logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Part 3

Hari minggu telah tiba, waktu yang dinanti oleh Serena, sudah lima belas menit dia menunggu di perempatan jalan, karena Nanda tidak tahu alamat rumahnya jadi mereka melakukan janji untuk bertemu di tempat tertentu. Serena terlihat manis sekali mengenakan jeans belel berwarna biru dan kaos putih. Rambutnya dikuncir ekor kuda.
Dia pun memoles bibirnya dengan lip cream tipis, Serena sudah meminta izin kepada Ari sang kekasih terlebih dahulu, meski hubungannya kian hambar namun sudah sepatutnya dia tetap menghargai hubungan yang berjalan lebih dari lima tahun itu. Terlebih dia jalan dengan rekan kerja Ari. Akhirnya motor sport berwarna putih yang dikendarai Nanda berhenti di depan Serena, pengemudinya tidak mengenakan helm, ya Nanda datang dengan tampang coolnya, dia memakai kacamata hitam dan kaos berwarna biru muda. Serena segera naik ke motor besarnya itu setelah Nanda mengedikkan dagu untuk meminta Serena memboncengnya. Dan mereka melaju membelah jalan.
Tak banyak kata-kata yang diucapkan sepanjang perjalanan, Nanda lebih banyak diam, dan Serena enggan untuk selalu memulai percakapan. Mereka berdua pun sampai di depan rumah wanita yang katanya mirip Lisa. Pintu rumah itu terbuka, terlihat seroang anak kecil laki-laki seusia taman kanak-kanak sedang bermain mobil-mobilan. Nanda menarik napas panjang dan mengetuk pintu yang terbuka itu.
Tak berapa lama, sesosok perempuan keluar, sepertinya dia sedang memasak, terlihat dari apron yang digunakan. Napas Nanda tercekat, wanita di hadapannya ini apakah benar Lisa? Postur tubuh dan wajahnya mirip sekali Lisa. Wanita itu sedikit tercengang namun sedetik kemudian dia tersenyum.
“Maaf cari siapa ya?” ucapnya dengan suara yang agak cempreng dan melengking. Serena mengerutkan keningnya. Sedikit curiga dengan ekpresi kaku yang ditunjukkan wanita itu.
“k-kamu... Lisa?” tanya Nanda, bukankah seharusnya dia bisa mengenali tunangannya atau bukan? Lalu mengapa dia bertanya. Benak Serena kian dipenuhi jutaan tanya.
“Lisa? Ya ampun jangan-jangan kalian teman Lisa ya? Saya Livia kembarannya Lisa ... ayo masuk,” ujar perempuan itu seraya menjabat tangan Nanda dan Serena, Serena dan Nanda pun menyalaminya dan memperkenalkan diri mereka, Lisa atau Livia menyuruh Nanda dan Serena masuk ke dalam dan dia masuk ke kamarnya sendiri membangunkan suaminya yang masih tidur.
Cukup lama wanita itu di dalam, sementara anaknya masih asik bermain. Nanda menatap tajam ke arah Serena yang telah memberikan informasi tidak lengkap. Serena hanya bisa berkata “Sorry.” Dengan tampang sangat bersalah. Jujur saja Nanda juga sangat bingung karena wajah dan tubuh mereka sangat mirip, hanya yang berbeda adalah wanita di hadapannya ini, tidak memakai make up sama sekali. Tidak seperti Lisa yang hampir tak pernah lepas dari make up di wajahnya.
“Kamu bilang namanya Lisa juga, bagaimana sih?” bisik Nanda dengan mata mendelik tajam menatap Serena, Serena langsung menunduk mendapat perlakuan yang mengintimidasi dari Nanda itu. Tak lama Livia keluar bersama suaminya. Dan Nanda langsung berdiri melihat suaminya, dia mengenal suaminya itu.
“Nanda?!” tanya suami Livia, entah perasaan Serena saja atau bagaimana? Dia dapat melihat wajah suami Livia yang agak pucat, ah mungkin dia baru bangun tidur.
“Ergi!! Gila apa kabar kamu?” Nanda tertawa, mereka berdua pun berpelukan melepas Rindu, sementara Ergi melirik tajam ke arah Serena. Membuat Serena kian kerdit, ditatap dengan aura permusuhan yang kentara seperti itu.
“Ayo duduk dulu, kok kamu bisa tahu rumah aku, Mah tolong buatin minum ya, Nanda ini sahabat papah dari jaman sekolah dulu di Pontianak rumah kita enggak terlalu jauh,” ucap Ergi, Livia hanya tersenyum dan bergegas ke dapur.
“Ini siapa? Cewek kamu Nan?” Lirik Ergi ke arah Serena.
“Oh, dia teman aku, aku justru tunangan Lisa, kembaran istri kamu, tapi aku bingung kenapa Lisa enggak pernah kasih tau ya kalau dia punya kembaran?” Serena pun menjabat tangan Ergi, yang terulur dihadapannya untuk mengenalkan diri. Tangan Ergi terasa dingin sekali, membuat Serena bergidik ngeri sendiri.
Livia muncul dari arah dapur dan memberikan tiga gelas es syrup untuk tamu-tamunya dan suaminya itu, “Lisa sudah pernah cerita kalau dia sudah bertunangan tapi katanya nanti saja ngenalinnya saat kalian mau nikah di Pontianak.”
“Oh begitu ya,” ujar Nanda seolah menepis rasa curiganya sejak tadi. Serena jadi merasa tidak enak, telah memberikan informasi yang belum jelas kebenarannya. Namun dia sangat mengenal Alea, sahabatnya itu tak mungkin berbohong.
“Kamu udah nikah enggak bilang-bilang, Gi?” tanya Nanda seolah mengalihkan pembicaraan mengenai pertunangannya dengan Lisa.
“Orang tua aku enggak setuju aku nikah muda makanya kita diam-diam hehe,” kekeh Ergi mengambil salah satu gelas itu dan meminumnya. Mengusir dahaga yang tinggal di tenggorokannya. Setelah lama berbasa-basi Nanda pamit pulang. Dia membonceng Serena dan mengantarkan ke rumahnya.
Sampai di depan pintu gerbang rumah Serena, Nanda hanya berdiam di motornya sepertinya dia tak mau masuk ke dalam rumah Serena karena pikirannya masih terus berkecamuk tentang pertemuannya dengan Livia tadi. Mengapa kembar bisa begitu identik? Bahkan dia pun tak bisa membedakan sama sekali. Hanya suara mereka yang agak berbeda, tetap terasa mengganjal.
“Sorry ya Nan, aku dapat info dari teman aku, katanya nama dia Lisa kok, tapi entah kenapa jadi Livia.” Serena menunduk dengan perasaan bersalah, Nanda hanya tersenyum ringan.
“Iya enggak apa-apa, kalau enggak ada kejadian ini kan aku enggak akan ketemu kembaran Lisa sampai pernikahan.”
“Jadi kamu tetep akan menikah dengan Lisa?” Serena merutuki pertanyaan bodohnya itu. Apa yang dia pikirkan coba? Sejujurnya jika memang wanita itu adalah Lisa, Serena sangat bersimpati dengan Nanda, ya hanya perasaan simpati yang dia yakini ada di hatinya kini.
“Menurut kamu bagaimana? Pernikahan kita sudah tinggal sebulan lagi, persiapan sudah 50%.” Serena tersenyum tak enak, ah andai kata-kata bisa ditarik.
“Aku balik dulu ya, sorry enggak mampir.” Serena mengangguk dan Nanda langsung melajukan motornya. Lutut Serena mendadak lemas, sebenarnya dia masih penasaran, tapi siapalah dia? Biarlah itu menjadi urusan Nanda dan Lisa. Yang penting dia sudah mencoba berusaha baik ke teman dari kekasihnya itu.
Serena masuk ke dalam kamarnya dan langsung berbaring di kasurnya. Berkali-kali dia memejamkan mata namun sepertinya siang ini dia tak bisa tidur.
Akhirnya dia memutuskan patroli ke kamar Viana, adiknya. Kamar Viana sangat jauh berbeda dengan serena, di kamar ini dipenuhi dengan pernak-pernik lucu khas anak perempuan, belum lagi di meja rias banyak sekali alat make upnya. Serena mencibir, pantas saja tiap dia gajian, Viana selalu merengek meminta uang darinya, ternyata untuk ini toh, di meja belajarnya juga terdapat banyak majalah mengenai fashion. Merasa tidak ada yang menarik Serena langsung kembali ke kamarnya. Bergelut dengan tumpukan novel yang belum sempat dibacanya.
***
Setelah kejadian itu, Nanda hampir tak pernah terlihat di kantor, rupanya dia sedang mempersiapkan pernikahannya di Pontianak jadi dia sering menghabiskan waktunya di sana. Serena dan Ari pun semakin jarang berkomunikasi. Mereka hanya bicara seperlunya saja, setiap malam minggu pun dia lebih sering menghabiskan waktunya di rumah atau ngobrol sama adiknya.
Seperti malam minggu ini, Serena asik membuka-buka majalah fashion adiknya dan berdiskusi dengannya, hingga suara Ayah menghentikkan pembicaraan mereka.
“Ser, Ari datang tuh di bawah,” ucap Ayah yang langsung membuka pintu kamar anak gadisnya itu, Serena cemberut dan turun kebawah, sementara Viana mengambil majalah yang tadi dibaca Serena dan memberi highligh dengan stabilo beberapa notes penting untuk penampilan kakaknya itu.
Ari sudah duduk di ruang tamu, wajahnya terlihat muram entah apa yang ada di pikirannya? Dia tersenyum kecut melihat Serena. Dan Serena pun terlihat cuek, mengambil duduk di sebelah Ari.
“Ada apa kok enggak ngabarin mau main?” Serena memandang wajah kekasihnya, berharap mendapatkan binar-binar cinta seperti tahun-tahun sebelumnya, namun nihil hatinya seperti mati rasa. Mungkin karena tidak ada juga kejelasan mengenai komitmen pernikahan dari Ari? Atau memang cintanya telah lama hilang. Sehingga hubungannya hanya seperti formalitas saja.
“Apa kamu masih cinta sama aku?” tanya Ari secara tiba-tiba, dia menatap wajah Serena. Serena hanya menunduk, dia sungguh tak mengerti perasaannya lagi. Dia pun bingung saat ini.
“Aku tahu kamu sudah enggak cinta sama aku, jadi sebaiknya kita akhirin hubungan ini.”
“T-tapi Ri!”
“Aku harap kamu bisa mendapatkan kebahagiaan nanti,” ucap Ari seraya mengusap kepala Serena dan dia pun pergi meninggalkan Serena. Tanpa ucapan persetujuan dari wanita itu. Hubungan mereka yang telah terjalin selama lima tahun kandasla sudah. Serena tak kuasa menahan tangis. Hingga Viana datang dan duduk di samping kakaknya. Perpisahan, bentuk apa pun itu pasti terasa menyakitkan.
“Kakak kenapa putus ya? Sama dong aku juga tadi di sekolah habis putus sama pacar aku haha!” Lelucon seperti apa itu, mungkin maksudnya Viana menghibur, tapi justru jadi garing. Membuat Serena menyusut air matanya lalu mendelik sebal ke arah sang adik.
“Sudahlah Kak enggak perlu usah dipikirin, lebih baik besok kita shopping!”
“Shopping, shopping pake duit siapa?” Serena mengusap air matanya yang tak juga mau kering, mau tak mau dia tersenyum melihat tingkah adiknya itu.
“Duit kakak lah siapa lagi coba, nanti kalau aku sudah jadi designer aku ganti semuanya hehehe,” kekeh Viana dengan tidak tahu malunya.
“huhh!!” Serena menoyor kepala adiknya dan bergegas ke kamar, dia memang sudah tidak mencintai Ari tapi mengapa perpisahan rasanya begitu menyakitkan? Serena memutuskan untuk berbaring telungkup di kasurnya, ternyata ada anak tuyul ups maksudnya adiknya yang selalu membuntutinya.
“Ngapain sih ngikutin terus??” sentak Serena melirik adiknya yang berdiri di belakangnya, Viana hanya tersenyum lebar dan membuka lemari kakaknya itu, dia pun mengambil baju-baju Serena yang sudah ketinggalan jaman, Serena hanya cemberut melihat adiknya yang terlihat antusias sekali.
“Besok kita buang nih baju, ganti yang baru.” Viana memasukan baju itu ke karung yang entah tiba-tiba ada ditangannya, Serena sedang tidak mood berdebat, dia membiarkan saja apa yang dilakukan adiknya. Dia pun berdiri dan mengambil foto-fotonya bersama Ari yang tergantung di dinding dan di mejanya, segera dia meletakan foto-foto itu di sebuah kardus beserta puing-puing kenangan mereka berdua. Serena melihat undangan pernikahan Nanda dan Lisa yang akan dilaksanakan esok, membuat hatinya kian berkecamuk, dia sempat memimpikan pernikahan ketika dia kuliah, namun rupanya hubungan lamanya tetap tidak membawanya ke jenjang yang lebih serius dan justru harus berakhir seperti ini.
***

Bình Luận Sách (46)

  • avatar
    SintaNeng

    sangat seru

    06/08

      0
  • avatar
    RaAnggra

    lumayan juga

    20/07

      0
  • avatar
    RibetRibot

    senang skali

    09/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất