logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 PENYESALAN REZA

Betapa terkejutnya Talia saat melihat keadaan oven milik Mama Reza yang terbakar dengan mengeluarkan api yang cukup besar. "Aduh aduh, Tante! Ini Lia harus gimana?!" Talia panik.
"Air air! Lia, ambilin air!" dengan gerakan cepat Talia mengambil se-ember air dari kamar mandi di samping dapur, lalu menyiramkan semua air itu hingga apinya padam. "Yahhh, basah! Maaf ya, Tante. Janji nanti Lia yang beresin deh!" Talia langsung menjewer kedua telinganya ketika melihat lantai hingga meja dapur Mama Reza banjir.
"Huh! Iya nggak apa, Lia. Tante malah mau bilang makasih banyak," Mama Reza pun menyapu peluh di ujung pelipis dengan punggung tangannya. Inilah alasan kenapa Mama Reza selalu ingin ditemani Reza ketika masak, ditakutkan hal-hal seperti ini akan kembali terulang, Mama Reza memang tidak ahli dalam urusan dapur, berhubung pembantu mereka cuti, Mama Reza pun berinisiatif untuk belajar membuat kue.
"Ini si Reza kemana lagi?! Bukannya langsung pulang!" omel Mama Reza.
"Tadi… Ban motor Reza dirusak pihak sekolah, Tante. Karena parkir sembarangan, jadi sekarang Reza lagi benerin ban motornya." jelas Talia.
"Terus kamu tadi pulangnya naik ojek?! Atau angkot?! Kebangetan Si Reza! Minta dicubit!" oceh Mama Reza semakin gemas.
"T-tadi, Lia dianterin temen, Tante. Hehe," ujar Talia tersenyum kikuk.
"Oh syukurlah. Lia, Tante boleh pinjem oven Mama-mu gak? Janji gak akan kebakaran lagi, hehehe." pinta Mama Reza.
"Okay, bentar Lia ambilin, Tan." Talia bergegas mengambil oven milik Mamanya yang telah lama tak terpakai, selain karena Mama Talia adalah seorang dokter spesialis kulit yang amat sibuk, di kala senjangnya pun dia bahkan tak sempat memikirkan anaknya, apalagi soal masak memasak.
Saat Talia dan Mama Reza tengah asik bersenda gurau sembari menunggu kue yang mereka buat matang, Reza pun pulang dengan hebohnya. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, epribadeh! Reza guanteng pulang, Mama!" ujarnya sembari melemparkan sepasang sepatunya ke sembarang arah.
"Wa'alaikumussalam, nah itu dia orangnya!" ujar Talia heboh.
"Alaikumussalam, darimana?!" Mama Reza menatap anaknya itu dengan tatapan mengintimidasi.
"Lah, emangnya Lia gak bilang?" tanya Reza.
"Kali aja kamu mau bohongin Mama" Mama Reza merotasikan matanya, sebal melihat tampang anak laki-lakinya itu yang suka ingkar janji.
"Ih wangi apaan nih?" tanya Reza berbinar-binar sembari mengendus-endus aroma kue yang tengah dioven.
"Harum 'kan kue buatan Mama?" tanya Mama Reza dengan membanggakan dirinya.
"Alah, paling juga Lia yang bikin tuh," ledek Reza.
"Eh enggak kok, aku cuma bantuin masukin ke oven hahahaha, soalnya Mama lu takut kebakaran lagi hahahaha," Talia tertawa terbahak-bahak.
"KEBAKARAN?! Sumpah?!" Reza panik sendiri mendengarnya.
"I-iya, Za. Hehe, oven yang kamu beliin itu… Udah rusak, soalnya tadi adonannya meluber terus kena kabel listriknya, terus keluar api. Maaf ya, Za?" Mama Reza merasa bersalah telah merusak barang pemberian Reza.
"Tapi Mama sama Lia gak apa 'kan?" bagi Reza, barang bisa dibeli di lain waktu, tapi tidak dengan keselamatan orang-orang terdekatnya.
"Alhamdulillahnya Lia dateng di saat yang tepat hehe, Lia yang matiin apinya," Mama Reza tersenyum ke arah Talia.
"Lia ga apa?" tanya Reza memastikan keadaan Talia.
"Ga apa, Lia baik-baik aja," Talia tersenyum.
Pukul 20.07 Reza datang ke rumah Talia dengan motornya sembari membawa sebuah kaca besar untuk mempertanggungjawabkan kelakuannya yang sudah memecahkan kaca kamar Talia.
Tok… Tok…
Dengan hebohnya Reza mengetuk pintu rumah Talia. "Assalamualaikum, Lia! Di luar ada Reza ganteng, bukain sekarang atau gue pecahin lagi ka-"
"Apalagi yang mau lu pecahin?! Kepala lu yang gue pacahin, mau?!" Talia membukakan pintu sembari menatap tajam ke arah Reza.
"Hehehe, canda, Monyettt! Nih, Mama bilang harus diabisin!" Reza menyerahkan plastik berisi kue hasil buatan Mamanya dan Talia siang tadi.
Talia tersenyum lebar, "wehehehe, mantep nih." tanpa ragu, Talia langsung memasukkan sepotong kue itu ke mulutnya.
"Mama lu gak pulang lagi?!" tanya Reza prihatin melihat Talia yang sangat teramat jarang atau bahkan dapat dikatakan tidak pernah mendapat perhatian dari sosok Mamanya.
"Biasalah, katanya nginep di mess lagi. Besok berangkat subuh." jawab Talia setelah menghabiskan sepotong kue di mulutnya, mengingat Mama-nya membuat Talia menghembuskan nafasnya panjang.
"Jangan sedih, Nyet. Ada Reza guanteng di sini." ucap Reza mencoba menghibur Talia yang kesepian dengan cengirannya yang khas seorang Reza, dia pun langsung masuk membawa kaca besar itu ke arah kamar Talia sembari berjoget-joget tidak jelas.
"Dasar sinting, tapi gue yang lebih sinting. Kenapa gue masih mau temenan sama orang sinting cem Si Reza? Dahlah!" gumamnya bermonolog.
Sekitar 1 jam Talia menunggu Reza membenahi jendela kamarnya dengan bosan, akhirnya Talia memutuskan untuk melihat apa yang tengah Reza kerjakan di kamarnya.
Talia terkejut ketika sampai di depan pintu kamarnya melihat Reza tengah memegang sebuah kotak yang teramat berharga baginya, "REZAAA! Jangan sentuh!" amuk Talia yang langsung berlari merebut kotak berharganya itu dari tangan jahil seorang Reza.
"Hilih, segala ditulis kenangan Pangeran Bulan. Emangnya lu seyakin itu kalo Pangeran Bulan lu itu pasti inget sama lu? Lia ini udah jamannya pesawat terbang, bukan lagi jamannya sepedah ontel, berpikir yang masuk akal aja deh. Udah berapa tahun kalian gak ketemu? Kalo pun dia inget, emangnya lu berharap apa sama dia? Aneh lu," ucap Reza yang langsung membuat Talia berkaca-kaca, lalu menangis sejadinya.
"Huaaa! Reza jahat, hiks! Bibikkk, Reza jahattt!" tangis Talia tak terbendung ketika mendengar ucapan sarkas nan masuk di akal itu.
"Yah yah…, maaf, Lia. Gue cuma mau nyadarin lo aja, gue gak bermaksud-" Reza langsung panik, dia yakin setelah ini pasti Talia tidak akan menegurnya.
"Huaaa! Bodo amat, sekarang juga keluar lu dari rumah gue! Pulang sana lu, gue ga kenal sama orang sinting kaya lu, hiks!" amuk Talia mendorong bahu Reza agar keluar dari kamarnya.
"Apes-apesss!" gumam Reza, sebenarnya Reza tahu bahwa Talia memang cengeng dan akan lebih sensitif jika sudah membahas sesuatu yang berkaitan dengan Bik Ranti dan juga Pangeran Bulan-nya.
Akhirnya Reza memutuskan untuk pulang dengan perasaan gundah setelah meminta Bik Surti (pembantu rumah Talia) untuk mengunci pintu utama. Pasalnya Reza dan Talia memang sangat jarang bertengkar hingga Talia menangis demikian, memang cukup mudah bagi Reza untuk membujuk Talia, cukup dengan membawakannya satu sisir pisang sembari melafalkan maaf yang tulus, dijamin Talia pasti mudah untuk memaafkannya. Kecintaan Talia terhadap pisang itulah yang membuat Reza kerap kali memanggil Talia dengan sebutan Monyet. Yang Reza takutkan Talia akan melakukan hal aneh ketika perasaannya tengah tidak baik-baik saja, seperti tidur di balkon kamarnya, tidur di kamar mandi, atau mungkin menangis sekencang-kencangnya hingga fajar menyingsing. Ya…, semuanya sudah pernah Talia lakukan ketika dia tengah bertengkar dengan Mamanya. Kali ini Talia bertengkar dengan Reza, apa yang akan dilakukan Talia? Entahlah Reza tidak dapat berpikir jernih meski berulang kali mencoba untuk ber-positif thinking.
Setibanya di rumah, Reza langsung mencari Mamanya. "Maaa! Mamaaa!" panggil Reza cukup lantang.
Tiba-tiba Mama Reza muncul dari arah kamarnya sembari mengusap-usap wajahnya yang tengah mengenakan masker wajah. Dia panik, pasalnya dia paham betul jika anak semata wayangnya itu sudah pulang, dapat dipastikan maskernya tidak akan pernah bertahan lama. Ada-ada saja ulah Reza yang bisa membuat masker Mamanya itu retak.
"Ma, besok bagunin aku jam 4 subuh! Titik, pokoknya kalo aku ga bangun-bangun siram aja pake air segayung!" ujar Reza mutlak dan langsung berlari ke arah kamarnya dengan mengunci rapat pintu kamarnya, dia yakin Mamanya itu pasti akan banyak bertanya tentang keanehan sikapnya.
Benar saja, masker yang tengah Mama Reza pakai retak dengan serbuk yang berjatuhan ke lantai. Bukan, kali ini bukan karena berteriak sebab kegilaan yang Reza perbuat, tapi karena melongo kebingungan akan sikap yang Reza tunjukkan barusan. "B-bangun jam 4 subuh? Aku aja bangunnya jam 5. Oke, pasang alarm!" Mama Reza yang kepo akut pun langsung berlari ke arah pintu kamar Reza, setelah itu mengetuk-ngetuk pintunya, "Za! Kamu berantem ya sama Lia? Ngaku, kamu abis dari rumah Lia 'kan tadi? Kok pulang-pulang mukanya masem gitu?!" jerit Mama Reza di depan kamar anaknya itu bersama sejuta rasa penasarannya, tapi Reza malah tak mengeluarkan sepatah katapun di dalam sana.
"Apa perlu Mama tanya ke Lia langsung?!" ancam Mama Reza yang sudah terlanjur penasaran.
"Apa sih, Ma? Jangan kepo yaaa," ucap Reza berusaha untuk membuat Mamanya mengerti bahwa tak semua urusannya harus diketahui Mamanya.
"Ya, t-tapi 'kan…, Mama cuma penasaran, Za." Mama Reza pun merasa bahwa putranya yang kekanakan kini mulai bersikap layaknya laki-laki dewasa yang berusaha menutupi kesedihannya dari Mamanya.
"Pokoknya besok tolong bangunin Reza jam 4 subuh ya, Maaa." ucap Reza berusaha untuk berbicara selembut mungkin.
"Iya, iya…," Mama Reza pun segera enyah dari depan pintu kamar Reza.
Keesokan paginya, pukul 03.39 Mama Reza sudah heboh berteriak demi membangunkan putranya itu.
"Astaghfirullahaladzim, minta dibangunin jam 4, Mamanya udah teriak-teriak tetep aja gak gerak kamu, Za! Tidur apa mati kamu ini? Kek orang begadang sepanjang malem aja loh. BANGUN, MUHAMMAD REZA RENALDI!" pekik Mama Reza heboh.
"Ini apa lagi nih? Kabel-kabel dimana-mana, ini kamar atau gudang rongsokan, Za?!" oceh Mama Reza tiada henti.
Plakkk…
Mama Reza menampar cukup kuat wajah tampan putranya itu, apa yang Reza lakukan? Dia malah menggaruk wajahnya yang barusan ditampar oleh Mamanya. "Za! BANGONNN! ALLAHUAKBAR! REZA, HARUSKAH MAMA SIRAM PAKE AIR SEGAYUNG HAH?!" jerit Mama Reza tepat ditelinga Reza.
"Hmmm," Reza hanya merespons dengan gumamannya.
"Ohhh, nantangin Mamanya ya…, Liat kamu!" Mama Reza langsung bergegas menuju ke kamar mandi yang ada di kamar Reza lalu menyiram Reza dengan segayung air.
Byurrr…
Tepat mengenai wajah Reza, ada sedikit penyesalan yang dirasakan Mama Reza setelah menyiram dengan tega putra kesayangannya itu ketika dilihatnya Reza langsung terduduk sangking terkejutnya. Tapi ini demi janjinya yang harus membangunkan putranya itu jam 4 subuh, bahkan dia rela memasang tiga alarm di kamarnya.
"Ya Allah, Ma. Kan Reza minta bangunin jam 4, Maaa." keluh Reza yang merasa baru beberapa menit matanya terpejam.
"Heh! Ini udah jam 03.59, Za!" ucap Mama Reza gemas bukan main.
"Kan masih ada satu menit lagi, Ma…" Reza pun kembali berniat membaringkan tubuh ke kasurnya tanpa memperdulikan keadaan kasurnya yang sudah basah kuyup.
"Ya Allah, anak iniii. Ya udah ya, terserah kamu aja, pokoknya jangan salahin Mama kalo nanti kamu nyesel!" ucap Mama Reza yang terlampau lelah setiap pagi membangunkan putranya itu.
Baru saja kakinya berniat meninggalkan kamar putranya, tapi matanya menanggap bayangan sebuah benda yang tampak unik dan lucu. "Ih, Za… Ini apa? Lucu banget." tanya Mama Reza yang gemas melihat benda itu.
Reza pun mengerjapkan matanya beberapa kali ketika mendengar kata lucu, saat dilihat Mamanya itu tengah menyentuh sesuatu yang menurutnya belum layak sentuh pun Reza langsung terperanjat dari tempat tidurnya. "Mama-ku yang cantik, jangan disentuh dulu ya… Itu belom jadi, Ma. Makasih ya udah bangunin Reza hehehe, oke Mama boleh keluar. Reza mau mandi dulu," Reza langsung mendorong pelan bahu Mamanya itu agar keluar dari kamarnya sembari mengambil benda buatannya itu.
"Ya udah, tapi kamu abis ini langsung bangun ya, jangan tidur lagi." peringat Mama Reza.
Pukul 04.34 Reza sudah heboh mengetuk pintu utama rumah Talia. "Liaaa! Bukain, pintunya tulunggg. Gue janji ga akan-"
Ckek…
Tiba-tiba pintu dibukakan oleh Bik Surti, "Reza? Ngapain subuh-subuh ke sini?" tanya wanita paruh baya itu dengan wajah bantalnya.
"GIMANA KEADAAN LIA, BIK?!" tanya Reza dengan nada tinggi, bukannya tidak sopan. Tapi, Bik Surti memiliki gangguan pada pendengarannya, maka dari itu Reza harus mengeluarkan sedikit uratnya agar bisa berkomunikasi dengan pembantu rumah Talia itu, beruntung pita suaranya sedikit nyaring.
"Ada razia?! Razia apa, Za?!" seketika raut wajah Bik Surti menjadi panik tak tergambarkan.
Reza hanya bisa menepuk dahinya, lalu menerobos masuk dan bergegas ke arah kamar Talia. Dengan hati-hati Reza mengetuk pintu kamar Talia, baru tiga kali ketukan tiba-tiba Talia muncul dengan mata sembabnya. Talia pikir yang mengetuk pintu kamarnya subuh-subuh begini adalah Bik Surti, ternyata dugaannya salah. Talia langsung berniat menutup kembali pintu kamarnya, namun sesuatu mencegahnya.
"Lia, gue bawa pisang!" ucap Reza merayu Talia agar mengurungkan niatnya untuk kembali menutup pintu.
"Tunggu, tadi itu Reza? Aku halu, mimpi, atau…, itu hantu yang mirip Reza?!" batin Talia membatu di tempat dengan pemikiran-pemikirannya yang cenderung tidak masuk di akal.
"Lia, ada pisang." ucap Reza yang langsung membuat Talia berbinar.
"Mana?" Talia spontan menoleh pada Reza dan mencari benda yang dimaksud Reza.
"Nih, hehehe… Tapi gue minta maaf ya, janji gak akan bahas-bahas lagi deh," ucap Reza diselingi rasa bersalah setelah membuat mata Talia sembab tak karuan seperti yang dilihatnya saat ini. Dia yakin Talia tidak tidur semalaman karena memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terkadang tidak masuk di akal atau mungkin masuk di akal sekalipun.
"Iya deh, tapi janji jangan bahas lagi ya. Biar Lia aja yang simpen semuanya, lu gak perlu ikut campur," peringat Talia yang masih sedih ketika mengingat kata-kata yang semalam terlontar lewat bibir Reza.
"Bentar, lu kesurupan setan subuh ya? Perasaan ini masih jam setengah lima kalo ga salah? Atau…, lu hantu?" spontan Talia menunduk dan memeriksa apakah kaki Reza mengambang layaknya hantu-hantu yang sering ditontonnya di film-film horor bersama Reza.
"Eh, gue begini juga biar lu maafin," cerocos Reza sembari berkacak pinggang.
"Kan udah gue maafin," ucap Talia dengan santainya merebut pisang berlapis plastik di tangan Reza.
"Ya udah, gue mau sambung tidur lagi deh kalo udah dimaafin." Reza langsung berlari ke arah ruang keluarga Talia lalu melanjutkan tidurnya di sofa.
"Lah…, tahu tadi gue tunda aja maafinnya, kalo gini pasti nanti telat lagi," Talia meniup rambut depannya, lalu memasukkan pisang ke dalam mulutnya.
Pukul 06.12, Reza masih betah di alam mimpinya, tiba-tiba…
"REZA TOLONGIN! ADA ULAR, HUAAA!"
To be continued...

Bình Luận Sách (2)

  • avatar
    RamadhaniSuci

    Baguss

    03/08

      0
  • avatar

    Ih keren critanya😳😳😳🥺

    26/08/2022

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất