logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Kepedulian

***
Hari mulai gelap. Lampu-lampu jalan mulai mengambil alih suasana malam. Youngsoo menghampiri Seojun yang sudah berada di sana sejak 2 jam lalu. Memberikan sebuah minuman yang langsung di raihnya. Seojun menegaknya dengan cepat. Lelaki berwajah mungil itu hanya menatapnya datar kemudian duduk di sebuah bangku yang menghadap langsung ke arah jalan.
“Apa akan berhasil?” pertanyaan itu hanya mendapat lirikan tajam dari Seojun. “Aku hanya penasaran,” lanjut Youngsoo yang tahu betul apa yang dipikirkan sahabatnya itu kini.
“Aku sudah menunggu ini selama satu tahun. Jika bukan karena dia, aku juga tidak akan pernah ada di sini sampai saat ini.” Seojun beranjak dari tempatnya duduk, sementara Youngsoo hanya bisa menatap punggungnya yang mulai menjauh.
Dendam dan kebenciannya memang sangat mustahil. Semua bukan murni kesalahan orang itu, tapi Seojun juga ikut bersalah dan ia sendiri sudah menanggung akibatnya. Entah kenapa, lelaki dengan tubuh atletis itu justru membenci orang lain yang belum tentu bersalah.
“Akh. Berapa lama waktu yang bisa kuluangkan untuk memahaminya. Ish. Dasar musang tua,” gerutu Youngsoo yang akhirnya berlari kecil menyusul Seojun.
**
Kang Hoon berdiri di halte tetap dengan wajah tenangnya. Seragamnya masih terpakai dengan dua kancing atas bajunya terbuka. Lelaki itu terlalu jenuh berada di rumah. Berjalan-jalan sebentar mungkin bisa menghalau rasa kesalnya.
Sebuah bis berhenti di depannya. Saat ia berdiri dan hendak melangkah, sebuah tangan menghadangnya. Kang Hoon menoleh dan mendapati Im Yohan di sana lengkap dengan cengiran polosnya.
“Apa yang kau lakukan?” ujar Hoon dengan nada datar. Yohan menunduk setelah membiarkan bis itu berlalu.
“A-apa kau ada waktu?” tanya Yohan kini, sedikit terbata menahan rasa takut. “Aku akan mentraktirmu ramyeon.” Tiba-tiba Yohan menatap Hoon dengan tangan terkepal. Bagaimana pun, ia harus memberanikan diri untuk dekat dengan lelaki itu.
“Mwo?”
*
Seojun menatap jalanan dengan gusar. Ia terus saja menggosokkan kedua tangannya dan tak pernah diam di tempat. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam dan orang yang ditunggu belum juga datang.
“Dia tidak akan datang.” Seseorang muncul dari samping kanannya. Seojun menatap orang itu sedikit tak percaya. Bagaimana bisa ia ada di sini dan menemuinya. Youngsoo yang sedari tadi hanya memperhatikan dari kejauhan kini menghampiri keduanya.
“Kenapa kau datang ke sini,” ujar Seojun yang mengundang kekehan kecil dari lelaki jangkung itu.
“Apa seorang Kim Minjun juga tertarik dengan tempat ini?” tanya Youngsoo yang kini berada di samping Seojun.
Minjun mengedarkan tatapannya ke seluruh area balap. Apa yang sebenarnya mereka ingin lakukan di sini. Tujuan utama pasti melakukan balapan liar, tapi kenapa Seojun mengumpulkan daftar nama orang-orang yang akan ikut serta. Ya, Minjun melihatnya. Kertas berisikan beberapa nama orang yang akan diikutsertakan dalam balapan kali ini. Namun, yang membuatnya penasaran, kenapa ada nama ‘Kang Hoon’ di salah satu peserta. Sementara ia tahu betul bagaimana orang itu.
“Ingin melakukan balapan denganku?” pertanyaan itu sontak saja membuat Seojun dan Youngsoo saling bertatapan.
“Aku tidak tahu bagaimana permainan anak baru sepertimu. Tapi kau tidak ada dalam daftar pemain hari ini.”
“Lalu kenapa menuliskan nama orang yang tidak ingin ikut bermain.” Ucapan Minjun membuat kedua orang itu bungkam. Sebuah pertanyaan melintas di benak mereka, ‘dari mana dia tahu tentang nama-nama orang yang ada dalam daftar’.
“Huh, masih peduli pada lelaki itu rupanya.” Seojun masih mencoba untuk tenang. Kim Minjun adalah petarung yang cukup andal. Jika ia membuatnya kesal saat ini, itu sama saja ia menggali lubang kuburnya sendiri dan rencananya tak akan pernah bisa tercapai.
“Kenapa kau juga peduli dengan itu?” Minjun menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia masih sangat santai, mencoba untuk tidak emosi dengan situasi yang sebenarnya ia benci.
Youngsoo menepuk pundak Seojun pelan. Mengisyaratkan jika ia harus berhenti beradu argumen dengan Minjun. Lebih baik menghindari masalah dari pada mendapatkan masalah yang lebih banyak lagi. Masalah mereka hanya dengan satu orang. Kang Hoon.
*
Kang Hoon terus saja melirik ponsel pintarnya. Sore tadi ia mendapat pesan dari nomor yang tak dikenal. Memintanya untuk melakukan balapan liar. Namun, pesan lain masuk. Dari guru Jung yang memintanya untuk tetap menjadi murid baik. Ia sudah tidak tertarik dengan balapan, tapi ia juga tak begitu berminat belajar menjadi murid teladan.
Kini tatapannya beralih pada seseorang yang sedari tadi terus berada di sisinya. Im Yohan. Orang itu bahkan sudah menghabiskan 2 cup ramen instan. Melihatnya saja membuat Hoon kehilangan nafsu makan.
“Ya, kenapa tidak makan. kau tidak suka ramyeon?” tanya Yohan dengan mulut penuh makanan.
“Kau mau mati tersedak. Habiskan makanan di mulutmu, baru kau bicara,” ujar Hoon sedikit kesal. Yohan mengangguk pelan dan tersenyum. Entah kenapa, perhatian Hoon membuatnya senang. Meski tak dilakukan secara terang-terangan, tapi ia bisa merasakan ketulusan di sana.
***
Daeho datang lebih awal dan sudah berada di perpustakaan. Di depannya berserakan buku-buku pelajaran. Kali ini Daeho bertekad untuk sungguh-sungguh belajar. akan tetapi, ia menyerah saat menemukan soal yang sama sekali tak ia mengerti. Daeho mengacak rambutnya frustrasi.
“Apa begitu sulit?” tanya guru Kim yang sedari tadi memperhatikan pergerakan anak itu.
“Saem.” Daeho membenarkan posisi duduknya.
“Jika sulit, kamu bisa belajar dengan Dongmin atau langsung bertanya pada gurumu.”
“Ne, Saem.” Mendengar itu, guru Kim tersenyum hangat. Sepertinya anak ini bisa berubah lebih cepat dari yang ia kira. Semoga saja yang lainnya juga bisa memiliki pikiran yang sama untuk berubah menjadi yang lebih baik.
*
“Jang Insu.”
Insu berbalik dan mendapati gadis manis berambut sebahu menatapnya dengan senyum hangat. Ia membawa beberapa buku di tangan. Keduanya berada di bangku panjang yang terdapat di depan perpustakaan.
“Aku pikir tidak jadi menemuiku,” ujar Insu yang kini tersenyum lebar.
“Aku sudah berjanji.” Hyeri, gadis bermata bulat itu memberikan buku yang sedari tadi di pegangnya. “ Ini buku catatan yang kau butuh kan. Kau bisa mengembalikannya jika sudah selesai menyalin.”
Insu menatap buku-buku itu dengan tatapan dalam. Ia tahu, betapa berartinya isi di dalamnya bagi murid Victory.
“Gomawo, Hyeri-ya. Aku tidak—“
“Cukup lakukan yang terbaik demi nilaimu. Aku akan selalu mendukungmu. Whaiting.” Senyum manis gadis itu memang selalu menyalurkan semangat untuknya.
Insung memang sangat bersyukur memiliki sahabat yang tidak pernah meninggalkannya. Ia dan Hyeri sudah bersama sejak pertama masuk SMA Victory. Namun, kejadian satu tahun lalu nyaris merusak semuanya.
**
Guru Kang menatap para murid kelas 3-0 satu per satu secara bergantian. Rasanya sangat sulit untuk memulai pelajaran di kelas ini. Selalu saja tatapan dingin yang di berikan para muridnya. Yohan memang tak melakukannya, hanya saja itu tak cukup membuat guru Kang merasa tenang.
“Baiklah.” Guru cantik itu meyakinkan diri sendiri jika mereka kini bisa digapai. “Kita akan mulai belajar secara berkelompok. Mulai dari 2 orang.”
Tak ada reaksi yang menyenangkan. Hanya Yohan sendiri yang terlihat sangat antusias. Meskipun begitu, guru Kang tetap melanjutkannya. Setidaknya ada yang memperhatikan.
“Saya akan membagi kelompok yang masing-masing 2 orang.” Guru Kang membalik buku catatannya dan melihat nama-nama yang ditulis sebelumnya. “Im Yohan-Kim Minjun, Seo Dongmin-Han Daeho, Kang Hoon-Jang Insu, dan Yang Seojun-Park Youngsoo.”
Yohan menoleh ke sisi kiri, menatap sekilas Minjun yang duduk di bangku ke dua. Rasa khawatir itu lebih besar dari pada saat menghadapi Kang Hoon. Sementara Minjun hanya menatap Yohan dengan ujung matanya.
Daeho menatap Dongmin dari belakang, sementara lelaki di depannya tak melakukan pergerakan. Insu melirik sekilas lelaki di sampingnya. Rasa canggung itu benar-benar sangat mendominasi. Youngsoo dan Seojun saling ber high-five, hanya mereka yang terlihat senang.
“Tugasnya, kalian harus membuat satu karya sastra untuk teman kelompok kalian. Waktunya 2 minggu. Jika masih tidak paham, silakan temui saya di kantor. Selamat siang.” Guru Kang mengakhiri kelas dengan menghembuskan napas lega. Setidaknya untuk satu hari ini kelas 3-0 tidaklah buruk.
*
Guru Kim menegak teh yang ada di atas meja di ruangan kepala sekolah. Ruangan itu sangat sepi untuk beberapa saat. Kedua orang itu nampak menyimpan kegelisahan yang sama. Masalah di sekolah ini tentunya menjadi tanggung jawab mereka selaku pihak yang diberi wewenang dan jabatan tinggi. Kepala sekolah selalu mendiskusikan wacananya untuk membuat nama baik sekolah kembali naik. Tak segan beliau juga memberi dan menerima masukan dari pada guru yang mengajar di sekolah ini.
“Bagaimana kelas peralihan. Apa sudah ada kemajuan?” tanya kepala sekolah setelah menyesap kopi hitamnya.
Guru Kim menghela napas panjang sebelum menjawab. “Masih 5% perubahan yang terlihat. Sepertinya karena kita baru memberi mereka ruang, jadi masih perlu adaptasi sedikit lama.”
Kepala sekolah mengerti, bukan perkara mudah untuk meluruskan anak-anak yang memang bermasalah. Terlalu memaksakan juga tak kan bisa menjadi lebih baik, malah akan jadi sebaliknya. Sekarang hanya bisa menunggu bagaimana hasil dari wacana yang sudah di rancangnya.
“Saya harap, kita bisa mengondisikan anak-anak sebelum Direktur kembali.”
“Saya akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Saya juga akan berkoordinasi dengan guru-guru yang turut mengajar di kelas peralihan agar lebih ketat dengan anak-anak itu,” ujar guru Kim meyakinkan. Kepala sekolah mengangguk pelan. Meski terdengar sangat mustahil, tapi mereka yakin jika apa yang mereka usahakan kini akan mendapat hasil yang terbaik nantinya.
*
Sekolah sudah usai. Para murid berhamburan keluar dari lingkungan sekolah, tepat setelah pintu gerbang di buka. Melihat itu, Pak satpam hanya menggelengkan kepalanya.
Dongmin mengerling malas ketika melihat sang Ibu yang melambai ke arahnya. Dengan langkah malas, lelaki itu menghampirinya.
“Bagaimana sekolahmu hari ini?” tanya Ibu masih dengan senyum lebarnya.
“Eomma, aku lelah. Bisakah kita cepat pulang,” ujar Dongmin sembari membuka pintu mobil dan duduk di belakang. Nyonya Seo menghela napas panjang sebelum ikut masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya perlahan.
Kang Hoon menghampiri seseorang yang berdiri di bahu jalan. Wajah dingin itu tertutup senyum hangat yang tak pernah ia sembunyikan dari wanita itu.
“Jangan mengagetkanku,” ujar guru Jung yang ternyata lebih dulu menyadari keberadaan Hoon. Lelaki itu memperlihatkan cengiran khasnya.
“Ei. Noona selalu saja tahu kalau aku mendekat. Tidak adil,” ujar Hoon dengan mempoutkan bibirnya lucu. Guru Jung terkekeh pelan.
“Apa yang tidak adil. Kau sendiri selalu membuat gurumu menggerutu.” Wanita cantik itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Wajahnya terlihat kesal saat ini. Namun, Hoon sangat menyukainya.
“Eii. Mana pernah aku menyuruh mereka menggerutu. Lagi pula, siapa suruh mengusikku,” tandas Kang Hoon yang benar-benar membuat guru Jung kesal. Wanita cantik itu mengacungkan tinjunya yang membuat Hoon menunduk takut.
Tak jauh dari keduanya, seorang lelaki jangkung dengan wajah rubahnya, terus memperhatikan mereka. Senyum tipisnya mengembang. Meski dua orang itu belum dekat dengannya, entah kenapa kedekatan mereka membuat Yohan senang. Apa lagi melihat Hoon melepas topeng ‘pangeran esnya’.
Minjun menghentikan langkah dua sahabat yang baru saja keluar dari lingkungan sekolah. Dua orang itu menatap Minjun bingung. Lelaki jangkung itu melangkah mendekati Seojun dan berbisik padanya.
“Aku peringatkan, jangan pernah mengusik orang itu. Paham.” Ucapan pelan tapi menusuk itu benar-benar membuat Seojun mengepalkan kedua tangannya geram.
Setelah mengatakan itu, Minjun berbalik pergi. Youngsoo memang tak mendengar apa yang dikatakan Minjun, hanya saja ia mengerti dari bagaimana ekspresi sahabatnya.
“Dia mengancammu lagi?” tanyanya sedikit hati-hati.
“Bagaimanapun caranya, aku harus bisa membalaskan dendamku secepatnya.”
Youngsoo menghembuskan napas dalam. Kedua matanya menatap Minjun yang melangkah lebih jauh. Ada beberapa hal yang kini mengisi benaknya. Ada pertanyaan dan pernyataan yang bahkan tak tahu kenapa ada di kepalanya.
Baek Jongho, guru kedisiplinan berusi 45 tahun, terus saja menatap para murid yang perlahan mengosongkan sekolah. Tanpa sadar, ia juga memperhatikan gerak gerik para siswa yang berada di kelas peralihan. Dari ruang keamanan, ia bisa melihat Dongmin yang terlihat kesal di depan sang Ibu. Ia juga melihat bagaimana perubahan sikap Kang Hoon saat ada di sepan guru Jung.
Guru Baek juga melihat 3 orang yang nampak tak akrab. Entah apa yang mereka obrolkan, hanya saja terlihat sangat serius saat melihat salah satunya mengepalkan tangannya kuat. Pun ia melihat Yohan yang memperhatikan Kang Hoon dari kejauhan.
Menghela napas panjang dan menghembuskannya kasar. Semua guru dituntut untuk mengubah sekolah ini menjadi sekolah yang dipandang luar biasa seperti beberapa tahun lalu. Namun, selama 3 tahun ini semuanya terasa sangat mustahil. Entah bagaimana alur yang akan terjadi dengan diadakannya pengelasan yang berbeda berdasarkan nilai akademis. Apakah dengan begitu bisa merubah semuanya? Entahlah. Hanya perlu mengawal setiap perkembangan yang akan menuju sesuatu yang lebih baik.
***

Bình Luận Sách (120)

  • avatar
    WindiAnisa

    mantab

    20/08

      0
  • avatar
    LestariRani

    cerita nya sangat bagus and menarik

    14/08

      0
  • avatar
    Fely Sia

    ini sangat bguss

    13/08

      1
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất