logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

P 200 J Bab 4

Zanna, bersiaplah sayang. Bersahabatlah dengan takdirmu nikmati surga duniamu. Dengan begitu kau tak akan terluka, menikmati semua dengan ikhlas, tanpa rasa terpaksa.
Pandanganku lepas keluar jendela mobil, jalanan sore ini nampak padat, mobil yang Pak Rahman kemudikan beberapa kali melambat dan berhenti. Ingin rasanya waktu berhenti juga dan aku tak harus kembali ke tempat itu lagi. Ah, kenapa rasa itu hadir lagi, rasa enggan.
Zanna, apa yang kau risaukan sayang? Kehormatan? Sejak kapan orang miskin punya kehormatan. Siapa dirimu harus memikirkan kehormatan, yang perlu kau pikirkan bagaimana hari ini bisa makan, keluargamu punya tempat tinggal.
Aku tersenyum getir bahkan diriku sendiri saja seolah telah hilang harapan. Sedikitpun tak kudapati sebuah sinar, yang bisa memberi petunjuk jalan agar lepas dari semua hal ini. Bahkan mimpi indah pun enggan menyapaku. Aku tak memiliki mimpi apapun sekarang.
Kemarin anak terbuang ini masih bermimpi tentang banyak uang dan hidup senang. Tapi, tidak untuk sekarang, semua yang kudapatkan sedikitpun tak membuat hati ini bahagia. Rasanya justru semakin sakit, kala Mama Ella melepasku dengan airmata.
Wanita itu sudah tak setangguh dulu, yang mampu bekerja dari pagi hingga petang, dari buruh cuci setrika, tukang pijat, hingga pekerjaan serabutan lainnya. Usia telah mengikis tenanga yang dimilikinya.
Kedua anaknya juga tak bisa banyak membantunya. Kakakku Ridwan, selepas kecelakaan dua tahun lalu, kondisinya tidak kunjung membaik, aku tak tau kenapa, padahal sudah operasi beberapa kali. Tapi cidera di kepalanya cukup parah katanya.
Sedangkan Kak Mutia, suaminya pergi meninggalkannya begitu saja, dengan sepasang anak kembar yang masih kecil. Miris sekali rasanya, kenapa nasib baik tak maunsekalipun menyapa. Mereka orang baik, mereka memperlakukan diriku seperti keluarga yang sebenarnya, sebagai anak sebagai adik.
Hanya untuk itu, sedikit asa yang tersisa dalam diriku. Memberikan senyuman pada dua keponakanku, teringat betapa senangnya mereka saat kubawakan banyak mainan waktu itu. Baju baru, susu dan banyak makanan. Dadaku sesak sekali, apa yang sekarang aku rasakan, aku tak memahami.
"Neng Zanna, kenapa?" tanya Pak Rahman lagi, mungkin dia mendengar isakku. Aku tak pernah menangis selama ini, aku terima semua yang sudah menjadi takdirku. Tapi entah mengapa setelah malam itu, rasanya lain. Aku tak tau ...
"Nggak papa Pak, masih rindu saja sama keluarga, kan dah berapa bulan nggak ketemu, ketemu cuma sebentar," jawabku.
"Dari dalam hati Bapak, tidak tega rasanya melihat Neng Zanna, tapi kita hanya orang miskin, tidak bersekolah tinggi, tidak tahu mesti gimana lagi," ucap Pak Rahman.
Aku tertawa hambar.
"Ya begitulah Pak, jangankan sekolah, buat makan aja kagak ada, bisa sekolah sampai SMP saja karena sekolahnya gratis."
"Neng yang sabar, Bapak cuma bisa mendoakan, Bapak juga bekerja di sana karena hutang budi dan hutang uang, kalau tidak lebih baik kerja lain, hati tenang," cerita Pak Rahman.
Kami memiliki kisah pedih masing-masing, dan aku anak terbuang ini sedang memulai kisah baru, babak baru dalam hidupku. Tak ada lagi mimpi, semua akan kujalani, mengikuti alur hidup, karena keadaan memaksaku memilih jalan ini.
Tak ada jaminan aku kan baik-baik saja, bila kumemilih lari. Dunia luar tak kalah kejamnya, setidaknya itu yang sering aku dengar. Apalagi dengan kelebihan fisik dan rupa yang aku miliki, bisa jadi bukan menjadi keberuntunganku tapi nasib malangku.
Apa bedanya dengan yang kujalani sekarang, permasalahan orang miskin semua sama, uang. Disini aku lebih mudah mendapatkannya, pelanggan Mami Erna juga bukan orang sembarangan. Paling tidak aku akan melayani pria-pria bersih dari kalangan atas.
Ingatanku kembali pada pria muda itu, ada rasa geli dan sedih mengingatnya. Apa kabar dengannya, apa dia masih mengingatku. Ah, mana mungkin dia mengingatku, dan untuk apa juga mengingat diriku. Aku tersenyum kemudian menertawakan perasaanku sendiri.
Setelah cukup lama, karena jalanan macet sore tadi sampai juga di gerbang neraka. Bukan, bukan pintu surga, karena di sana akan kudapatkan surga duniaku. Mobil masuk ke garasi belakang rumah besar itu.
Aku hanya membawa sebuah koper kecil berisi baju dan segala perlengkapan. Menariknya pelan, berjalan mengekor Pak Rahman yang membawaku ke ruang kerja Mami Erna. Pria bertubuh jangkung itu mengetuk pelan, terdengar suara yang menyuruh kami untuk masuk.
Pak Rahman hanya membukakan pintu untukku kemudian pamit. Aku melangkah pelan, selain Mami Erna ada seorang pria yang duduk di depannya. Matanya memindaiku dari atas kebawah.
"Ini, yang yang Kak Er maksud barang baru, premium ini," ucap pria itu pada Mami Erna, tanpa melepas pandangannya dariku.
"Iya, baru lepas segel minggu kemarin," jawab Mami Erna. "Sana, hubungi relasi kamu yang royal, mumpung masih anget."
"Hahaha, gampanglah itu Kak." Pria itu berdiri dan berjalan ke arahku. Tangannya memegang daguku, matanya liar memindaiku.
"Aku bawa dulu lah semalam," ucap pria itu kemudian kembali duduk. Mami Erna terdiam terlihat memikirkan sesuatu.
"Kalau belum aku nyoba sendiri, mana bisa promo hahahha," ucap pria itu lagi.
"Huh, modus aja kamu kalau ada barang baru," balas Mami Erna. Pria itu terkekeh.
"Malam ini, kamu layani Bara, dia adikku, beruntung lagi kamu dapat laki-laki tampan," ucap Mami Erna padaku. Aku hanya mengangguk pelan.
"Taruk barangmu sana, lalu kesini lagi," suruh Mami Erna padaku. Aku kembali mengangguk dan kemudian beranjak keluar. Sebuah kamar di bangunan belakang menjadi tempat untukku beristirahat selama ini. Sebuah ranjang kecil, lemari dan meja rias serta nakas.
Adik Mami Erna? Ah, bagaiman ini. Aku masih perawan, kalau dia menggauliku dan mendapati diriku masih perawan, apa yang akan terjadi. Yang pasti dia akan puas karena mendapatkan keperawananku, tapi apa ada jaminan dia tak mengatakan hal ini pada Mami Erna. Aku tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya.
Aku berjalan mondar mandir dalam kamar kecil itu, mencari ide untuk mengatasi masalah ini. Pandanganku tertuju pada pembalut di dalam kantong plastik yang tergantung di balik pintu. Kuambil dua buah dan memasukkan kedalam tas. Aku mengaku saja baru dapat haid setelah berhubungan dengan pria itu. Pasti darahnya sama saja bukan.
Sepasang pakaian dalam juga aku masukkan dalam tas, bergegas aku keluar kamar dan kembali ke ruang Mami Erna sebelum dia memarahiku karena lama menunggu.
Pria itu membukakan pintu, saat aku mengetuknya.
"Kak, langsung aku bawa, ya. Besok aku kembalikan," ucap pria itu menoleh ke dalam ruangan.
"Iya, sudah sana. Sehari saja, tak kau kembalikan Kakak suruh Jenny kesana," balas Mami Erni dari dalam ruangan.
Pria itu tertawa terkekeh.
Tangannya langsung menarikku, setelah menutup pintu ruang kerja Mami Erna.
"Tanganmu dingin sekali?" tanyanya padaku.
"I ... iya," jawabku sambil menunduk.
Dia membawaku masuk ke dalam sebuah mobil berwarna hitam. Badanku rasanya dingin sekali, aku takut. Iya, aku benar-benar ketakutan. Detak jantungku berdegup semakin kencang, seiring laju mobil yang terasa dipacu kencang.
"Kenapa? kamu takut?" tanyanya melihatku terdiam. Aku tak menjawabnya.
"Kamu tau, semua gadis Kak Erna, ingin tidur lagi denganku. Kamu beruntung malam ini, aku akan memberimu sebuah malam yang mengesankan," ucap Pria itu, tangannya mengusap pahaku, tanpa mampu kuhindari.
"Aku akan mencarikan pelanggan yang royal, yang bisa memberimu banyak uang. Tenang saja sayang," ucapnya lagi, tangannya naik, membelai pipiku.
"Terima kasih," ucapku.
"Yang penting, malam ini kita bersenang-senang, percayalah kamu tak akan pernah bisa melupakan malam ini."
Pria itu membawaku ke apartemennya, sebuah apartemen dengan dua kamar. Dia langsung menarik ke kamar setelah ku melepas sepatu. Terasa sekali pria ini sudah tak sabar ingin menikmati tubuhku. Aku meletakkan tasku di atas nakas samping ranjang saat tanganya menelusup memelukku dari belakang. Ada penolakan, tubuhku menerima sentuhanya tapi hatiku tidak.
"Hmm, kamu masih malu-malu, aku semakin suka. Wanita yang bermain denganku semua terlalu agresif, kamu berbeda sayang. Jiwa lelakiku semakin tertantang," ucapnya. Bibirnya mengecup tengkukku, membuatku meremang. Tangannya sudah bergerak liar. Badanku bergetar, aku ketakutan.
"Malam ini akan menjadi malam yang berkesan, percalah padaku," ucapnya lagi. Desah nafasnya mulai berat, saat bibir itu menyusuri pipiku. Aku mengigit bibirku kuat, mencoba berdamai dengan hatiku yang terus bergejolak.
Pria itu membalik badanku, hingga kami berhadapan. Dia bisa melihat wajah tegang dan takutku, matanya sedikit menyipit saat melihatku.
"Bukankah kamu sudah pernah melayani pria lain, kenapa tegang, dan ketakutan sekarang?" tanyanya dengan tatapan curiga.
"Maaf, mungkin karena masih baru mulai lagi." Aku menunduk.
"Hahahaha, aku baru menemukan gadis sepertimu. Apa kakakku lupa tak membekali ilmu cara melayani pelanggan?"
"Saya sudah belajar," jawabku.
"Hmm baiklah, aku akan mengajarimu lagi. Profesi kita sama, sama-sama menjual kepuasan, bedanya kamu memuaskan laki-laki sedang aku memuaskan para istri yang haus kasih sayang dan belaian," ucapnya. Apa maksudnya, baru aku akan mencerna ucapnya, pria ini sudah kembali menarikku dalam dekapannya.
Dia menciumku liar, membuatku bergerak tak karuan. Bibir itu kemudian menaut bibirku, dia tak memberi kesempatanku bernafas. Tanganya juga tak tinggal diam, menjelajah bebas. Masih adakah keajaiban bagiku, dia pria normal yang ingin memacu hasrat denganku.
Sepertinya aku harus menyerah, dan kalah. Kisah kelamku sepertinya akan dimulai dari sekarang, membiarkan tubuh ini dijamah liar.
Memulai sebuah cerita pilu, menjadi seorang gadis penghibur, jatuh dari pelukan satu lelaki, ke lelaki lainnya.
Berlahan tubuh ini memenuhi kodratnya, meskipun tak menginginkan tetap saja sentuhan intens nya memetik hasratku juga, aku bisa apa, itu sudah menjadi hal yang lumrah terjadi. Sebagai reaksi dari sebuah cumbuan, sadar atau tidak aku juga mulai tengelam. Menolakpun tak ada guna, dan tak ingin lari juga. Ini jalan yang sudah aku pilih, sekarang, besok atau lusa semua sama saja. Aku akan tetap berada di dunia kelam ini.
Bersambung

Bình Luận Sách (221)

  • avatar
    KhotimahHusnul

    alurnya bagus

    15d

      0
  • avatar
    SariNovi

    bagus ceritanya

    16d

      0
  • avatar
    KadafiMuhammad

    aku senang sekali bisa membaca banyak hal hebat

    26d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất