logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 Mencari Pekerjaan

Laila berjalan menuju toko kelima untuk melamar pekerjaan.
Lagi-lagi tidak ada lowongan. Seharusnya bulan puasa seperti ini banyak toko membutuhkan namun rupanya pembatasan waktu berdampak pada merosotnya omset toko.
Toko hanya buka siang sampai sore. Selain itu semua orang terdampak wabah itu. Apalagi toko kecil seperti itu terasa sekali merosot penjualannya.
Laila merasa tenggorokannya kering.
Aku haus banget, mana ini belum dapat pekerjaan.
Laila menyerah karena merasa semakin lemas berjalan menyusuri pertokoan.
*****
"Kakak kok lama banget, udah dapet kerjanya?"
"Belum, kakak haus mana kepanasan, aku tidur dulu deh, capek."
"Aku main di belakang rumah ya. Enggak mau tidur."
"Ya sudah, eh kakak belum salat, kamu udah belum, Mo?"
"Udah dong di masjid sama Fandi."
Laila segera menuju kamar mandi yang berada di luar rumah.
*****
Pukul 21.00
"Bagaimana, apakah sudah dapat pekerjaan?"
"Belum, aku udah keliling ke kompleks luar cari lowongan tapi enggak ada."
"Ya sudah, sekarang kamu tidur, sudah malam."
"Ibu enggak tidur?"
"Sebentar lagi, Ibu mau nonton dulu film."
Lima belas menit kemudian terdengar ketukan pintu.
"Iya, ada apa, Bu Joko?"
"Maaf malam-malam menganggu, mau nawarin kerja buat Laila."
"Oh, di mana?"
"Di kedai saya, mau tidak ya, Laila sudah tidur?"
"Iya, apa perlu saya bangunkan?"
"Jangan deh, saya buru-buru besok pagi mau ke Jakarta, ini sekalian ada makanan. Maaf loh, menganggu, soalnya si Surti enggak masuk kerja dan saya baru pulang dari kedai enggak ada yang bantu beres-beres."
"Iya, enggak apa-apa, saya senang kok, tapi kapan Laila bisa bekerja?"
"Kalau kerjanya sih mulai hari Sabtu juga enggak apa-apa, besok mah main aja ke sana, di sana ada Wira sama Ira nanti saya kasih tahu mereka, ini alamatnya, enggak jauh dari blok E kok."
"Iya, makasih ya, Bu."
"Iya sama-sama, maaf loh sekali lagi, datangnya malam begini."
Salimah tersenyum.
Alhamdulillah, akhirnya dia dapat pekerjaan juga.
*****
Pagi hari Laila terlihat senang mendapat tawaran pekerjaan. Mereka tidak mempunyai alat komunikasi karena ponsel satu-satunya milik Ibunya dijual untuk membeli beras saat itu.
Laila berjalan dengan semangat dan senang hati mendapat kabar tersebut. Dia langsung menuju alamat yang diberikan Bu Joko.
Sesampainya di sana dia disambut oleh kedua karyawan yang tengan duduk santai.
"Saya Ira, dan ini Mas Wira, kami sudah enam bulan kerja di sini."
"Iya, salam kenal, saya Laila Mirasanti, saya disuruh Bu Joko main ke sini."
"Iya, Bu Joko udah kasih tahu kami. Nanti kamu kerja melayani pelanggan, enggak capek kok, karena kadang mereka pesan untuk dibawa pulang."
"Iya, oh ya lalu kerjanya dari jam berapa?"
"Pukul sembilan sudah hadir, tapi biasanya pelanggan banyak tuh siang, jadi di sini tuh santai. Pulangnya jam lima kadang lebih tergantung kalau sedang ramai."
Laila mengangguk.
"Sekarang aku ikut beresin apa aja?"
"Kata Bu Joko cuma lihat saja dan siapa tahu kamu mau mikir dulu. Enggak apa-apa. Dan upahnya hanya tujuh ratus lima puluh ribu."
Laila mengangguk dan tersenyum.
"Iya, oh ya liburnya?"
"Liburnya hari Jumat saja." ujar Wira menambahkan.
"Ya sudah kalau begitu saya pamit, terima kasih."
Keduanya tersenyum dan mempersilakan dia pergi.
*****
Laila kembali ke rumah.
"Bagaimana Laila, kamu mau kerja di sana?"
"Eh, Ibu tumben ada di rumah jam segini?"
"Iya, Ibu sakit kaki jadi abis beresin nyuci langsung izin pulang."
"Oh, Ibu harus pake kaos kaki biar kakinya enggak kedinginan, jadi enggak kram. Oh. Aku siap deh kerja di sana, tapi lupa nanti pakai baju seragam atau enggak ya?"
"Tadi kamu lihat mereka pakai enggak?"
"Enggak sih, tapi aku 'kan enggak punya baju yang pantas buat kerja."
"Oh, iya, biar saja nanti siang pinjam ke Pak Salim buat beli baju kerja."
"Iya, nanti kalau gajihan aku bayarkan, tapi memangnya enggak apa-apa kalau pinjam duit sama Pak Salim?"
"Enggak apa-apa toh Ibu selalu bayar walaupun telat."
"Iya, Ibu mau aku pijitkan kakinya?"
"Enggak usah, Ibu mau berjemur saja deh."
*****
Laila tidak tidur setelah sahur karena tidak sabar ingin segera bekerja di kedai Bu Joko.
Kedai yang menjual minuman dan roti bakar itu memang tergolong baru tapi melihat tempatnya yang strategis dekat jalan jadi dia percaya akan banyak orang yang membeli makanan di sana.
"Laila, kamu puasa?"
"Iya, insyaallah, Bu."
"Baiklah, semisal kamu lagi halangan, kamu bisa makan siang di dapur kok."
"Iya, terima kasih, Bu."
"Ibu senang kamu mau membantu di sini, kalau ada keperluan kamu tinggal bilang saja ya."
Laila tersenyum.
*****
Menjelang berbuka Laila membawa makanan pemberian Bu Joko. Salimah senang Laila akhirnya mendapat pekerjaan.
"Mandi sana Laila, Ibu sudah siapkan minuman untuk berbuka, Ibu diberi kopi juga dari Pak Salim."
"Alhamdulillah, hari ini kita bisa makan banyak juga, mana Limo?"
"Dia diajak ke masjid sama Pak Salim biar tetap mengaji sambil menunggu adzan."
"Maskernya?"
"Dikasih kok, tenang saja hari ini kita dapat banyak rejeki kok, sudah kamu mandi dulu sana."
*****
Sepulang tarawih mereka bertiga langsung makan kue pemberian Bu Joko.
Limo sangat senang karena mendapat jatah makanan yang banyak dari biasanya.
"Aku suka roti ini, nanti kakak beli lagi, aku 'kan jadi semangat puasanya."
"Iya, nanti kalau kakak sudah gajihan, ini dikasih Bu Joko, jangan terlalu banyak makan, nanti kamu sakit perut."
"Iya deh, dikit lagi ini tanggung."
Salimah tersenyum sambil mengelap putranya yang belepotan.
"Jangan lupa gosok gigi, biar gigimu putih dan kuat, Nak."
"Iya, aku pasti gosok gigi, tapi temani aku takut."
"Iya nanti Ibu temani."
*****
Menjelang tidur Salimah dan Laila berbincang mengenai melanjutkan sekolah.
"Nanti kamu nabung terus cari tahu kejar paket C berada di mana, biar bisa siapkan ongkos dan lain-lain."
"Iya, nanti kalau sudah dapat aku pasti bilang sama Bu Joko, tapi itu juga kalau diberi izin."
"Iya, berdoa saja mudah-mudahan kamu bisa dapat ijazah, syukur-syukur kalau ada rejeki buat kuliah."
"Iya, doakan saja aku bisa menggapai cita-citaku jadi seorang guru."
"Aamiin, menjadi apapun semoga kamu bisa sukses dan jangan lupa sayangi adikmu."
"Ya tentu saja, aku pasti akan selalu menjaganya."
"Sekarang ayo tidur, nanti kamu ngantuk saat bekerja, enggak enak sama Bu Joko."
"Iya, Bu."
******
Pukul 03.00
Salimah terbangun bukan karena hendak sahur tetapi dia bermimpi mendiang suaminya tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya.
Dia kemudian melihat jam dinding.
Salimah menuju dapur dan hendak menghangatkan nasi juga menjerang air minum.
Meski keadaan rumahnya terbilang kecil dan tidak memiliki kamar mandi di dalam tetapi mereka bertiga tidak pernah mengeluhkan keadaan tersebut.
Hanya saja beberapa warga kompleks yang meski sering membantu terkadang mengejek keadaan mereka yang tergolong miskin.
Salimah terlihat tegar meski kadang rasa kesal dan amarah menghampirinya namun dia berusaha untuk mengendalikan emosinya di depan anak-anaknya.
Bukankah seorang anak akan mencontoh perilaku orang tuanya. Itulah sebabnya Salimah berusaha menahan diri.
Hidup miskin bukan pilihan namun Salimah percaya akan ketetapan dan ujian Allah Subhana Wata'ala.

Bình Luận Sách (24)

  • avatar
    MaulanaFiki

    bocil ml

    20/07

      0
  • avatar
    RamajbStok

    kawin dan buka LG g flex dan aku

    07/06

      0
  • avatar
    MaulanaRangga Lintan

    mantap

    31/05

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất