maya yang sudah menangis menahan sakit.
"Dokter bantu saya," lirih Maya sambil berpegangan ke tembok.
"Astagfirullah, ketubannya sudah pecah, ayo saya bantu," ujar Dokter tersebut saat melihat ke lantai, tanpa membuang waktu ia langsung mebopong Maya ke mobilnya yang diikuti oleh Wini.
Sepanjang perjalanan, banyak pertanyaan yang muncul di kepala Dokter tersebut yang tidak lain namanya adalah Devan. Tapi melihat Maya dari kaca spion yang begitu kesakitan membuat ia mengurungkan niatnya dan mempercepat laju mobil.
Sampai di rumah sakit, Devan langsung membaringkan tubuh Maya di brankar lalu mendorongnya ke ruang bersalin.
"Panggil Dokter Ita," ucapannya pada suster.
"Baik, Pak," jawab suster tersebut lalu berlari memanggi dokter perempuan.
Beberapa menit kemudian Dokter perempuan masuk ke ruangan Maya.
"Kenapa Dokter Devan?" tanya Dokter Ita.
"Pasien ini mau melahirkan ketubannya sudah pecah, tolong kamu bantu ya," ucap Devan sambil melihat Maya yang manarik-narik bantal menahan rasa sakit, bahkan Wini ikut menangis melihat Maya.
"Kenapa tidak dokter saja?" tanya Dokter Ita, Devan langsung menggeleng ia merasa berdosa jika membantu lahiran Maya karena dari awal bertemu ia menyukai Maya, padahal jelas di depan matanya jika wanita itu sudah bersuami dan sedang mengandung.
"Saya tidak bisa, tolong bantu," lanjut Devan.
"Baik, Dokter," jawab Dokter Ita lalu Devan keluar dari ruangan bersalin.
"Dokter apa masih lama? Saya tidak tega melihat teman saya," tanya Wini, Dokter tersebut langsung memeriksa Maya.
"Pembukaannya sudah lengkap, kita mulai sekarang," jawab Dokter tersebut yang dibalas anggukan oleh Wini.
Hampir satu jam Maya berjuang, tangis dan ringisannya membuat Wini semakin menangis sambil terus memegangi tangan Maya.
Di luar Dokter Devan terus menunggu, ia sangat kepo dengan wanita yang sedang melahirkan itu.
'Kenapa suaminya tidak ada di sampingnya saat ia melahirkan begini?' ucap Devan dalam hati sambil melihat pintu ruangan.
"Oek ...Oek," terdengar tangisan bayi dari dalam membuat Devan langsung berdiri, tidak lama kemudian Dokter Ita keluar dari dalam.
"Bagaimana keadaan pasien?" tanya Devan penasaran.
"Pasien baik-baik saja, bayinya perempuan sehat dan sangat cantik, saya permisi ganti baju dulu," jawab Dokter Ita yang dibalas anggukan oleh Devan lalu ia bergegas masuk ke dalam ruangan.
***
Disisi lain hampir dua jam Andi menunggu Maya di rumah, namun tak kunjung datang, tanpa membuang waktu ia langsung ke restoran tempat Wini bekerja.
15 menit perjalanan akhirnya ia sampai, begitu ia masuk ke dalam ia melihat seorang pelayan tengah mengepel lantai.
"Em ... Maaf, Wini ada disini nggak?" tanya Andi yang di balas gelengan oleh pelayan tersebut.
"Tidak ada Pak, tapi sebentar kayaknya temen saya tau kemana Wini pergi," jawab perempuan tersebut lalu buru-buru memanggil temannya ke belakang.
Beberapa detik kemudian pelayan itu muncul dengan temannya.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya pelayan tersebut.
"Wini pergi kemana ya?" tanya Andi, perasaannya mulai tidak enak.
"Oh Wini, tadi temannya datang kesini Pak, tiba-tiba saja temannya mau melahirkan sampai-sampai air ketubannya pecah di sana," jawab pelayan tersebut sambil menunjuk ke arah tembok, Andi langsung menoleh ke arah tembok melihat lantai yang masih basah karena baru di pel.
Deg!

Bình Luận Sách (346)

  • avatar
    Revan Simarmata

    bagus

    14h

      0
  • avatar
    sumiatyemmy

    Semakin ke sini semakin bikin penasaran lanjutnya.. hehehe..

    20h

      0
  • avatar
    Neng kaila

    bagus

    11d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất