logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 12 Tidak Tahu Namanya

“Tolong berhati-hatilah.” Ucapan Emily diabaikan oleh Ellard. Pria itu justru semakin menaikkan laju mobilnya. Ia mengemudi semakin menggila, bahkan umpatan dan klakson para pengendara lain ia abaikan begitu saja. Ia sangat menikmati kepanikan dan wajah pucat Emily. Tidak hanya pucat, kini dahi Emily dialiri keringat sebesar biji jagung.
Ya, semenjak kecelakaan yang dialami Emily, wanita itu memiliki ketakutan tersendiri saat berada di dalam mobil, dan sepertinya Ellard menyadari hal itu sehingga semakin menjadi dalam mempermainkan Emily.
“A-aku mm-mohon..” suara Emily bergetar ketakutan. Ellard tentu saja mendadak tuli, namun tersenyum penuh kemenangan dengan apa yang terlihat di wajah cantik Emily.
“Ssu-suamiku..”
Ciiiittt....
Ellard menginjak rem secara mendadak membuat Emily terlonjak kaget dan tidak kuasa menahan tubuhnya hingga kepalanya terbentur ke depan.
Bukan tanpa alasan Ellard menginjak rem mobil secara mendadak, ia terkejut mendengar apa yang yang dikatakan oleh Emily. Suamiku.
“Apa yang kau katakan tadi, hei wanita buta!” Ellard menatapnya dengan sinis, mengabaikan wajah Emily yang meringis menahan sakit. Jidatnya sudah membiru, dan Ellard tidak peduli itu.
“Apa yy-yang kukatakan?”
“Suamiku? Heh?!”
“Aa-adakah yang salah?”
“Tentu saja! Itu terdengar menjijikkan!”
“Lalu aku harus memanggilmu apa disaat kau bahkan tidak memberi tahukan namamu.”
“Lidahmu sangat lah tidak layak menyebutkan namaku,” Ellard kembali menyalakan mobilnya, menginjak pedal gas dan melajukannya dengan kencang sampai Emily harus menahan mual setengah mati. Ia pusing dan ingin muntah. Percuma berkoar karena Ellard tidak akan peduli. Yang bisa ia lakukan adalah menahan mualnya sebisa mungkin dan berdoa semoga ia tidak muntah di dalam mobil pria itu karena akan menimbulkan masalah baru baginya. Entah siksaan apa lagi yang akan diperbuat pria itu terhadapnya.
Akhirnya pederitaan Emily terjeda untuk sesaat. Mobil yang mereka tumpangi berhenti dan dengan segera Emily membuka pintu mobil dan mengeluarkan isi perutnya, tidak menyadari seseorang yang berniat untuk membukakan pintu untuknya sehingga muntahannya mengenai bagian bawah celana pria itu.
“Menjijikkan!” Ellard tersenyum iblis dan melenggang pergi meninggalkan Emily dan Edward. Ya, pria itu adalah Edward.
“Kau tidak apa-apa, Emily?” tanya Edward khawatir, mengabaikan celananya yang kotor.
“Aku merasa pusing dan mual. Aku meragu ia memiliki SIM,”
Edward tersenyum, ia tidak menyangka Emily bisa bergurau dengan menyelipkan sindiran di kalimatnya.
“Akan kuambilkan air putih,” ucapnya sembari mengitari mobil dan membuka pintu kemudi. Mengambil yang ia butuhkan, Edward kembali mengitari mobil dan berdiri di tempat semula, di hadapan Emily. Ia pun membuka penutup botol dan memberikannya pada Emily.
“Terima kasih,” Emily  menyerahkan kembali botol dengan seulas senyum tulus di bibirnya.
“Apakah kita sudah bisa masuk?” tanya Edward.
“Di mana dia?” Emily balik bertanya dan Edward tahu siapa yang dimaksud oleh wanita itu.
“Dia bertemu dengan rekan bisnisnya. Dia memintaku untuk menjagamu.”
Emily kembali tersenyum, “Kau baik sekali. Aku sangat tidak menyukai pembohong, tapi sepertinya tidak akan berlaku untukmu. Aku menyukai kebohonganmu.”
Alih-alih malu dengan kebohongannya, Edward justru tertawa renyah. “Maafkan aku,”
Emily menggelengkan kepalanya, “Sudah kukatakan aku senang dengan kebohonganmu. Dan pesta seperti apa yang sedang kita hadiri, Edward?”
“Hanya pesta penyambutan. Salah satu sahabat kami baru memenangkan tender besar dan ia baru kembali setelah 50 hari bekerja keras untuk mendapatkan tender ini.”
“Bagaimana dandananku? Pakaian yang kukenakan, apakah lipstikku berlebihan dan wajahku apakah terlihat pucat?”
Edward lagi dan lagi tersenyum, “Kau mengagumkan,” pujinya tulus.
“Aku tidak ingin dia malu,” cicit Emily.
Edward menganggukkan kepalanya. “Baiklah, ayo kita masuk.”
Edward membimbingnya masuk, dan tidak satu kali pun Emily membentur suatu benda atau pun orang lain yang terdengar sangat ramai. Edward benar-benar sangat telaten menuntunnya.
“Apakah aku perlu menyapa sahabatmu?” pertanyaan Emily sontak membuat Edward melayangkan tatapannya mencari keberadaan dua sahabatnya. Ellard dan Peter.
“Baiklah, akan kubawa kau ke hadapan mereka.” Ucap Edward begitu melihat Ellard dan Peter sedang bergabung dengan Jovan dan juga Morin serta beberapa rekan bisnis mereka.
***
“Kau tidak merindukanku?” Ellard melayangkan tinjunya ke arah bahu sahabatnya-Peter.
“Tentu saja aku merindukanmu, keparat! Ini tidak sebanding dengan apa yang kau lakukan dulu, menghilang tanpa jejak.” Peter merentangkan kedua tangannya dan mereka pun berpelukan.
“Apa kau tahu bahwa dia sudah menikah?” pernyataan Morin membuat Peter melepaskan pelukan mereka dengan paksa.
“Menikah?” Peter menatap Ellard tidak percaya dan menatap Morin dengan tatapan meminta penjelasan. Morin menganggukkan kepalanya dengan matap sedangkan Ellard mendengkus kesal.
“Sahabat macam apa kau ini, aku hanya tidak berada di dekatmu satu bulan terakhir ini dan kau sudah menikah secara diam-diam.”
Ellard hanya mengibaskan sebelah tangannya sebagai respon dan melayangkan tatapan kesal ke arah saudaranya.
“Akh, dan itu istrinya, cantik bukan?” Morin melambaikan tangannya begitu melihat Emily dan Edward berjalan mendekat ke arah mereka.
Ellard dan Peter pun menoleh, dan Peter seketika terhenyak, “Kau menikahi gadis buta?” tanyanya tidak percaya.
“Hai Emily, apa kabar?” Morin menarik Emily ke dalam pelukannya.
“Morin,” Emily pun membalas pelukan wanita itu. Ia sudah hafal betul dengan wangi dan suara wanita baik hati itu.
“Selamat atas pernikahanmu,”
Emily menganggukkan kepalanya, “Te-terima kasih,”
“Hei Emily, bagaimana keadaanmu? Dan ada apa dengan jidatmu?” sapa Jovan.
“Baik, aku hanya tidak sengaja terpeleset di kamar mandi,” bohongnya, baik Jovan atau pun Morin tidak percaya dengan apa yang dikatakan Emily. Sepasang suami istri itu kompak melayangkan tatapan ke arah Ellard namun pria itu terlihat acuh tidak acuh.
“Tidakkah kau ingin mengenalkan istrimu padaku, kawan.” Peter berkelakar seraya menaikkan kedua alisnya berniat untuk menggoda Ellard.
Tubuh Emily menegang seketika, wajahnya kembali panik.
“Tidak ada yang menarik darinya,” sinis Ellard. “Kau bisa berjabat tangan jika kau mau namun aku tak akan bertanggungjawab jika kau menderita penyakit kulit.”
Mendengar hinaan Ellard, Emily hanya bisa menundukkan kepalanya. Morin, Jovan dan Edward merasa kasihan dan kompak memeberi tatapan peringatan pada mulut pedas Ellard.
“Baumu sangat tidak enak, sebaiknya kau urusi dirimu sebelum mengurusi orang lain,” Ellard menunjuk celana Edward yang terkena muntahan  Emily.
“Ada apa dengan pakaianmu?” tanya Peter.
“Wanita itu membuang kotoran dari mulutnya,” Ellard menjawab pertanyaan Peter.
Emily mengangkat kepalanya, “Apa aku muntah di atas celanamu?” Emily terlihat merasa bersalah.
“Bukan kesalahanmu, itu kesalahanku karena datang dengan tiba-tiba. Aku akan menggantinya dengan segera.” Edward pun segera pamit setelah berpesan pada Morin untuk menjaga Emily.
“Sekali lagi selamat atas pernikahanmu, kawan.” Peter meninju lengan Ellard. “Kufikir kau tidak akan menikah setelah kehilangan Naura.”
Emily tersentak, jadi pria yang menikahiku adalah tunangan dari  wanita itu? batinnya. Dan kini ia bisa mengerti kenapa suaminya begitu kejam padanya. Kini ia sadar alasan di balik pernikahan mereka.
“Dan selamat juga buattmu,” Peter mengulurkan tangannya pada Emily.
“Dia tidak akan melihatmu,” Tukas Ellard membuat Peter menarik kembali uluran tangannya.
“Baiklah, selamat bersenang-senang.” Peter pun undur diri.
“Di sini gerah sekali, sebaiknya aku juga pergi dan kau jangan lah membuat ulah.” Ellard memberi peringatan kepada Emily.
“Kenapa kau tidak membawanya,” Morin menahan tangan Ellard.
“Apa kau fikir aku mau direpotkan olehnya.” Ellard menghempaskan tangannya agar genggaman Morin terlepas dari tangannya.
“Hmm Morin, bisakah kau mengantarku ke toilet?” Emily sengaja meminta bantuan Morin untuk menghentikan wanita itu menahan Ellard.
Morin pun akhirnya mengantar Emily ke dalam toilet.
“Kau sudah lama mengenal suamiku, Morin?” tanya Emily seraya mereka berjalan. “Apa kau dan dia bersahabat?”
Morin tersenyum miris, “Dia adalah adikku,” akunya dengan jujur dan untuk sesaat Emily terkejut bahkan sampai menghentikan langkahnya.
“Akh, jadi kau kakak iparku,” Emily tersenyum manis.
“Apakah adikku merepotkanmu?” tanya Morin prihatin.
Emily mengggelengkan kepalanya, “Dia hanya tidak ingin aku memanggil namanya disaat aku bahkan tidak tahu namanya.”
“Kau tidak tahu namanya?” Morin bertanya tidak percaya.
“Dan aku tidak ingin kau memberi tahu namanya. Biarkan dia yang memberi tahu namanya padaku walau terdengar sangat tidak mungkin.” Emily tersenyum miris.
***
Ellard ke luar menuju taman belakang yang tidak kalah ramai dari ruang utama. Di taman tersebut terdapat kolam yang cukup besar. Beberapa tamu memilih duduk di pinggiran kolam.
Ellard tiba-tiba menghentikan langkahnya, ia berbalik dengan cepat begitu indra penciumannya menangkap bau yang tidak asing. Aroma yang begitu familiar, wangi yang sangat disukai dan dirindukannya. Ellard melayangkan tatapannya, mencari dan mencoba menebak di keramaian hingga ia menangkap sesosok tubuh yang berjalan masuk ke dalam ruang utama.
“Naura,” ucapnya dengan jantung berpacu cepat. Ia pun segera melarikan kakinya untuk mengejar wanita itu.

Bình Luận Sách (618)

  • avatar
    CitraSandra

    aku suka banget ceritanya. di bab2 hampir akhir membuatku hampir mellow. top banget👍

    14/01/2022

      2
  • avatar
    Della Ira

    aku suka

    12/08

      0
  • avatar
    ANGGRIANAMAWAR

    keren

    22/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất