logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 17 Apakah Dia Bersalah?

Ell menatap hasil karyanya di rambut indah Emily yang sudah tidak jelas bentuknya lagi. Melempar gunting sembarang tempat lalu melangkah pergi meninggalkan Emily.
Mendengar pintu kamar sudah tertutup, Emily meluruh ke lantai, menggigit bibir bawahnya seraya mendongakkan kepala menahan agar air matanya tidak jatuh.
Kini ia tahu apa alasan di balik sikap keras suaminya terhadapnya. Alasan kenapa mereka menikah, “Aku harus kuat, dia juga pasti menderita,”  gumamnya.
Pintu kembali terbuka, Emily menarik napas panjang untuk menetralisirkan jantungnya.
“Kau baik-baik saja?” terdengar suara Rosalinda.
Emily menganggukkan kepala, “Ya, aku baik-baik saja, Ros.” Emily berusaha berdiri dan Ros pun membantunya.
“Bajumu perlu diganti. Tuan mengatakan kancingnya rusak.” Rosalinda melepaskan baju Emily dan menggantinya dengan yang baru.
Keduanya pun turun ke bawah, Ros membawanya ke dapur dan menjelaskan serta  mengarahkan apa yang perlu untuk dijelaskan.
Seperti yang diperintahkan suaminya, Emily pun melakukan tugas pertamanya dengan membuat kopi untuk Ell. Mungkin terdengar sangat mudah bagi yang normal penglihatannya tapi percayalah tangan Emily hampir saja melepuh tersiram air panas dan ia tetap menghentikan Rosalinda yang berniat untuk membantunya. Emily tidak mengetahui bahwa Ell sangat menikmati pemandangan yang ada di hadapannya.
“Aku sudah terlambat, hanya menyeduh kopi memakan waktu berjam-jam. Jadilah istri yang cekatan.” Ell berdiri di belakang punggungnya.
“Kau tidak menaruh racun di kopinya, bukan??” sinis Ell. Tuduhan yang sangat tidak mungkin mengingat Emily yang tidak bisa membedakan mana gula, kopi dan garam jika tidak menyecapnya.
“Jika kau ragu, kau tidak perlu meminumnya,” sahut Emily. Tidak berani bergerak karena jarak mereka sangat dekat. Ia bisa merasakan hembusan napas suaminya di atas kepalanya.
Ell mengulurkan tangan mengambil cangkir kopi dan membawanya ke dalam mulutnya. “Kopi macam apa ini?!” Ell menyemburkan isi mulutnya hingga mengotori rambut Emily. “Belajar lah membuat kopi yang enak, istri macam apa kau ini?” hardik Ell tapi tidak sesuai dengan tindakannya di mana ia membawa gelas kopinya ke luar dapur dan bahkan menyesapnya habis. Emily memang tidak melihatnya namun Rosalinda menyaksikannya.
“Apakah gula dan kopi yang kumasukkan salah? Atau ukurannya yang tidak pas?” Emily tidak memedulikan rambutnya yang basah akibat semburan air kopi yang disengaja oleh suaminya.
“Tidak Emily, suamimu menghabiskan kopinya, dia hanya malu untuk memuji kopi buatanmu,” Rosalinda mendekat dan mengusap punggung Emily. “Maafkan sikapnya.”
Emily mengulas senyumnya, mendengar bahwa Ell memang menghabiskan kopi buatannya sudah cukup membuat Emily terhibur.  “Tidak perlu meminta maaf Ross, dia tidak salah, dia hanya sedikit kesal kepadaku dan meluapkan dengan cara seperti itu,”
Mendengar jawaban bijak Emily, Rosalinda kembali dibuat kagum oleh keteguhan hati dan kesabaran wanita itu. “Rambutmu, akan kupanggilkan seseorang yang ahli untuk merapikannya.”
“Jangan melakukan sesuatu yaang tidak kuperintah,” Ell menimpali, masuk ke dapur untuk mengembalikan cangkir kopinya. “ Kau mengerti?” Ell memberikan tatapan peringatan ke arah Rosalinda.
***
“Bagaimana kondisimu?” Ell menarik kursi dan duduk di tepi ranjang. Edward mengalami demam dan ia bermurah hati untuk mengunjunginya.
“Bagaimana keadaan istrimu?” Edward menjawab pertanyaan dengan balik berrtanya.
“Imunnya lebih kuat dibanding dirimu,” Ell berdecak kesal. Ed menganggukkan kepalanya.
Keduanya terdiam untuk sesaat dalam diam.
“Haruskah aku meminta maaf,” seru Ell kemudian.
“Tentu saja.”
“Kalau begitu maafkan aku.” Ujarnya.
Edward mengernyitkan dahinya, “Kau meminta maaf padaku?”
Ell mengangguk dengan wajah tanpa dosa, memangnya kepada siapa ia harus meminta maaf lagi. Jika bukan Edward, ia juga enggan untuk meminta maaf.
“Meminta maaflah kepada istrimu.”
“Yang benar saja.” Ellard berdecak kesal. “Aku baru saja memotong rmbutnya, dan pagi ini tangannya juga hampir melepuh karena membuatkan kopi untukku. Aku menikmatinya, sangat menikmatinya. Mempermainkan wanita buta sedikit menghiburku, dan sekarang kau memintaku untuk meminta maaf? Astaga, dia bahkan tidak merasa menyesal saat melayangkan nyawa seseorang.”
“Apa kau yakin Emily yang melakukannya?”
Wajah Ellard berubah masam mendengar keraguan Edward yang sepertinya menolak bahwa Emily melakukan sebuah kesalahan fatal.
“Dia terlihat seperti wanita berkelas, dan Emily...”
“Hentikan!” sinis Ellard. “Apa kau menyukainya?” Ellard menudingnya dengan menatap tajam pria itu.
Edward tersenyum, tidak tersinggung sama sekali dengan tuduhan yang dilayangkan Ellard padanya.
“Hanya karena kau menyukainya bukan berarti kau menutup fakta bahwa semua bukti menunjukkan ia sengaja melakukannya. Sudah berniat untuk melenyapkan Naura-ku.” Ellard mulai terpancing emosi. Segala sesuatu yang membahas tentang Emily, emosinya selalu mudah tersulut.
“Dan hanya karena korbannya adalah Naura, kau tidak melakukan penyelidikan yang lebih akurat. Kau hanya memvonisnya dengan bermodalkan CCTV. Tidak mencari alasan lain yang_”
“Alasan apa yang kau maksud?!” desis Ell menyela kalimat Edward. “Wanita itu juga tidak membantah. Andai ia merasa tidak melakukannya, tidak mungkin ia sebodoh itu melakukan hal gila, menerima dengan pasrah apa yang dituduhkan padanya.”
Edward terdiam karena apa yang dikatakan Ell benar adanya. Saat di persidangan Emily menerima semua tuduhan yang diberatkan padanya.
“Tapi tetap saja Emily juga mengalami kebutaan...”
“Itu karma.” Sahut Ellard dengan segera.
“Dan semoga kau juga tidak kena karma karena menyiksa istrimu. Hanya karena kau menyiksanya tidak akan mambuat Nauramu kembali. Aku berduka untukmu namun aku tidak bisa membenarkan apa yang kau lakukan padanya. tidak harus kujelaskan sakitnya bagaimana disiksa karena aku yakin kau lebih tahu rasanya.” Edward menatapnya penuh arti, dan Ell juga menatapnya dengan tatapan penuh luka yang tersirat sangat jelas di manik pria itu. Entah ia menyayangkan kematian Naura atau ia mengingat betapa kejamnya Rebecca kepadanya. Atau mungkin perpaduan keduanya, hanya Ellard lah yang tau.
“Sepertinya kau memang menyukai wanita itu. Saranku segera lah menjadi walinya.” Ellard berdiri dari kursinya bertepatan dengan pintu kamar yang terbuka.
“Siapa yang ingin menjadi wali. Aku juga butuh wali,” Peter masuk mengurungkan niat Ellard yang akan pergi. Sungguh ia sangat kesal pada sahabatnya Edward.
“Aku mendengar kau sakit?” Peter terkekeh, “Dan aku membawakan buah segar untukmu,” Peter mengangkat keranjang buah yang ia tenteng.
“Teman yang pengertian sekali. Membawa buah tangan saat membesuk orang sakit.” Edward melayangkan tatapan mengejek pada Ellard yang datang dengan tangan kosong dan justru keduanya terlibat pembicaraan sengit.
“Aku bisa membeli buah beserta tokohnya jika kau mau.” Pungkas Ellard kekanakan.
“Aku tidak cukup miskin, kawan.” Edward menyombongkan diri.
“Kau sangat menyebalkan saat sakit.”
“Kau yang membuatku sakit,” sahut Edward.
“Untuk itu jangan jadi sok pahlwan jika imunmu tidak kuat,” terselip perhatian dalam kalimat teguran yang dikatakan oleh Ellard.
“Apa dia sudah memecatmu?” Peter menimpali membuat keduanya menoleh.
“Dia berniat memecatku?” tanya Edward memastikan.
Peter menganggukkan kepala,”Begitulah yang ia katakan padaku. Mau bergabung denganku? Aku akan menaikkan gajimu,” Peter mengulum senyumnya, mengabaikan sorot mata tajam Ellard kepada mereka.
“Tentu saja.” Edward menayambut ajakan Peter membuat Ellard berdecak.

Bình Luận Sách (618)

  • avatar
    CitraSandra

    aku suka banget ceritanya. di bab2 hampir akhir membuatku hampir mellow. top banget👍

    14/01/2022

      2
  • avatar
    Della Ira

    aku suka

    12/08

      0
  • avatar
    ANGGRIANAMAWAR

    keren

    22/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất