logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 ES BALOK?

"Tidak apa, Mbak. Mbak sudah boleh membawa Davira ke kamar kok. Sekarang saya mau menyiapkan keperluan sekolah," ucapnya masih kaku sambil memperhatikan Mbak Lina dan Davira.
"Iya emm Bu, saya permisi," Mbak Lina sembari menutup pintu kamar.
Vina duduk di meja belajarnya, dia memilih-milih buku yang akan dibawanya ke sekolah dan mengecek apakah ada tugas atau tidak. Setelah satu jam semuanya sudah selesai, Vina berjalan ke dapur, dia melihat Bibi menata makanan yang sudah matang.
"Pagi Bi," sapa Vina sambil tersenyum sambil duduk di kursi makan.
"Pagi, Bu. Silahkan dimakan sarapannya. Saya permisi dulu, mau bersih-bersih yang lain," jawab Bibi sambil menunduk dan berjalan mundur.
"Tunggu, Bi. Tolong panggilkan Mbak Lina, kita makan bareng aja, saya eh aku ingin merasakan makan bersama dengan keluarga baru," 
"Jangan Bu. kami merasa tidak sopan dengan majikan kami," tolak Bibi dengan perasaan canggung.
Sudah 10 tahun dia bekerja menjadi asisten rumah tangga di berbagai tempat, dia tidak pernah diajak makan satu meja dengan majikannya. Namun, kali ini, majikannya sangat berbeda. Umurnya masih sangat muda, bahkan dia masih bersekolah, pola pikirnya dewasa dan sangat santun dengan orang yang usianya lebih tua darinya. Yang dia tidak habis pikir, majikannya ini hatinya sangat mulia, di usianya yang masih remaja, dia mengadopsi seorang bayi yang dibuang oleh orang tuanya.
"Sungguh, jika aku yang menjadi orang tua gadis ini, aku sangat bangga padanya," batin Bibi.
"Jangan panggil aku Ibu, Bi. Panggil Vina saja. Bibi tinggal di sini, berarti sekarang kita keluarga, tidak ada majikan dan pembantu. Ayo, Bibi panggil Mbak Lina ya, bilang padanya mulai sekarang kita makan sama-sama," Vina tersenyum hangat kepada Bibi. Bibi hanya mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca dan berjalan meninggalkan ruang makan untuk memanggil Mbak Lina, tidak lama mereka datang dan mulai sarapan bersama. Mereka awalnya canggung, tapi Vina terus mengajak mereka berbicara. Setelah sarapan ia bersiap pergi ke sekolah dengan mengendarai motor yang sudah lama tidak dipakai, saat dia menaiki motor tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depannya.
"Adek cantik, berangkat bareng Abang, yuk," ajak Gilang sembari mendekati Vina.
"Terima kasih tawarannya, Bang. Vina mau pake motor aja soalnya udah lama gak dipakai," tolaknya dengan sopan. Gilang itu anaknya Bu Endang tetangga di komplek ini, dia seorang PNS, tapi Vina tidak menyukainya karena suatu hal yaitu kesombongannya.
"Ayolah, Dek. Adek gak pernah kan naik mobil mahal? ada Acnya juga. Jadi adek bisa pamer ke teman-teman sekolah, nanti bilangnya gini 'Aku dianterin pacarku, dia baik, ganteng,map—"
"Maaf bang, Vina duluan ya, takut telat," potong Vina, motornya melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan Gilang yang terlihat berdecak kesal di kaca spion motornya. 
Vina mengurangi kecepatan motornya. Sesampainya di sekolah dia memarkirkan motornya, di parkiran khusus murid.
"Akhirnya sampai juga," celetuk Vina sambil bercermin membenarkan jilbabnya yang sedikit berantakan. Asiknya dengan diri sendiri dia pun tidak sadar ada seseorang di sampingnya yang tersenyum samar mendengar celetukannya.
"Vina," sapa Aidan dengan senyum yang dikulum. Dia memegang dadanya, jantungnya berdetak sangat cepat.
"Kakak," ucapnya kaget.
"Kapan datangnya ya? kok bisa tiba-tiba ada di sampingku sih?" batinnya.
"Dadanya kenapa, Kak. Apakah Kakak sedang sakit? muka Kakak memerah," 
"Hah, enggak, bagaimana kabarnya si ...  kecil?" tanya Aidan sambil membenarkan jaketnya, sebenarnya jaketnya tidak kusut, hanya saja, dia berusaha menutupi kegugupannya.
"Alhamdulillah, merah-merah di badannya udah mulai pudar," jawabnya sambil berjalan beriringan menuju kelas.
"Sepulang sekolah, bolehkah aku menjenguknya?" tanya Aidan pelan.
"Boleh, Kak,"
"Terima kasih, hmmm tentang yang kemarin, maaf bukan ber— " lirih Aidan, dia merasa sangat bersalah ketika melihat Vina menangis.
"Tidak apa Kak." potong Vina dia berjalan cepat meninggalkan Aidan.
Bel masuk berbunyi, para murid berlarian ke kelas masing-masing dan belajar dengan tertib. Sekian lama belajar online karena pandemi, dan saat tatap muka seperti ini waktu terasa berjalan sangat cepat, sekarang sudah pukul 3 sore saja. Bel pulang pun berbunyi, Vina dan Sasha (sahabatnya) berjalan bersama ke parkiran, Aidan mengikutinya dari jarak yang jauh.
"Vi, kemarin gue liat lo jalan sama es balok, lo jadian ya," goda Sasha.
Sasha Adiba, dia sahabat sekaligus tangan kanan di kantornya. Dia bersahabat saat mulai menduduki bangku SMP. Sasha tidak memiliki teman karena di anggap miskin, dia juga mendapat bullyan setiap harinya. Vina yang melihat Sasha mendapat banyak hinaan merasa kasihan.
"Es balok? siapa?" tanya Vina dengan wajah bingung.
"Itu Aidan, gue suka heran, otak lo encer banget tapi kok kalau masalah kode-kodean lo gak ngerti sih, bikin kesel aja!" decak Sasha.
"Gue kalau masalah kode-kode ghibah emang gak ngerti," 
"Ih gue gak nge ghibah ya, gue nanya langsung ke orangnya, lo suka banget ngalihin pembicaraan," geramnya sambil menghentakkan kaki.
"Nanya apaan?" Vina tertawa melihat Sasha yang sudah kesal.
"Lo jadian ya sama Aidan? gue kemarin lihat lo jalan sama dia, gue mau ngikutin sih, tapi keburu di telpon sama Nisa katanya di butik ada Mbak Karin, dia pengen banget ketemu sama lo," cerocos Sasha.
"Tentang Aidan nanti deh gue ceritain di rumah, sekalian gue mau ngenalin lo ke keluarga baru gue. Gue besok mau cek butik, nanti kabarin aja Mbak Karinnya ya," jelasnya
"Keluarga baru? Lo udah nikah!!!" teriaknya membuat semua murid memandang Sasha dan Vina terutama Aidan.

Bình Luận Sách (399)

  • avatar
    DevorlezAl

    ceritanya bagus sekala saya suka sekali terimakasih

    23/08/2022

      1
  • avatar
    WatiMega

    baik 😍

    22h

      0
  • avatar
    Siti Aini

    Seru sekali ceritanya

    6d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất