logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 8 Friend

Terdengar sapaan Lucas saat David memasuki kafe. Sementara Danny masih sibuk dengan pikirannya sampai - sampai David harus mengetuk meja kasir agar wanita itu fokus.
"Ngelamun kamu cil?" Tanya David.
"Nggak. Ngelawak akutuh. Bang David mau pesen apa?" Danny tampak fokus menatap layar menu.
"Coconut latte satu sama ice americano satu, pake gelas aja, di luar. Okay, mau ngobrol sama Alex." Sahut David.
"Siap bos." Danny mengetuk dua menu secara bergantian. Lalu menerima pembayaran cash dan mencetak struk untuk pelanggan.
Lucas mengamati Danny yang tidak konsen membuat pesanannya.
"Sini, sini. Gue aja." Lucas segera mengambil alih.
Chris mem puk puk kepala Danny, memberinya beberapa lollipop dari saku apronnya. Setelah pesanan selesai, Luke berniat mengantarnya. Tapi, Danny bersikeras untuk melakukan hal itu. Chris mengangguk, memberi isyarat pada Lucas agar menuruti Danny. Daripada nanti ada perang dunia.
"Coconut latte and ice americano," kata Danny menyajikan kedua minuman dingin ke hadapan David.
"Thengkyu cil. Heh, kamu kenapa? Sini duduk dulu." David menyodorkan kursi kosong di sebelahnya. Bagaimanapun Danny pernah bekerja sebagai salah satu karyawan High Hopes. Sebagai mantan bos, David tau sekali jika ada yang tidak beres pada Danny.
Danny memangku nampan sembari membuka bungkus lollipop. Sekarang ia duduk di hadapan David.
"Ono masalah opo?"
Trans : ada masalah apa?
Danny hampir terbahak ketika logat jawa David keluar. Walaupun berstatus kewarganegaraan Australia. David menghabiskan masa kecil dan remaja di Jogja. Setelah berusia 16 tahun, ia memilih menjadi warga negara negeri kangguru. Bukannya tak cinta indonesia, David mengikuti kemauan sang ayah untuk hijrah, demi kehidupan yang lebih baik.
"Nggak ono masalah opo opo kang."
Trans : Nggak ada masalah apa - apa bro
David tertawa mendengar Danny menjawab dengan logat jawa yang di buat buat.
"Ngapusi doso lho cil." David meneguk lattenya.
Trans : Bohong itu dosa lho cil
"Emang bang David bisa bantuin kalo aku ada masalah?" Daniella memilin ujung stick permen di tangannya.
"Apa dulu masalahnya? Bapak kamu ngutang ke rentenir, trus kamu di jadiin jaminan gitu? Apa kamu nggak sengaja mecahin guci antik peninggalan dinasti Ming?" David menatap Danny.
"Kebanyakan nonton drama bang David ini," sahut Danny tertawa.
"Ya terus apa? Kamu nggak bilang. Kakangmu ini tau dari mana coba? Nggak usah pake kode kode gitu. Aku nggak peka." David mengeluarkan dua coklat bar dari dalam tas, melempar salah satunya pada Danny.
"Mas bisa sponsorin partner visa aku nggak?"
David terdiam, mengurungkan niat untuk mengunyah.
"Kalo itu aku nggak bisa."
"Sudah aku duga. That's okay."
"Kalo bisa nyeponsorin lebih dari satu sih aku mau mau aja. Soalnya kamu pasti nggak ngincer jadi real partnerku. Cuma pengen nebeng namaku biar bisa dapet visa lain buat stay kan?"
Daniella mengangguk. Tapi, kalimat awal David membuat Danny bingung.
"Wait. Bang Dave bilang nyeponsorin lebih dari satu? Itu artinya uda pernah nyeponsorin dong? Kan peraturan sponsor partner visa itu belum pernah jadi sponsor sebelumnya. Kalo nggak sponsor partner visa ya..." perkataan Danny terhenti.
"Prospective Marriage Visa." David tersenyum begitu meluncurkan jawabannya.
"Hah??"
"Aku nyeponsorin tunanganku cil, uda jalan setaun proses visanya."
"Ya Allah. Bearti selama ini aku hampir jadi pelakor dong? Harusnya Bang David bilang biar aku nggak naksir. Mbaknya di mana sekarang? Mau sungkem minta maaf aku." Danny berusaha melawak, walaupun terkejut.
"Nggak ada yang tau. Baru kamu doang ini. Spesial karena kamu bocilnya Bang David. Mau liat foto mbaknya nggak?" David mencondongkan tubuhnya ke depan, membuka kunci layar smartphonenya.
Danny menjulurkan leher, pupil matanya membesar melihat sosok yang David tunjukkan.
"Uayuuuu tenan," ucap Danny.
Trans : Cantik banget
"Iyadong. Sorry ya cil." David menepuk ubun ubun Daniella yang segera mengangguk, lalu pamit ke dalam begitu Alex datang.
Ia langsung mengunci diri di toilet. Baru saja Daniella di tolak secara halus oleh David. Iya kan?
Danny mengagumi sosok David, bukan kagum. Tapi, menyukainya dalam diam. Ternyata, David sudah punya tunangan. Bahkan tadi owner dance academy itu bilang jika ia menganggap Danny sebagai adik kecil kesayangannya. ADIK! Ya ampun.
"Dan. Gue mules ih, cepetan napa!"
Siapa lagi kalau bukan Kingkong, Danny memercikkan air secara asal pada wajahnya sebelum keluar. Tapi, tetap saja hidung kemerahan milik Danny tak bisa di sembunyikan.
***
Matt tampak bingung, karena tak ada musik terdengar saat ia masuk. Apa karena sekarang sudah jam 10 malam ya? Ia langsung menegakkan punggung begitu suara tangisan masuk ke telinganya. Ia menggeleng gelengkan kepala begitu melihat siapa si pelaku. Daniella Denallie tentu saja, tangannya memegangi wadah es krim besar sembari menatap layar tv.
"Hi mas," sapa Danny melambaikan sendok ke arah Matthew.
"Kenapa?" Matt memegangi kepala Danny.
"Itu filmnya sedih banget. Cowoknya malah mati duluan. Padahal si cewek yang kemungkinan hidupnya kecil." Danny menyalahkan sebuah film sekarang.
"Kata Lucas seharian ini kamu kerjanya nggak konsen. Trus abis ngobrol sama Bang David, kamu nangis di toilet. Bener? Apa perlu aku tegor Bang Davenya?" Matt masih berdiri.
"Lemes banget mulutnya si kingkong. Orang Bang David nggak ngapa ngapain kok. Tadi, aku becanda minta dia jadi sponsor partner visa aku mas." Danny terus melahap es krimnya.
"Trus?" Matt sekarang duduk di samping Danny.
"Jujur aku tuh naksir Bang David sejak pertama kali aku kerja di sana. Thanks to Kak Kia. Sampe sekarang tuh Bang David masih jadi cowok impianku. Dia bilang nggak bisa jadi sponsorku. Mas tau kenapa?" Danny menyuapi Matt satu sendok es krim.
"Dia uda jadi sponsor tunangannya buat Prospective Marriage Visa dan prosesnya uda jalan satu taun. Kebayang nggak sih ternyata aku naksir sama tunangan orang. Mana mbaknya cantik. Huu. Akumah apa atuh. Buluk begini." Danny memanyunkan bibir.
"Jadi kamu lagi patah hati ceritanya? Lagian ngapain kamu minta Bang Dave jadi sponsor. Kemarin kan kamu uda minta tolong sama aku." Matt mengusap bibir Danny yang belepotan.
"Lha iya kalo visa mas di granted dalam waktu cepet kan. Kalo ternyata di tolak? Terus aku uda terlanjur terima job offer dari Arc ~ En ~ Ciel dan aku nggak ada pegangan visa apapun setelah visa whvku expired. Masak lagi bagus bagusnya kerja. Aku di deportasi. Kan nggak lucu." Danny memegangi pelipisnya, merasa stress.
"Kemaren kamu pede banget visaku bisa di granted cepet. Kenapa sekarang minder?" Matt mengambil alih bucket es krim dari pangkuan Danny.
"Nggak tau. Pikiranku butek banget mas sekarang." Danny menghela nafas berat.
Matt merangkul Danny, membiarkan wanita itu menyandarkan pipi di pundaknya. Kali ini Matthew memilih salah satu film dari list netflix. Danny langsung berusaha merebut remote, karena Matt memilih film horror Thailand berjudul Pee Mak Thrakanong.
"Mas apaan sih. Nggak ah," kata Danny cemberut.
"Liat dulu. Nggak serem sumpah. Aku uda pernah nonton." Matt masih mengangkat remote tinggi tinggi.
Daniella mengalah, ia terus menarik kemeja Matt pada tiga puluh menit pertama. Sesekali mengintip dari balik bahu Matthew.
"Al. Bajuku sobek lama lama kamu tarik gini." Matt membuka dua kancing baju atasnya agar tak terlalu tercekik.
"Hiiy. Mas, mas. Matiin aja." protes Danny.
Beberapa menit kemudian, bukan sebuah jeritan yang keluar. Malah suara tawa terbahak - bahak Daniella. Matt sendiri terkekeh, berhasil menghibur Daniella termasuk salah satu penghargaan baginya. Alhasil sepanjang film di putar, Danny banyak mengoceh mengenai kelucuan film. Matt sesekali menanggapi, menoleh ke arah Danny yang kini menangis karena terlalu banyak tertawa. Sebenarnya Matt sendiri baru tahu jika Daniella menyukai David selama itu. Jadi, dia tau rasanya patah hati. Persis ketika Minara jadian dengan Alex, meninggalkan Matthew dengan remukan perasaan karena terlalu lama memendam rasa pada sahabatnya.
***
"Mas, makasi ya," ucap Danny.
"Utututu. Sayang, sayang." Matthew merentangkan kedua tangan. Membiarkan Daniella masuk ke dalam pelukannya.
Chu
Matt kaget, bibir hangat Danny baru saja menyentuh lehernya.
"Aku mau nyium pipi mas males jinjitnya. Jadi yang paling deket leher. Yaudah situ aja. Hehe. Makasi ya mas uda ngehibur aku. Kita temen sekarang?" Danny tertawa kecil mengulurkan tangan kanannya.
Matt tersenyum, menjabat tangan Danny.
"Yes. Friend," balas Matt yakin. Tanpa tahu apa yang terjadi antara Danny dan dirinya nanti.

Bình Luận Sách (2781)

  • avatar
    Rg Magalong

    Sana Mas madali

    11d

      0
  • avatar
    yantiely

    😭😫

    22/07

      0
  • avatar
    PratamaZhafran

    aku sama sekali tidak bosan membaca ini dengan ska

    12/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất