logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chapter 12: Cari Dia

Mike memasuki rumah bersama Jake. Mereka melintasi ruang tamu menuju meja makan, karena ini memang sudah jadwal makan malam. Keduanya merasa lapar setelah melakukan survey lapangan ke cabang MikeHill yang ada di sekitar kota itu, setidaknya ada tiga anak cabang MikeHill Corporate yang baru saja Mike awasi. Kesemua perusahan itu bergerak di bidang yang berbeda seperti percetakan kertas, perusahaan pembuatan produk furnitur dan cabang perusahaan MikeHill yang memproduksi parfum yang cukup terkenal.
"Aku tidak tahu kalau pria itu sangat berkompeten di bidang pemasaran," kata Mike memuji salah satu karyawannya yang bekerja di bagian manajer pemasaran perusahaan parfum MikeHill.
"Sudah kubilang bahwa dia itu jenius meskipun usianya terbilang muda," jawab Jake membenarkan perkataan Mike.
Mereka terus menghentikan diskusi mengenai hasil peninjauan ke lapangan tadi saat suara tawa seseorang terdengar dari arah meja makan. Mike mengerutkan alis ketika mendengar suara dari orang yang dia kenal.
"Halo Big Bro," sapa seorang pria dengan rambut bergelombang dan berwajah tampan dengan kulit sawo matang khas kulit orang Indonesia kebanyakan. Mike hanya mengangguk dan mendekati meja makan. Beberapa pelayan menaruh piring makanan di atas meja.
"Apa yang membawamu ke mari?" tanya Mike saat semua pelayan meninggalkan mereka.
"Jangan seperti itu, aku hanya ingin berkunjung." Pria itu terkekeh sembari mengaduk-aduk supnya. Mike tersenyum sinis, itu alasan klasik yang selalu diberikan adik angkatnya ini jika ingin meminta uang kepadanya.
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Mike tanpa basa-basi. Pria itu menyebutkan nominal yang tidak sedikit sehingga Mike merasa marah dan membentak adiknya itu.
"Apa kau berulah lagi, Steve!" Bentak Mike dengan wajah merah padam.
Yang dipanggil Steve menggeleng dengan senyum tidak peduli. "Berikan saja tanpa bertanya, Big Bro. Kau tidak perlu tahu tentang itu."
Mike benar-benar marah dan dia melempar sendok di tangannya lalu pergi meninggalkan meja makan tanpa mengatakan apa-apa. Melihat itu, Steve segera berdiri dan mengejar Mike yang sudah mencapai tangga menuju ke kamar, sedangkan Jake sedari tadi memilih diam. Dia seperti udara di antara pertengkaran kakak-beradik tersebut.
"Kau memiliki segalanya, dan aku hanya meminta tidak sampai satu persen dari kekayaanmu. Apa kau sebegitu perhitungannya?!" Steve membentak Mike yang sudah berjalan di ujung tangga. Sekuat tenaga Mike menahan emosi yang hendak meledak sejak tadi.
"Ayah tidak pernah membiarkanku terlantar sebelum ini, tetapi kau!" Steve mengacungkan jarinya pada Mike dan bagi Mike itu sebuah penghinaan. "Kau bahkan hanya memberiku bahagian terkecil dari MikeHill Corporate! Seharusnya Ayah sadar bahwa kau hanyalah monster yang ingin menggerogoti hartanya, kau tidak lebih sebagai pengganggu dalam keluarga ini!"
"Diam!" Mike tidak bisa menahan dirinya lagi, dengan gerakan cepat dia menuruni tangga dan menarik kerah baju Steve. "Kau seharusnya berterima kasih karena aku mau berbaik hati membagi apa yang seharusnya menjadi milikku, tetapi ternyata kau sangat serakah, Little Bro. Pembagian warisan telah berakhir jadi jangan ungkit lagi berapa bagianmu dan juga bagianku, karena semua sudah pada porsinya." Mike mendesis di depan wajah Steve dan dengan kasar dia mendorong Steve hingga pria itu terhuyung ke belakang.
Steve tertawa dengan nada merendahkan. "Aku ingin mendatangimu dengan baik-baik, tetapi kau malah mem-perlakukanku seperti ini. Jangan kau pikir aku akan menjadi patuh dan penurut. Lihat saja apa yang bisa kulakukan." Steve mengeluarkan selembar foto dari saku kemejanya dan melemparkannya tepat ke hadapan Mike hingga lembaran foto itu jatuh ke lantai di bawah sepatu pantofel Mike.
Mata Mike membulat melihat siapa yang ada di foto tersebut.
"Diana Sandoro," bisik Steve dengan suara penuh ancaman. Mike hendak memukul Steve, tetapi Jake datang tepat waktu sebelum pertengkaran benar-benar terjadi di antara keduanya.
Steve tertawa keras, pandangannya jelas menantang Mike yang tampak marah. Terlihat dari urat leher serta tangan Mike yang mengepal.
"Aku harus pergi Big Bro, jangan lupa kirimkan uangku. Akan kutunggu hingga malam nanti." Steve berjalan melewati Jake dan Mike yang masih berdiam di bawah tangga. Lama mereka berada dalam posisi itu hingga keduanya dapat men-dengar deru mesin mobil yang menjauh.
Mike menggeram frustrasi.
"Jake, bawa Diana. SEKARANG!" Dan setelahnya Mike menaiki tangga masih dengan sisa-sisa kemarahan yang belum tersalurkan. Jake dapat mendengar suara bantingan pintu yang berasal dari kamar Mike.
Bahu Jake merosot ke bawah setelah ketegangan yang baru saja terjadi. Dia memiliki banyak pekerjaan dan semua itu semakin menambah beban fisik dan mentalnya saja. Tatapan Jake jatuh pada lantai marmer dan dia memungut foto Diana yang tergeletak di sana.
"Kau bilang tidak peduli, lalu yang tadi apa, Mike?" bisik Jake sembari menggeleng.
***
Bekerja adalah satu-satunya cara bagi Diana untuk merasakan bahwa dia masih hidup, bernapas dan merasakan semua beban di pundaknya masih sama beratnya. Dan pekerjaan jugalah yang menyibukkannya hingga dia lupa akan masalah yang masih menggenapi. Diana tidak keberatan dengan pekerjaan yang dia emban, gadis itu sudah menekan gengsi serta egonya sehingga dia tidak malu mengakui sebagai seorang pembantu.
Sudah seminggu lebih Diana bekerja di kediaman keluarga Darmawan. Tugasnya sebagai pembantu rumah tangga yang bertugas mencuci baju dan membantu seorang pembantu yang sudah lama bekerja di rumah keluarga itu, Mbok Nah. Dalam waktu tiga hari, Diana sudah berkenalan dengan anggota keluarga lainnya. Setidaknya ada lima anggota keluarga di dalam rumah itu. Kedua majikannya dengan tiga anak laki-laki. Si sulung bernama Bramastyo Darmawan, ada si tengah yang bernama Agus Darmawan, dan si bungsu bernama Heru Darmawan.
Bram, begitulah panggilan si sulung. Usianya lima tahun di atas Diana. Pria itu selalu memperhatikan Diana selama bekerja, terkadang Bram suka mengajak Diana bercerita di sela pekerjaannya, walau Diana terlihat berusaha membuat jarak dan tidak menjadi ramah. Dari sikapnya, Diana sudah tahu bahwa Bram tertarik padanya. Dia jelas pria yang mudah dibaca, tetapi Diana tidak ingin terlalu dekat ataupun kenal dengan Bram, karena dia takut mengenal seseorang yang baru saja dia kenal.
“Jadi, kamu tinggal sendiri sekarang?” tanya Bram ketika Diana mengantarkan sepiring gorengan buatan Mbok Nah dan juga secangkir kopi.
Diana mengangguk sembari tersenyum tipis. Hanya senyum sopan untuk menjawab pertanyaan yang Diana rasa tidak perlu dia jawab.
“Kenapa tidak tinggal di rumah ini saja?”
Diana mendongakkan kepala, menatap Bram dengan pandangan tidak setuju.
“Saya masih memiliki rumah, dan bagi saya itu tidak perlu, Tuan.”
Bram mengangguk paham, walau sesungguhnya dia ingin menawarkan Diana untuk tinggal di rumah itu.
“Panggil Bram saja, tidak usah terlalu formal,” ujarnya seraya tersenyum dengan memperlihatkan barisan giginya yang rapi.
Diana mengernyitkan kening, perkataan Bram barusan membuatnya sulit sendiri. Bukannya Diana tidak tahu maksud Bram menyuruhnya untuk saling memanggil nama. Pria ini sedang berusaha mendekatinya dan kenyataan itu membuat Diana merasa tidak nyaman. Dia melarikan diri ke desa ini untuk menjauhi masalah, dan Diana tidak ingin adanya masalah baru di saat masalah lain masih banyak yang menuntut penyelesaian. Ingin rasanya Diana beranjak dari sana, dan tidak melanjutkan pembicaraan tadi, tetapi Bram malah menahannya untuk tetap tinggal.
“Kamu mau ke mana? Duduk saja di sini, aku mau ngobrol sama kamu,” kata Bram dengan suara sedikit memerintah.
Diana menjadi salah tingkah. Dia tidak mau berada dalam satu ruangan dengan pria ini, tetapi Diana tidak bisa menolak. Sebisanya Diana bersikap sopan layaknya pembantu pada majikannya, walau hatinya menjerit untuk menyuruhnya pergi.
“Saya mau bantu Mbok Nah di dapur Tu... eh masksud saya Bram,” ucap Diana dengan kepala menunduk, menghindari tatapan Bram yang sedang mengamati.
“Nanti saja, Mbok Nah bisa mengerjakan pekerjaan sendiri, dia sudah terbiasa sebelum kamu datang, dan ... jangan pakai saya, kesannya masih formal.”
Diana menggigit sudut bibirnya. Suasana yang Bram ciptakan benar-benar menyesakinya. “Iya, Bram,” jawabnya kaku.
Bram memperhatikan wajah Diana yang mulai menunduk. Saat pertama kali melihat gadis itu masuk ke rumahnya, Bram benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangan dari gadis di hadapannya. Ibunya memperkenalkan Diana pada seluruh anggota keluarga sebagai pembantu baru mereka, dan Diana bercerita bahwa dia baru saja pindah dari kota ke Desa Pandan karena sulit mencari pekerjaan.
Tapi Bram tak habis pikir. Bagaimana bisa seorang gadis dengan paras secantik Diana mau menjadi pembantu, dia bahkan bisa menjadi seorang model jika mau, atau mungkin akrtis. Masih banyak pekerjaan yang bisa Diana lakukan hanya dengan menjual wajah cantiknya, tetapi gadis itu malah memilih pekerjaan sebagai pembantu. Bram bisa lihat cara Diana bekerja, dan dia yakin bahwa Diana bukan gadis dari kalangan biasa.
Beberapa kali Diana memecahkan piring dan gelas saat mencuci, dan terkadang Bram mendengar Diana yang terisak saat mencuci di antara kubangan baju kotor keluarganya. Ketika Bram mendekat, gadis itu akan berpura-pura semua baik-baik saja, tetapi Diana tidak bisa menyembunyikan tangannya yang memerah dan bengkak akibat mencuci dengan tangan. Bukannya keluarga mereka tidak memiliki mesin cuci, tetapi ibunya Brama tidak mau baju-baju kotor mereka dicuci dengan mesin cuci, wanita paruh baya itu ingin pakaiannya bersih dari hasil cucian tangan.
Bram tahu bahwa dia tertarik dengan bentuk fisik Diana, tetapi entah kenapa sorot mata Diana yang sayu tanpa binar bahagia nyaris redup membuatnya ingin tahu lebih tentang Diana. Dia yakin banyak hal yang Diana sembunyikan, dan itu menarik minatnya untuk mengeksplor Diana dari yang seharusnya.
Sepanjang sore Bram mencoba untuk mengenal Diana dengan saling berbagi cerita, walau Diana tampak menghindari setiap pertanyaan yang dia ajukan, tapi tidak masalah, bukankah mereka masih memiliki banyak waktu untuk saling berbagi kisah.

Bình Luận Sách (810)

  • avatar
    NaonBolu kukus

    iya saya mau nonton

    29d

      0
  • avatar
    NadyaEka

    ceritanya sangat keren🤩

    27/07

      0
  • avatar
    Lusia Valensiana Bone Adi

    aku suka novelah

    14/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất