logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 Brave Girl

Malam ini adalah malam pembalasan bagi Lexy. Setelah mendapatkan informasi tentang orang
yang telah membocorkan keberadaan gudang perdagangannya kepada polisi. Ia segera
mendatangi sebuah apartement bersama dua anak buahnya. Sesampai di lobi, Lexy yang
sedang mengenakan sarung tangannya tanpa sengaja ditabrak seorang perempuan yang sedang
sibuk menelpon dan terus berjalan tanpa rasa bersalah, sarung tangan yang jatuh di lantai
hanya dipandang Lexy dan melihat cewek itu berlalu. Anak buahnya berniat memberikan
pelajaran tapi Lexy menahan lengan mereka.
Baginya ada yang lebih penting dibanding menanggapi perempuan tersebut. Yaitu menghabisi
pria yang sudah membuat dirinya rugi besar.
Dengan tenang Lexy membungkukkan diri berniat mengambil sarung tangannya, tetapi belum
sempat menyentuh sarung tangan tersebut, sebuah tangan sudah meraihnya lebih dulu. Tentu,
mata dingin Lexy ingin mengetahui tangan siapa itu. Dan ternyata, perempuan yang
menabraknya.
"Sory, sory, sory gue nggak lihat tadi." seru Keyren menyerahkan sarung tangan tersebut
sembari terus memegang telpon genggamnya. Lexy hanya diam menatapnya dan mendengar
permintaan maaf berkali-kali dari perempuan itu. "Sory." ucap Keyren sekali lagi membubarkan
lamunan Lexy dan menerima sarung tangan tersebut. Tanpa basa-basi Kayren beranjak pergi
dan melanjutkan obrolannya ditelepon.
Kemudian didalam lift, Lexy mengarahkan anak buahnya untuk menjaga semua cctv yang
mengarah ke apartement yang dituju. Dan dia sendiri yang akan menghabisi targetnya.
Didalam sebuah apartement, Doni sedang menelpon seseorang "Iya, akan aku temenin minggu
depan di rumah. Janji. Sekarang, tutup telponnya dan hati-hati pulang ke rumah." ucapnya
kemudian menutup telponnya.
Tok, tok, tok. Menoleh kearah pintu. "Siapa malam-malam gini yang datang?" pikir Doni
berjalan kearah pintu "Jangan-jangan, balik lagi tuh anak." segera membuka pintu sembari
ngomel dibalik pintu dan membukanya "Key, ada apa lagi?? Kan..." ucapannya berhenti ketika
dia mendapati orang lain yang berada didepan pintu apartement-nya. "Cari siapa?"
Lexy menatap tajam sembari menjawab "Kamu."
"Maaf, gue kayaknya nggak kenal..." berniat menutup pintu.
"Ok, kalau gitu sebaikanya aku temui Key aja..." belum selesai bicara Doni langsung tersentak
dan mengurung niatnya menutup pintu.
"Siapa lo?"
"Boleh aku masuk." Lexy nyelonong masuk begitu saja. "sepertinya Key..."
"Jangan pernah ganggu dia. Atau..." sahut Doni
"Atau apa Doni?" tersenyum kecut "kamu tidak akan mungkin berani membunuhku."
"Siapa lo? Gimana bisa lo tau nama gue?" Doni mulai kawatir.
Lexy berlagak berpikir sembari memutari Doni "Gimana kalau kamu membiarkan aku yang
menjaga si Key..."
"Sudah gue bilang, jangan ganggu dia! Kalau lo punya masalah sama gue. Jangan pernah bawa
dia kedalam masalah." bentak Doni.
"Wuu...siapa dia? Aku hanya menyebut sedikit namanya saja kamu sudah begitu sangat marah.
Rasanya aku ingin sekali menemuinya..." ucap Lexy.
"Apa sebenarnya masalah elo?! Jangan sekali-kali lo nyentuh dia?! Gue nggak ada urusan sama
elo" tantang Doni, seketika Lexy mendorong tubuh Doni dengan mencekik lehernya sampai ke
dinding dekat meja foto. Saat itu juga Doni berontak karena kesulitan benapas.
"Gudang yang kamu laporkan itu, adalah gudang milikku!" kecam Lexy memperkuat cekikannya
lagi "dan asal kamu tahu, aku harus menanggung kerugian yang cukup besar karena ulahmu."
deliknya penuh dengan kemarahan.
Sementara Doni masih berusaha melepaskan diri, dia raih-raih apa saja yang ada disekitarnya.
Vas bunga. Dengan sisa kekuatan dia pukulkan vas itu kearah kepala Lexy.
Seketika Doni tersungkur lemas berusaha bernapas ketika cekikannya terlepas. Sementara Lexy
menahan sakit, tapi tak butuh waktu lama, ia sudah tak kesakitan lagi.
Doni segera berlari menuju pintu keluar dan meminta pertolongan. Saat ganggang pintu sudah
terpegang tiba-tiba dari belakang Lexy menjeratnya kuat-kuat dengan tali kabel. Tentu, seketika
Doni gelagapan seperti cacing kepanasan saat lehernya dililit kabel dengan sangat kuat.
Semakin kuat, kuat, dan kuat. Sampai akhirnya, tubuh Doni tak lagi bergerak. Bruk! nyawa Doni
pun tidak tertolong.
******
Di ruang kerja, Lexy menyeduh secangkir kopi sembari memandangi kearah keluar jendela,
sementara Herman merinci pendapatan dan kerugian apa saja yang didapat. "Bulan ini belum
ada kerugian, Lexy. Kerugian kita sudah tergantikan dua kali lipat dari jarahan kita. Dan
perdagangan kita semua masih berjalan mulus." ujar Herman terus menatap laptop
didepannya.
"Aku belum puas Herman, aku masih mau melakukan satu hal lagi untuk menguasai
perdagangan ini." sahut Lexy yang masih berdiri didepan jendela "Aku mau tau, siapa polisi
yang sudah bekerja sama dengan Markus." tambahnya.
"Itu terlalu bahaya, Lexy."
Mendengar kekawatiran Herman, Lexy pun berbalik badan melihat pria setengah baya itu
"Herman, kamu lupa satu hal, bahaya itu adalah aku. Bukan mereka." ujar Lexy sadis.
"Tapi..."
"Tenang saja. Setelah aku tau siapa polisi itu, barulah aku bisa menikmati semuanya."
meletakkan cangkir diatas meja "aku harus menemui Monica di pelabuhan." tambahnya
berjalan keluar.
"Sendiri?" tanya Herman
Langkah kaki Lexy terhenti di daun pintu lalu menatap kearah Herman "Apa aku harus
mengajakmu?" celetuk Lexy berlalu.
Dalam perjalanan, tak sengaja dari kejauhan Lexy melihat Markus dan lima anak buahnya
didepan sebuah bank, seketika Lexy memelankan laju mobilnya dan memutuskan menepi ke
kiri jalan sembari terus mengamati pergerakan meraka.Sangking fokusnya Lexy dengan orang-
orang itu, ia tanpa sengaja menabrak mobil yang sedang diparkir.
Brruukkk!!! Perhatiannya pun pecah. Pemilik mobil yang ditabrak bergegas keluar.
Ternyata pemilik mobil itu adalah Keyren, wanita yang menubruk Lexy tempo hari di lobi
apartemen. Tok, tok, tok, tok! mengetuk kaca mobil Lexy dengan cukup keras. Mau tidak mau,
Lexy harus menurunkan kaca mobilnya.
"Sorry, bisa turun dari mobil dan lihat apa yang udah elo lakuin sama mobil gue?!" ketus Keyren
diluar pintu. "Ok, kalau lo keberatan. Gue bisa telepon polisi sekarang atau gue bakal teriak
minta tolong." kecamnya menunjukkan handphone di genggamannya.
Lexy tidak banyak bicara, sekilas dia melihat Markus masuk kedalam bank. Lalu ia baru keluar
dari dalam mobil.
"Sekarang lo lihat. Kaca mobil gue sampai pecah begitu. Lo harus ganti rugi semuanya. Gue
minta tanda pengenal lo."
Lexy sama sekali tidak mendengarkan apa yang dikatakan Keyren. Dia hanya fokus pada Markus
yang belum keluar dari bank.
"Hei, helloo. Mas!!?" nada Keyren terdengar tinggi dan menekan, tapi yang bikin kaget dan
gagal fokus bukan suara nyaring dari wanita itu melainkan panggilannya yang menyebut Lexy
'Mas'
"What?!" Lexy terdengar aneh jika dirinya dipanggil 'Mas'
"Gue minta ganti rugi." lekuk bibir Keyren terlihat jelas.
"Barusan kamu memanggil diriku apa?" tanya Lexy.
"Mas."
Lexy geleng-geleng kepala. "Bener-bener nggak penting." gumam Lexy sembari merogoh
kantong belakang.
"Apa? barusan lo bilang apa?!" protes Keyren yang mendengar ucapan Lexy. Tanpa menanggapi
wanita itu, Lexy memberikan sebuah kartu nama lalu melangkah kearah pintu mobil Keyren
kemudian membukakan pintu untuk wanita cerewet ini dan berkata "Sebaiknya kamu segera
pergi ke alamat bengkel itu dari pada membuang waktuku disini." ketus Lexy.
Keyren sekilas melihat kartu nama yang baru saja ia terima. "Ok" seru Keyren seketika bungkam
dan merasa tidak terjadi apa-apa setelah mendapat pertanggung jawaban dari orang yang
sudah menabrak mobilnya. Kemudian ia berniat masuk kedalam mobil, lelaki itu justru tidak
pergi dari pintu mobilnya.
Ketika Lexy melihat kearah bank, Markus keluar bersama Johan.
"Johan???" gumamnya penuh tanda tanya, mata Lexy menyipit memastikan itu adalah Johan
dan tidak salah orang.
"Apa?" sahut Keyren yang sudah duduk dijok kemudi "Eh, mas. Gue mana bisa tutup mobil
kalau mas masih didepan pintu gini." celetuk Keyren.
Sementara Lexy masih fokus dengan orang-orang diseberang sana. Ada hubungan apa Johan
dengan Markus? batinnya. Saat melihat Johan masuk kedalam mobil Markus, tiba-tiba Keyren
menginjak kaki Lexy sampai cukup terasa sakit namun cowok itu hanya menarik napas panjang
menahan emosi sambil melihat Keyren. Rasanya ingin membungkamnya saja.
"Gue mau nutup pintu. Jangan berdiri kayak tiang." saat Lexy berniat menjawab, enggak taunya
Markus mengetahui keberadaannya.
Segera Markus dan yang lainnya menancap gas mobil dan berlaju begitu kencang. Sementara
Lexy, tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi antara
Johan dan Markus. Tanpa permisi dan tanpa bicara, Lexy masuk kedalam mobil Keyren dan
memaksa Keyren bergeser supaya duduk dikursi penumpang.
"Aow, aow, hei! Lo ini apa-apaan?!!" protesnya karena kalah kekuatan Keyren akhirnya kegeser
duduk disebelah. Kemudian Lexy menancap gas dan berlaju begitu kencang mengejar mobil
Markus yang sudah berjalan jauh. Sedangkan Keyren teriak ketakutan namun tidak dihiraukan.
"Gue mau berhenti!!!" teriaknya tanpa respon.
Banyak kendaraan yang juga berlalu lalang, banyak juga orang yang lagi menyeberangi jalan,
tapi mobil yang dikendarainya seakan tidak melihat semua itu. Laki-laki ini memang gila! Apa
dia punya sembilan nyawa sampai-sampai dia bawa mobil ugal-ugalan kayak gini. Batinnya
sangat ketakutan. Jantung mau copot, roh serasa diubun-ubun. Wush! wush! wush!
Mobil Markus sudah terlihat didepan, dan Lexy malah semakin mengencangkan laju mobil.
Ketakutan Keyren juga semakin menjadi-jadi. Hingga sampai lampu merah mobil markus masih
bisa menyerobot, sedangkan Lexy sudah memasukkan gigi perseneling dan menancapkan gas
untuk ikut menerobos. Sayangnya sudah terhalang mobil yang sedang melintas.
Melihat sesuatu yang buruk akan terjadi, Keyren menjerit sekeras-kerasnya sembari menutup
mata rapat-rapat dengan kedua telapak tangan.
Ciiitttt Ciitt ciiit ciiit. Suara lengkingan rem tersebut terdengar sangat kuat danmembuat
sekitarnya terperangah membayangkan akan terjadi kecelakaan.
Tetapi seketika mobil terhenti tepat didepan mobil yang hampir saja ditabrak.
"Sial!!!" teriak kesal Lexy memukul setir didepannya.
Tiba-tiba cubitan kuat melandas di lengan Lexy. Seumur hidup ia tidak pernah dicubit, rasa
sakit yang belum pernah ia rasakan ini mampu membuat dirinya mengernyit kesakitan. Bahkan
rasa sakit ini begitu daysat, ia berpikir lebih baik dihujam oleh pukulan atau tendangan apapun
daripada dicubit seperti ini. Otot dilengannya serasa hampir putus saja.
"Lo pikir, lo siapa?! hah?!! Pertama lo udah hancurin mobil gue!! dan sekarang lo mau bunuh
gue!!" bentak-bentak Keyren setengah mati. "Keluar dari mobil gue sekarang juga!!!" memukul-
mukul kecil sambil mendorong tubuh Lexy.
Tok, tok, tok. Seorang laki-laki separuh baya mengetok kaca mobil berniat melihat kondisi
didalam mobil.
Keyren keluar dari mobil. "Mbak, nggak apa-apa?" tanya pria tersebut.
Dengan ramah Keyren tersenyum manis sembari geleng-geleng kepala, kemudian berjalan
menuju pintu kemudi sebelah dan membukanya "Keluar dari mobil gue sekarang." usirnya.
Tanpa banyak bicara Lexy keluar dari mobil dan berlalu begitu saja tanpa sepatah katapun.
Keyren dibuat melongo melihat laki-laki bersikap seperti itu. What? That's it. "Dasar orang gila."
gerutunya sembari masuk kedalam mobil dan mulai melajukan mobilnya dengan penuh sumpah
serapah.
Karena Lexy diusir oleh wanitu itu, terpaksa dia naik taksi dan menyuruh anak buahnya untuk
mengurus mobil yang ditinggal tadi. "Herman, aku tunggu kamu ditempat biasa" ucap Lexy
didalam telepon.
"Aku sudah disini bersama Monica." jawab Herman dibalik telepon.
"Tunggu aku." kemudian mematikan teleponnya. Sementara Lexy masih memikirkan Johan. Apa
yang Johan jual ke Markus?
Rasa sakit dilengan tidak kunjung hilang meski sudah diusap berkali-kali. Sangking
penasarannya dengan rasa sakit itu dia gulung lengan bajunya dan melihat bekas memar biru
tergambar di lengannya. Berdesis sakit sembari berpikir apa yang sudah perempuan itu lakukan
kepadanya hingga rasa sakit ini melebihi terkena timah panas dari pistol.
Mungkin hari ini aku cukup bermurah hati dengan memberimu kesempatan, tapi jika kita
bertemu lagi, tidak akan kubiarkan kamu hidup. Janjinya dalam hati.
******
Raut muka Monica terlihat musam melihat Lexy berjalan menuju mejanya dan Herman. Monica
membuang muka ketika Lexy berniat menciumnya.
"Come on." Lexy berusaha merayu denga mencium tangan Monica kemudian duduk
disampingnya.
"Aku sudah menunggumu berjam-jam tapi kamu malah tidak datang." kesal Monica.
Tanpa menanggapi kekesalan Monica, Lexy memilih minum secangkir kopi lalu berkata "Karena
hari ini aku ingin membunuh seseorang, jadi aku tidak jadi menemuimu." ketusnya, seketika
Monica tidak menjawab ucapan Lexy. "Herman, cari informasi tentang Johan. Dan tanyakan
Frengki. Apa dia tau tentang kerja sama kita." sekilas melihat Monica yang hanya memainkan
handphone.
Lexy merebut handphone dari genggaman Monica. "Jangan mainan handphone didepanku"
nada Lexy terdengar menekan.
Suasana menjadi hening sekejab, Lexy menarik napas panjang dan berkata "Sebaiknya nanti
malam kamu luangkan waktu untukku, karena aku mau bersenang-senang denganmu." Lexy
masih berusaha mebuat suasana hati Monica senang. Dengan daya Tarik yang dimiliki Lexy,
tentu saja sebagai wanita normal, Monica mulai tersenyum kepadanya lagi. Dan untungnya,
Sean bisa memuaskan nafsunya malam ini.
"Aku kebelakang sebentar." pamit Monica berlalu. Sementara Lexy mengelus-elus lengannya.
"Ada apa Lexy?"tanya Herman tanpa ada respon "Apa ada yang menembak lenganmu?" tebak
Herman membuat Lexy mengalihkan pandangannya.
"Lebih parah dari itu?" heran Lexy
Herman mengerutkan keningnya penasaran. Lalu dengan dinginnya Lexy membuka lengan baju
dan menunjukkan lukisan lebam biru yang menempel di lengannya. Mata Herman terheran-
heran sekilas melihat Lexy dengan bekas cubitan itu.
“Apa ini bekas cubitan?" Herman meyakinkan diri. Lexy hanya melempar pandangan sadisnya
sebari menutup lebam birunya "Seorang wanita." Lanjut Herman masih penasaran sembari
terlihat menahan geli. Karena selama dirinya bersama Lexy, dia tidak pernah melihat bekas
memar cubitan seperti ini. Bahkan Monica tidak bisa melakukan hal itu.
"Apa maksudmu tersenyum seperti itu? Sampai sekarang otot lenganku seperti mati rasa.
Cubitan ini sakit sekali." Kesal Lexy.
"Lalu, apa kamu membunuhnya?" berusaha menahan geli
"Tidak."
Mata Herman terbelalak "Tidak? Hahaha" ia tertawa lebar karena sudah tidak sanggup
menahan geli karena bekas cubitan itu "Ada apa denganmu, Lexy? hahaha"
"Aku akan membunuhnya jika bertemu dengannya lagi." kecamnya.
"Apa perlu aku carikan informasi tentang wanita itu?" Herman menahan tawa.
"Jangan membuat ini terlalu mudah. Kita lihat takdirnya, apa dia akan seberuntung sekarang?
jika tidak, maka dia akan mudah mati dalam cengkramanku." tekannya terdengar kejam tetapi
Herman terus saja ingin tertawa, dia tidak percaya seorang mafia bisa dicubit dengan wanita
biasa.
******

Bình Luận Sách (306)

  • avatar
    LuthfiLuthfi

    seru juga

    15d

      0
  • avatar
    YyyNnn

    novel ini menarik saya penasaran dengan pembacaanya

    20/08

      0
  • avatar
    Asrul Gea

    aku mau 💎 diakun Facebook aku udah like dan sucribe

    23/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất