logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Es Yang Retak

              Hari sudah beranjak malam, Dan Oh dan rombongannya yang lain memutuskan untuk beristirahat sejenak dari perjalanan mereka dan membuat api unggun untuk menghangatkan diri dari dinginnya malam di tempat yang tidak jauh dari danau. Dan Oh, Siera, Gwi, Ryu dan Key duduk melingkar di sekitar api unggun sambil menikmati makan malam dari hasil buruan mereka. Mereka menangkap beberapa ikan segar dari danau sementara Gwi telah berhasil membawa kembali seekor rusa jantan sebagai hasil buruannya ketika dia berubah menjadi serigala.
            Ketika anggota lain di dalam rombongan sibuk mempersiapkan dan menikmati makan malam bersama, Woon sang pangeran negeri Hwon masih menyendiri dan duduk sendirian di dekat danau. Nampaknya lelaki itu belum ingin kembali bergabung ke dalam rombongannya. Tidak ada yang berusaha menegur dan mengajak Woon untuk kembali, nampaknya hal ini tidak hanya terjadi untuk pertama kalinya. Sang pangeran memang senang menyendiri dalam beberapa waktu dan tidak ingin diganggu. Semua rekannya sudah paham dengan ini semua, mereka membiarkan Woon untuk menenangkan dirinya sendiri dan memberikan sebanyak apapun waktu yang dibutuhkan lelaki itu untuk mampu kembali dan mengatasi hal apapun yang mengganggu pikirannya. Semua orang tahu apa yang telah dialami lelaki itu dan tidak ingin menuntut banyak hal darinya. Mereka mencoba bersikap maklum, dan hanya akan selalu menerimanya kembali dengan tangan terbuka ketika lelaki itu sudah siap.
             "apakah aku telah melakukan sebuah kesalahan?" tanya Dan Oh yang mengamati punggung sang pangeran yang nampak dari kejauhan. Melihat betapa murungnya lelaki itu, gadis ceria ini mulai merasa bersalah meskipun dia belum paham apa yang membuat sang pangeran menjadi begitu sedih dan tersinggung dari perilakunya.
             "tidak.... Hanya saja, aku kira Woon kembali mengingat kejadian yang sama dengan hari ini yang pernah terjadi sebelas tahun yang lalu....." putri Siera menjawab pertanyaan Dan Oh dengan tenang. Ekspresinya nampak datar, namun ada kilat kesedihan di mata indahnya. Dan Oh menyebarkan pandangannya kepada ketiga orang lainnya, mereka nampak terdiam setelah mendengar ucapan Siera. Nampaknya mereka pun merasakan hal yang sama yang menyebabkan sang pangeran menjadi murung hari ini.
                  "kejadian yang sama?" tanya Dan Oh tidak mengerti. Siera menghela nafas sebelum melanjutkan ceritanya.
                "Woon.... Dia.... Tunangannya Pysche yang merupakan anak angkat dari Binju dan menjadi sepupu kami  telah meninggal akibat serangan bangsa Cheol. Saat itu kami semua sedang bertarung. Seperti hari ini, Pysche terkena anak panah tombak bangsa Cheol setelah bertarung menghalau serangan mereka dan mencoba melindungi Woon dari serangan yang tidak disadarinya" sang putri mulai menceritakan kejadian tragis yang menimpa adiknya sebelas tahun yang lalu. Tahun terburuk yang pernah mereka alami, setelah kehilangan kedua orang tuanya Woon juga harus menyaksikan kematian tunangan yang dicintainya di hadapan matanya sendiri.
              "tunangan? Jadi dia punya tunangan?" tanya Dan Oh penasaran. Putri Siera hanya mengangguk pelan.
                "jadi hal itulah yang membuatnya bersikap sangat dingin dan kaku, dia telah kehilangan tunangan yang dicintainya" gumam Dan Oh dalam hatinya.
            Gadis itu kemudian mengingat kejadian pagi ini ketika Woon menyerahkan busur yang dimilikinya sekarang. Busur itu adalah busur milik Pysche yang telah meninggal. Sekarang Dan Oh paham arti ekspresi wajah yang ditunjukkan Woon ketika membicarakan sepupu angkatnya itu. Sang pangeran begitu sedih dan merindukan kekasihnya, pemilik asli dari busur itu. Dan Oh memandangi busur barunya dengan perasaan bercampur yang berkecamuk.
            "Woon selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kematian tragis yang menimpa Pysche. Baginya.... Dialah penyebab kematian sepupu kami, begitu juga dengan kedua orang kami... Jika dia tidak terlahir di dunia ini, Binju tidak akan menyebabkan semua kerusakan ini untuk merebut kekuasaan kerajaan. Sungguh pemikiran yang konyol" Siera menampakkan senyuman kecut saat mengucapkan hal itu.
            "meskipun seandainya Woon tidak ada, Binju tetaplah Binju. Dia akan melakukan segala cara untuk memenuhi ambisinya atas kekuasaan dan kekuatan yang tidak terkalahkan. Jika itu aku... Jelas aku tidak akan berfikir bahwa akulah yang bertanggung jawab atas kekejaman Binju, tapi Woon.... "
"..... Anak itu memiliki hati yang terlalu lembut. Akan lebih mudah baginya untuk menyalahkan dirinya sendiri daripada menyalahkan keadaan ataupun orang lain" Siera tertawa sinis atas kelembutan hati adiknya. Terkadang dalam keadaan seperti ini dia berharap bahwa adiknya memiliki setidaknya sedikit saja hati keras seperti dirinya, agar Woon tidak lagi terluka. Sang putri memandang punggung adiknya dari kejauhan yang nampak begitu sedih dan kesepian.
             "dia menganggap dialah yang menyebabkan semua kematian dan kehancuran di planet ini. Jika dia tidak pernah ditunjuk sebagai pewaris tahta maka Binju tidak akan memiliki dendam pada keluarga kami dan menyebabkan kematian kedua orang tua kami. Padahal itu bukan salahnya. Dan kematian Pysche, Woon menganggap jika saja waktu itu dia tidak mencoba menyelamatkannya, maka gadis itu tidak akan meninggal" jelas Siera.
             Dan Oh merasa iba dengan keadaan sang pangeran. Bagaimana bisa dia melimpahkan semua kesalahan yang bukan kesalahannya kepada diri sendiri. Memikirkan seseorang yang dicintai meninggal akibat kesalahannya adalah hal yang sangat menyakitkan dan menyesakkan dada. Selama beberapa tahun ini semua beban penyesalan itu telah ia limpahan kepada Woon oleh dirinya sendiri.
               "dia terlalu menyulitkan dirinya sendiri" gumam Dan Oh pelan. Siera mengangguk pelan menanggapi ucapan gadis bumi itu. Itulah hal yang juga selama ini ada dipikirannya, hanya saja dia tidak tahu bagaimana cara membuat adiknya paham tentang hal itu. Siera bukan orang yang hangat, tidak mudah baginya untuk mampu menghibur sang adik agar kembali ceria. Dia tidak tahu bagaimana cara berkata manis atau memberikan motivasi kepada sang adik.
              "sebelum semua hal ini terjadi padanya, Woon adalah seseorang yang bercahaya. Dia adalah anak yang baik hati, ramah, lembut dan penuh dengan kasih sayang. Tapi sekarang dia telah berubah menjadi seorang pemurung yang begitu dingin setelah semua hal yang menimpanya" gumam sang putri merasa kehilangan sosok asli dari adik yang disayanginya. Dia merindukan sosok adiknya yang bercahaya dan penuh dengan senyuman seperti dulu. Ingatannya tentang sang adik kala dia tersenyum ceria masih begitu jelas di benak sang tuan putri. Namun sekarang dia tidak lagi pernah melihat senyuman hangat itu terlukis di wajah sang pangeran.
              "dia tidak pernah tersenyum sekarang" lanjut sang putri.
          Dan Oh berfikir sejenak sambil berdiam diri. Kemudian dia bangkit dan mengambil sepotong daging besar yang telah matang sempurna serta meletakkannya di atas dedaunan yang bersih. Dia berencana ingin berbaikan dengan sang pangeran.
            "dia perlu makan kan?" tanya gadis SMA itu kepada sang putri. Siera tersenyum tipis sambil mengangguk.
            Dan Oh berjalan pelan dengan langkah yang pasti menuju tempat Woon sedang duduk sendirian di pinggir danau. Sebenarnya gadis itu masih merasa sedikit canggung ketika mengingat cara lelaki itu memarahinya pagi ini, tapi setelah mendengar cerita tentangnya dari sang putri, ada perasaan iba yang muncul dalam hatinya. Perasaan yang membuat gadis itu merasa tak mampu mengacuhkan dan meninggalkan lelaki itu sendirian saja dalam keterpurukannya. Gadis mungil tersebut mengambil tempat duduk di samping sang pangeran yang sedang duduk di atas rerumputan kering di sisi danau yang gelap. Dia meletakkan daging yang dibawanya di hadapan sang pangeran yang termangu dan membisu.
              "ini bagian mu" ucap gadis itu datar. Woon hanya melirik ke arah Dan Oh. Gadis itu sedang menghindari kontak mata dengannya dan memilih untuk mengamati air danau gelap yang sedang memantulkan cahaya rembulan di permukaannya. Tak heran lelaki itu senang berlama-lama sendirian di tempat ini, sebenarnya duduk memandangi danau disini bukanlah suatu pilihan yang buruk.
             Dan Oh dapat melihat pemandangan menakjubkan yang indah di hadapannya. Dia juga menemukan ada beberapa makhluk kecil sebesar kunang-kunang yang beterbangan kesana-kemari. Makhluk itu memancarkan cahaya violet yang indah. Ketika dilihat dari jarak dekat, ternyata makhluk mungil itu memiliki bentuk seperti seorang bayi kecil yang memiliki sayap. Sesekali dia juga bisa mendengar nyanyian kecil dari makhluk beterbangan itu. Mereka adalah antutu, peri malam kecil yang hidup di daerah dekat danau.
                "aku tidak lapar" ucap Woon dingin. Suara laki-laki itu membuyarkan lamunan Dan Oh yang sedang mengamati dan mengagumi makhluk mungil yang baru saja mendarat di ujung jarinya. Gadis itu menatap makhluk mini itu dengan penuh kebahagiaan di wajahnya yang terkena pendar cahaya dari antutu di jarinya.
             "hmm.... Aku kira kau adalah tipe orang yang tidak mau direpotkan orang lain, kau pastinya juga tidak ingin merepotkan kami semua karena tiba-tiba mati lemas karena kelaparan kan?" gadis itu mengejek sang pangeran dengan nada merendahkan tanpa melihat ke arahnya dan masih terfokus pada antutu yang baru saja terbang meninggalkan jarinya. Ukuran makhluk itu hanya sekitar satu inci saja. Dan Oh mengikuti arah terbang antutu dengan kilatan matanya yang penuh kekaguman.
             "cchhh" desah sang pangeran kesal mendengarkan omelannya. Lelaki itu juga mulai mengamati antutu yang terbang di depan wajahnya.
            "maafkan aku pangeran Woon" ucap Dan Oh secara tiba-tiba. Sang pangeran mengalihkan pandangannya kepada gadis kecil di sampingnya. Dia melihat gadis SMA tersebut sedang memandangnya dengan ekspresi wajah yang serius. Woon menatap datar gadis itu tanpa berkata apapun.
           " aku tidak bermaksud membuatmu mengingat kejadian menyedihkan yang menimpamu sebelas tahun yang lalu" ucap Dan Oh melanjutkan. Woon menghela nafas panjang dan mengalihkan pandangannya kembali ke arah danau. Para antutu sedang menari-nari dengan ceria dalam sebuah gerombolan kecil yang membentuk lingkaran.
             "apakah kau memaksa kakakku mengatakan sesuatu padamu? Kakak bukan tipe orang yang senang mengobrol dengan orang lain" tanya sang pangeran tanpa melihat ke arah Dan Oh.
           "ya, kau bisa menganggapnya begitu" jawab Dan Oh singkat. Woon mengangguk paham.
           "maafkan aku... Aku tidak bermaksud marah seperti itu padamu" ucap sang pangeran dengan tulus meminta maaf kepada gadis di sebelahnya. Yah dia tahu, Dan Oh sama sekali tidak berbuat salah kepadanya dan dia sebenarnya tak berhak memperlakukan gadis itu dengan kasar. Dia mulai menyesalinya.
             "tidak.... Tidak apa-apa.... Bukankah lebih melegakan melampiaskan amarahmu kepada orang lain daripada menyimpannya di dalam dirimu sendiri? Setidaknya kita bisa meminta maaf" ucap Dan Oh ringan dan menggunakan gestur tangannya. Woon menoleh ke arah gadis itu dengan pandangan tidak mengerti, apakah bisa menganggapnya se-simple itu? Dia ragu.
             "bukan berarti kau bisa marah-marah setiap saat kepada orang lain" Dan Oh memainkan tangan kanannya dan membuat seolah jemari nya yang sedang berbicara. Dia membuka dan menutup kelima jarinya seperti ketika mulut sedang berbicara. Gadis itu menyuarakan pendapatnya menggunakan suara perutnya. Dia sedang berusaha nampak lucu untuk menghibur sang pangeran dan tersenyum geli merasakan kekonyolannya. Namun Woon hanya memandangnya dengan wajah yang tetap datar.
              "  Cchh, apakah kau benar-benar lupa caranya tersenyum?" tanya gadis itu kesal sambil memukul ringan lengan kiri sang pangeran. Woon hanya mengangkat kedua bahunya untuk menjawab pertanyaan Dan Oh. Gadis SMA itu kemudian menghela nafas panjang melihat kurangnya respon dari keturunan raja negeri Hwon itu.
             "Tapi.... Woon.... Itu benar, jangan lagi menyalahkan dirimu sendiri...." gadis itu menghilangkan sebutan pangeran di depan namanya dan menasehatinya selayaknya seorang teman dekat. Woon mengalihkan pandangannya dari Dan Oh kemudian memandang diam rumput di bawahnya. Ini pertama kalinya ada orang lain yang langsung memanggil namanya tanpa sebutan pangeran selain anggota keluarganya, tapi dia tidak mempedulikan ketidak sopanan gadis itu terhadapnya. Meskipun gadis itu bukanlah keturunan kerajaan dan hanya masyarakat sipil biasa.
              "bahkan tanpa adanya dirimu.... Semua makhluk hidup di dunia ini, di dimensi manapun itu, pasti akan meninggal. Hanya saja mungkin terkadang kita berada di saat kejadian seperti itu terjadi dan terlibat di dalamnya.... Tapi bukan berarti itu semua terjadi karena kita, ini semua adalah bagian dari takdir. Dan ini semua bukan kesalahanmu... " Ucap Dan Oh tersenyum tulus kepada sang pangeran. Yah dia ingin agar pangeran berhenti meletakkan semua beban berat di pundaknya dan menanggung semua penyesalan dan tanggung jawab sendirian saja.
             " benarkah? "tanya Woon singkat sambil memandang ke arah gadis bumi itu. Dan Oh hanya mengangguk dengan mantap dan tidak melepaskan senyumannya.
            " kau tau? Aku pernah mendengar kalimat ini. Semakin kita beranjak dewasa, semakin kita akan kehilangan alasan untuk terus  tersenyum, karena itu.... Kitalah yang harus memaksakan diri untuk tersenyum agar kehidupan kita menjadi terasa lebih indah dan membahagiakan. Jadi.... Tersenyumlah... Smile... " ucap Dan Oh sambil memandang Woon dengan penuh senyuman.
          " Smile.... " gadis itu membuat lengkungan senyuman dengan tangannya tepat di depan bibirnya, mencoba mengajak lelaki itu agar mau tersenyum mengikuti dirinya. Dia terus memasang senyumannya dan mengulangi gestur tangannya hingga beberapa kali dan dalam waktu yang cukup lama. Namun sang pangeran tersebut tetap saja hanya memandangnya dengan ekspresi datar yang tidak berubah, tak ada senyuman sedikit pun di wajahnya.
           "cch.... Sepertinya hal ini tidak berlaku padamu" dumel Dan Oh dengan kesal. Dia mengalihkan pandangannya dari Woon kemudian melihat langit malam planet Mirac. Di tempat ini bulan nampak lebih indah dan begitu dekat. Para antutu sedang bermain kejar-kejaran dengan teman sejenisnya. Decitan suara bahagia mereka memenuhi telinga Dan Oh dan Woon yang kembali diam. Mereka juga bisa melihat bintang yang bersinar terang di langit, beberapa bintang menunjukkan kelip dengan warna kuning. Ada yang berwarna kelip biru menyala dan beberapa menunjukkan warna violet yang megah. Ada juga kumpulan bintang-bintang yang membentuk sebuah milky-ways yang panjang.
            "waaah.... Benar-benar malam yang indah...." gumam Dan Oh kepada dirinya sendiri. Woon mengikuti arah pandang gadis tersebut dan terdiam mengamati langit. Sang pangeran kemudian menundukkan kepalanya kemudian tersenyum sejenak setelah mengulang ucapan Dan Oh di dalam pikirannya. Gadis itu tidak menyadari bahwa Woon baru saja tersenyum karena kalimat yang diucapkannya. Dia baru saja memaksakan sebuah senyuman agar mampu merasakan kebahagiaan sederhana sekali lagi.
          "Eun Dan Oh   " panggil Woon pelan. Gadis SMA itu menoleh dan memandang Woon dengan penuh tanda tanya.
           "dimana kristalmu? Ijinkan aku memasangkan pelindung agar bangsa Cheol tidak lagi bisa merasakan aura nya" jelas sang pangeran kepada gadis itu.
           "ah, sebentar..." ucap Dan Oh sambil mengeluarkan kristal biru dari sakunya kemudian memberikannya kepada sang pangeran.
          Woon, pangeran negeri Hwon memegang kristal itu dengan tangan kirinya kemudian meletakkan tangan kanannya di atas kristal tersebut. Ada cahaya merah menyala yang muncul dari tangannya. Kristal biru yang awalnya berbentuk sebagai bongkahan batu itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah kalung logam putih bersinar dengan bandul berbentuk kristal eclips yang dikelilingi dengan cahaya samar biru di sekitarnya.
           "waaah indahnya... Kau mau memakaikannya ?" ucap Dan Oh antusias mengumpulkan rambutnya ke bagian kanan bahunya dan memegangnya dengan tangan kanan. Dia memperlihatkan bagian lehernya yang jenjang yang akan digunakan sebagai tempatnya menggantungkan kalung indah itu. Dia juga menggeser duduknya agar lebih dekat dengan pangeran dan menunjukkan punggung kecilnya di hadapan Woon. Woon terdiam melihat gestur dari gadis itu. Pikirannya melayang kembali pada kejadian yang pernah terjadi dulu sekali.
              "lihatlah.... Ayah telah memberikanku kalung yang sangat indah" ucap Pysche dengan antusias menunjukkan kalung baru di tangannya yang merupakan pemberian dari Binju, ayah angkatnya. Woon mengambil kalung itu dari Pysche dan mengamatinya dengan seksama. Gadis ini sangat mengagumi dan menyayangi ayahnya, dia selalu menghormati sang ayah dan ingin agar Binju merasa bangga kepadanya. Ketika sang ayah angkat memberikannya hadiah sebuah kalung yang indah dia merasa begitu bahagia, dia merasa bahwa ayahnya begitu menyayanginya.
               "paman memberikan mu ini?" tanya Woon tidak percaya. Binju selalu nampak serius dan memancarkan aura tajam di sekitarnya. Dia tidak pernah mengira bahwa pamannya yang seperti itu akan pernah berfikir untuk memberikan hadiah manis kepada anak angkatnya. Tapi melihat ekspresi wajah bahagia dari Pysche membuat Woon tidak bisa menunjukkan ekspresi lain selain tersenyum padanya. Pysche begitu antusias menunjukkan kalung ini kepada kekasihnya sesaat setelah dia baru saja menerimanya dari sang ayah.
          "ini....." ucap Woon tersenyum mengembalikan kalung yang ada di tangannya kepada Pysche.
            "tidak mau.... Bisa kah kau memakaikannya kepadaku?" tanya Pysche malu-malu dan mengangkat rambut panjang silvernya serta memperlihatkan leher putihnya. Woon hanya menurut dan memakaikan kalung itu dengan berhati-hati di leher gadis yang sangat disayanginya.
          " apa terlihat cocok? " tanya Pysche senang sambil memegang lembut kalung kristalnya.
           "cantik.." jawab sang pangeran sambil tersenyum. Dia tidak memuji keindahan kalung tersebut. Dia sedang memuji kecantikan kekasihnya yang tak terbandingkan.
            Tiba-tiba ingatan tentang kecantikan Pysche saat mengenakan kalung barunya serta binar bahagia di matanya kembali singgah dalam benak sang pangeran.
             "kenapa?" tanya Dan Oh heran saat melihat sang pangeran hanya terpaku melihatnya.
             "tidak mau, aku mau makan" ucap Woon melemparkan kalung itu ke arah kaki Dan Oh. Sang pangeran mengambil daging di hadapannya dan mulai memakannya dengan fokus. Dia bertingkah seolah-olah dia sedang menikmati kesendiriannya tanpa ada Dan Oh di sampingnya.
            "yak! Dasar kau!" dumel gadis itu kesal mendapatkan perlakuan yang tidak dia inginkan dari sang pangeran. Secara refleks gadis itu meninju tangan kiri Woon dengan keras karena kekesalannya. Dia cukup kecewa karena lelaki itu menolak memakaikan kalung di lehernya dan malah melemparkannya ke kakinya. Pukulannya cukup keras tetapi lelaki itu tidak bergeming dan memilih menahan nyeri di lengan kirinya.
          
            " Dasar lelaki menyebalkan" dumel Dan Oh kepada Woon yang tidak mempedulikannya dan hanya fokus menikmati makan malamnya.
          

Bình Luận Sách (62)

  • avatar
    Dapin Sragen

    karna belum membacaya

    19d

      0
  • avatar
    FatmonaLisma

    bintang tiga dulu ya Thor nnti selesai baca baru tambah bintangnya gue baca karna ada foto Mamel😅👸

    01/07

      0
  • avatar
    AdiSurya

    bagus

    20/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất