logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chapter 14: Kontrak Sialan

Cahaya putih menyilaukan membuat Diana membuka mata, dia terduduk dari posisi berbaring dan selama sepuluh menit ke depan Diana hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Termenung dengan pikiran berkabut, seolah tidak percaya bahwa saat ini dia berada di rumah pria asing. Oh, akankah dia menganggap calon suaminya pria asing. Diana bahkan tidak mengerti harus bagaimana sekarang. Terjebak dalam rumah pria yang baru saja dia kenal bukanlah hal menyenangkan, bahkan dia tidak bisa bebas melakukan apa pun saat ini, karena Diana yakin sepenuhnya bahwa pria itu pasti mengawasi dan menaruh suruhannya di setiap sudut rumah yang baru saja Diana tempati.
Kontrak sialan.
Diana memaki dalam hati dengan tidak terima. Bagaimana bisa ayahnya begitu tega hingga membuatnya terjebak dengan pria itu. Apa yang harus dia lakukan seterusnya. Menerima saja yang sudah tertulis dalam kontrak atau mungkin melarikan diri. Bukankah itu pilihan yang tidak sulit. Jika dia menerima pernikahan ini setidaknya Diana hanya menukar kebebasannya, tetapi kabur ... ah, entahlah. Diana tidak tahu apakah kabur adalah pilihan terbaik karena pada kenyataannya di mana pun dan ke mana pun Diana pergi, pria itu pasti dengan mudah menemukannya seperti kali terakhir.
Tentu saja, dia memiliki segalanya untuk bisa menemukanku.
Lagi-lagi Diana memaki dalam hati sembari menjerit kesal pada keadaannya yang tidak pernah berpihak. Dia masih terlalu muda untuk menikah, dan lagi percakapan pria itu sebelum dia memutuskan untuk kabur benar-benar menyakiti perasaannya. Diana memang tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, tetapi jelas pria itu memiliki niat lain dalam pernikahan ini. Tentu saja, lagi pula pria kaya mana yang mau memperistri seorang perempuan miskin dengan banyak hutang seperti dirinya. Pendidikan saja dia tidak punya, hanya tamatan SMA sedangkan pria itu ... siapa pun bisa menilai betapa kayanya dia. Mobil, rumah dan caranya berpakaian sudah cukup memberikan penilaian pada apa yang pria itu miliki, dan Diana tidak peduli, karena dia tidak menginginkan uang pria tersebut.
Suara ketukan menyadarkan lamunan Diana, gadis itu menoleh ketika Jake memasuki kamarnya. Pria itu tersenyum dengan wajah berseri, dan Diana bisa melihat Jake sedang mengalami hari bahagianya. Terlihat dari caranya yang mengumbar senyum tanpa putus.
“Pagi Diana,” sapanya dengan hangat. Jake membuka gorden yang tertutup, namun masih bisa dimasuki cahaya matahari pagi yang mengintip malu-malu.
“Pagi,” jawab Diana dengan tidak bersemangat.
Jake memutari tempat tidur dan berhenti di samping Diana yang sedang duduk menyandar pada kepala tempat tidur.
“Hari ini aku akan menemanimu setidaknya sampai Mike kembali,” katanya pada Diana yang hanya menatapnya tanpa minat. “Tapi sebelumnya kau berisap dulu sebelum menemuiku di lantai bawah. Aku tunggu ...,” Jake melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, “sampai jam delapan, itu artinya kau hanya punya waktu setengah jam.”
Diana menghela napas sebelum akhirnya mengangguk pasrah dan segera beranjak dari tempat tidur, dia berajalan menuju kamar mandi namun langkahnya terhenti, lalu berbalik.
“Apakah ... dia sudah pergi?” tanya Diana ragu-ragu.
Jake tersenyum. “Ya, sejak jam setengah tujuh tadi. Ada rapat mendadak yang mengharuskannya ke Bali hari ini juga.”
Diana tidak lagi bertanya, dia memunggungi Jake dan langsung memasuki kamar mandi. Jake melirik tempat tidur Diana yang masih berantakan, dia akan menyuruh Zizah, pembantu yang bertugas membersihkan kamar di rumah ini sebelum Diana menyelesaikan mandinya.
***
Diana turun ke lantai bawah sesuai dengan apa yang Jake minta. Dia memutari anak tangga hingga sampai ke lantai dasar. Matanya menyapu seluruh ruangan, membuatnya terkagum dengan interior ruang tamu yang penuh akan hiasan terbuat dari keramik dan tembikar antik. Ada begitu banyak lukisan berjejer rapi yang jika dihitung berjumlah puluhan dengan aneka ukuran. Bahkan di dinding bagian tangga, Diana sempat tersentuh saat melihat lukisan sebuket bunga Lyly putih yang dipegang sepasang tangan. Sederhana, namun begitu menyentuh hingga ke hati, seperti ada pesan yang hendak si pelukis sampaikan pada lukisan itu.
“Ehem ....”
Diana memutar tubuh, mengalihkan perhatian dari lukisan seorang wanita dengan gaun pengantin yang begitu indah hingga menyentuh lantai di bawahnya. Wanita itu sangat cantik dengan senyum merekah malu-malu menatap ke depan, ada pancaran cinta dari mata sang wanita dalam lukisan, seolah ditujukan pada siapa pun yang melihatnya. Pandangan Diana jatuh pada Jake yang tengah berdiri di tengah ruangan, sama seperti dirinya, Jake juga menatap lukisan itu sebelum mendaratkan pandangan pada Diana.
“Dia ... ibunya Mike, Nyonya Lyly Renata,” kata Jake yang mulai berjalan mendekat.
Diana kembali melihat lukisan tersebut, terbersit dalam hatinya rasa iri ketika melihat betapa sempurna kecantikan wanita dalam lukisan tersebut.
“Lalu, di mana beliau saat ini?” Diana menatap Jake yang sudah berdiri sejajar dengannya.
“Meninggal, tiga tahun yang lalu.”
Diana dapat mendengar nada sedih dari suara Jake, dan dia merasa bersalah karenanya.
“Maaf, aku tidak tahu,” ucap Diana. Mereka saling tatap, dan Jake hanya mengulas senyum.
“Kau bisa menanyakan semua hal yang ingin kau tahu pada Mike.” Jake berjalan meninggalkan lukisan tersebut menuju paviliun yang ada di bangunan samping kiri dari rumah itu dan Diana hanya mengikuti sembari mempelajari letak ruangan serta interiornya.
“Bolehkah aku bertanya?” Diana merasakan keraguan dari nada suaranya.
Jake berhenti tepat di depan sofa kuning emas yang berada di tengah paviliun. Ada kolam hias di depannya, dan juga taman mini dengan aneka bunga tropis yang mengelilingi. Suara gemericik air pancur yang mengaliri kolam menyambut kedatangan keduanya.
“Silahkan, dengan senang hati aku akan menjawab.” Jake mempersilahkan Diana memilih sofa mana pun yang ingin Diana duduki.
“Mengenai ... kontrak itu. Aku ....” Diana menjeda ucapan. Dengan sabar Jake menunggu kelanjutannya. “Apakah kalian bisa membatalkannya saja?”
Jake menatap Diana sebentar sebelum akhirnya menggeleng, mengisyaratkan hal itu sangat mustahil.
“Aku bisa memastikan padamu bahwa Mike menolak untuk itu. Dia tidak akan melepaskanmu walau kau berusaha untuk lepas darinya.”
Diana menundukkan kepala dan menatap meja kaca yang dihiasi lukisan burung cendrawasih di permukaan dengan penampakan bulu-bulunya yang menjuntai indah di atas ranting cokelat tua.
Dia meremas jari-jemari dengan perasaan tidak nyaman. “Kenapa dia ingin menikahiku?” Akhirnya Diana memberanikan diri juga untuk menanyakan apa yang selama ini mengganjal di benaknya.
Jake menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia bingung harus menjawab apa, dan hatinya mengumpati Mike yang mungkin masih berada di udara saat ini bersama pesawat yang membawanya.
“Aku tidak tahu, tugasku hanya menyampaikan apa yang dia minta. Aku hanya bawahannya.”
Diana mengangkat kepala dan jelas sekali dia meragukan ucapan Jake. Dia merasa mereka memiliki hubungan yang lebih dari sekedar atasan dan bawahan. Jake membaca raut wajah Diana, dan dia hanya bisa mengulas senyum.
“Dia memang sahabatku, tetapi untuk urusan ini aku tidak berhak tahu melebihi kapasitas. Dia dengan tegas melarang siapa pun ikut campur dengan urusan pribadinya, termasuk aku.” Jake terpaksa sedikit berbohong, dia hanya ingin menghindari pembicaraan yang mengarah pada kontrak itu.
“Mmm ... baiklah.” Diana memilih untuk diam, dan begitu pula dengan Jake.
Jeda di antara mereka begitu kentara hingga membuat Jake jadi salah tingkah, dia tidak tahu harus bagaimana memecah kebisuan yang baginya sangat menganggu, karena Jake benci hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Lain halnya dengan Mike yang sangat senang menggantung suasana hingga membuat lawan bicaranya bergerak gelisah seperti ikan kehabisan air.
“Kenapa kemarin kau hanya diam saja saat Mike membawamu keluar dari desa itu?”
Diana melirik Jake dan dia terdiam, tidak tahu harus menjawab apa karena dirinya juga tidak mengerti mengapa dengan begitu mudahnya mengikuti Mike saat menariknya memasuki mobil tanpa memberikannya waktu untuk mengemas pakaian atau sekedar berpamitan dengan majikan dan beberapa orang yang dia kenal di desa tersebut.
“Aku tidak tahu,” ujarnya jujur. Jake bisa melihat kebingungan di wajah Diana dan dia hanya tersenyum simpul.
“Mike adalah tipe pria yang rela melakukan apa saja pada wanita yang dia anggap sangat penting baginya, dia bukan pria jahat, hanya saja dia memiliki ego yang sangat tinggi dan menganggap dirinya paling benar.”
Diana mengerjabkan mata, bingung dengan maksud Jake dengan memaparkan sifat Mike padanya. “Kenapa kau mengatakannya padaku?”
Jake tersenyum penuh arti. “Karena aku merasa dia sudah menemukan lawan yang sepadan dengannya, dan aku berharap lebih padamu.”
Jake tertawa melihat Diana yang terdiam tidak mengerti dengan ucapannya, dan dia dapat merasakan manisnya permainan yang Mike mainkan. Pria itu terlalu meremehkan lawan mainnya, karena Jake yakin dengan pasti bahwa di akhir permainan ini Mike sendirilah yang akan mengaku kalah, atau mungkin menyerah. Dia bahkan sudah terjebak dalam permainannya sendiri.
Dasar Mike bodoh.
Batin Jake sembari menggeleng lemah.
***
Mike turun dari mobil dan dengan wajah lelah, dan segera memasuki rumah. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dirinya bahkan sudah sangat mengantuk hingga menguap berkali-kali karena seharian mengurusi proyek pembangunan hotel impiannya di Bali tanpa istirahat, sedangkan sahabatnya menolak untuk ikut ke sana dengan alasan akan menjaga Diana selagi dia pergi.
Wanita itu sudah terlalu dewasa untuk dijaga.
Batin Mike sembari merutuki Jake yang mungkin saja sedang bersenang-senang selama kepergiannya, tetapi langkahnya terhenti tatkala dia mendengar suara wanita yang menangis. Mike mengenal suara itu. Suara Diana. Dengan buru-buru setengah berlari Mike menyusuri asal suara yang terdengar dari arah dapur. Tubuh Mike menegang kaku saat melihat pemandangan di hadapannya, di sana, tepat di lantai keramik dapurnya Diana menangis sembari memejamkan mata dan sahabatnya, Jake, tampak mengelus kepala Diana sembari mengatakan sesuatu yang tidak bisa Mike dengar karena suaranya begitu pelan nyaris berbisik.
“Apa yang terjadi di sini?” desisnya dengan penekanan yang mampu membuat pendengarnya bergidik ngeri.
Diana membuka mata dan menatap Mike dengan mata berairnya sedangkan Jake menengguk saliva sembari berdoa Mike memaaf kan kesalah pahaman ini.
“Diana tersandung kaki meja saat hendak mengambil kroket kentang yang baru saja kumasak,” kata Jake dengan hati-hati.
Mike melihat lantai di sekitar Diana dan Jake, dan dia mendapati setidaknya ada lima atau tujuh kroket kentang yang berserakan tak jauh dari keduanya, bahkan ada sebagian yang hancur karena terinjak.
“Dan ...?” Mike menyandar pada kusen pintu dapur sembari menguliti Jake, menghindari tatapan Diana.
“Seperti yang kau lihat ada luka baru di lukanya yang kemarin.” Jake menunjuk kaki Diana yang berdarah dengan lirikan.
Mike melihat kaki mulus Diana yang berdarah, dan dia menghela napasnya sebelum mendekati mereka. Diana bisa merasakan sentuhan tangan Mike yang dingin di permukaan kulitnya, gadis itu masih sesenggukan dan tidak berani melihat lukanya.
Ada rasa geli yang berkedut di sudut bibir Mike, luka itu sangat kecil tapi entah kenapa bisa membuat seseorang menangis seperti ini. “Bawakan kotak P3K ke kamar Diana,” ucap Mike, kemudian tanpa aba-aba dia langsung menggendong gadis itu menuju ke kamar.
Diana mengeratkan pegangannya di lengan baju kemeja putih Mike. Tatapannya selalu menunduk ke bawah pada lantai keramik yang pria itu injak dengan sepatu pantofelnya. Mereka hanya diam selama Mike membawanya ke kamar. Dengan gerakan pelan Mike membuka pintu kamar Diana, membawanya masuk, lalu menurunkannya di atas tempat tidur. Tidak berapa lama Jake masuk dan menyerahkan kotak tersebut, lalu meninggalkan mereka berdua.
Dengan cekatan Mike mengobati luka yang tidak seberapa di kaki Diana. Setelah selesai, dia beranjak dari tempat tidur dan bermaksud untuk keluar, tetapi Diana menahan kepergiannya. Mike melirik Diana sejenak, sejak tadi Diana hanya diam dan tidak berani memandang Mike.
“Ada apa?” tanya Mike dengan tidak sabar. Dia ingin segera keluar dari sana dan berbaring di kasurnya yang nyaman, bahkan Mike merasa tubuhnya seperti melayang di udara karena terlalu ringan.
“Apakah kau ada waktu? Aku ingin ... berbicara denganmu,” ucap Diana dengan ragu. Dia melirik Mike sebelum akhirnya menundukkan kepala ketika mendapati mata Mike yang menatapnya intens.
Mike duduk di sebelah gadis itu, mengisyaratkan bahwa dia menerima tawaran yang Diana ajukan. Setidaknya tiga menit lamanya mereka saling mendiamkan diri, dan tidak ada tanda-tanda Diana akan bersuara, membuat Mike menggeram kesal.
“Jangan membuatku menunggu Chéri, aku sudah sangat lelah dan kau menyita waktuku hanya untuk menemanimu duduk diam seperti ini!” bentak Mike dengan raut kesal.
Diana menggigit sudut bibirnya, dia semakin ragu, tetapi melihat betapa kesalnya Mike membuat Diana mau tak mau harus bersuara.
“Aku ... maukah kau ... melepaskanku? Aku tidak ingin menikah secepat ini, dan lagi ... aku akan mengusahakan untuk membayar semuanya, termasuk denda yang tertera di sana.”
Diana melirik Mike dengan takut sedangkan Mike diam saja dengan pandangan datar, tetapi aura pria itu jelas menunjukkan bahwa dia tidak suka mendengar apa yang barusan Diana katakan.
“Lalu dengan apa kau membayar uang sebanyak itu?” Mike menaikkan sebelah alisnya dan menatap Diana lekat dengan pandangan menuntut. Diana menengguk saliva dan keragu-raguan semakin menguasainya, dia juga tidak tahu bagaiamana akan mengatasi ini, tapi kata pernikahan membuatnya bergidik ngeri.
“Aku akan bekerja dan melakukan apa pun untuk melunasi semuanya,” cicitnya, semakin menundukkan kepala. Terdengar suara tawa dari Mike hingga membuat Diana mendongak dan mentap pria itu.
“Apa pun? Termasuk dengan menjual ginjalmu atau ...” Mike menjeda ucapannya dan melirik Diana dimulai dari kepala hingga dada gadis itu. Diana mengerti arah pembicaraan Mike, dan dia merasa tersinggung karenanya sehingga tanpa sadar Diana mengangkat kepalan tangan hendak memukul Mike, namun dengan sigap Mike menahan tangan Diana dan menguncinya di atas kepala gadis itu.
“Aku tidak salah bila memiliki pemikiran seperti itu, karena kau bahkan tidak bisa membiayai hidupmu sendiri, Hendri terlalu banyak meninggalkan hutang sehingga kau bahkan tidak mampu melunasinya. Cara tercepat hanya organ tubuh dan tubuhmu itu sendiri,” kata Mike dengan seringai tajam di sudut bibir. Diana merasa matanya sangat panas, dan Mike bisa melihat itu hingga dia melepas cengkramannya dan beranjak dari sisi Diana.
“Lupakan pemikiran untuk lepas dariku, karena kau tidak akan sanggup, dan aku tidak akan membiarkanmu pergi tanpa seizinku, karena kau adalah milikku. Akulah yang memutuskan semua yang berhubungan dengan hidupmu mulai saat ini, dan ...”Mike menghentikan ucapannya, dia menatap mata Diana begitu dalam. Ada setetes air mata yang mengalir mulus di sepanjang pipi Diana. Mike hendak berbalik, tetapi dia tahu bahwa dia tidak boleh lemah hanya karena air mata Diana.
“Sekarang kau berada di bawah pengawasanku, walau jatuh tempo kontrak itu masih ada beberapa minggu lagi. Jangan coba-coba untuk melarikan diri, Chéri.”
Mike berjalan menuju pintu dan meninggalkan Diana yang mulai terisak di atas tempat tidur. Mulai dari sekarang hidup Diana bukan lagi miliknya, tetapi milik pria itu, dan mau tidak mau Diana harus mengikuti apa pun yang pria itu inginkan. Diana tentu menolak, sampai kapan pun dia tidak akan menerimanya, dan dengan tangan terkepal, juga tekad bulat, Diana akan pergi dari sini, menjauhi pria itu.
Apa pun, ya apa pun akan dia lakukan untuk lepas dari Mike. Pernikahan? Bagi Diana itu hanya bualan, dan dia bahkan tidak mengakui kontrak tersebut. Jika dia bisa lari, maka dia akan lari, dan jika pun dia terjebak di sini, setidaknya pria itu tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Diana harus bertahan, setidaknya sampai dia yakin bisa melepaskan diri dari cengkraman Mike.

Bình Luận Sách (810)

  • avatar
    NaonBolu kukus

    iya saya mau nonton

    29d

      0
  • avatar
    NadyaEka

    ceritanya sangat keren🤩

    27/07

      0
  • avatar
    Lusia Valensiana Bone Adi

    aku suka novelah

    14/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất