logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

03 - Alice, August 14

Alice, August 14
Insiden di kafetaria kemarin membuatku cukup dikenal. Aku menyiram Anthony Zedeck dengan jus jeruk, dan Alex Miller menggendongku ke klinik. Mungkin aku siswi baru dan bukan pengejar popularitas. Tapi popularitas yang selalu mengejarku. Aku bisa apa?
Waktu makan siang kali ini, aku merasa semua mata memandang padaku dan mereka menggumam sesuatu pada teman di sampingnya. Aku tak terlalu memikirkan citra negatif, aku berasumsi mereka berkata baik tentangku.
"Hai," seseorang menyapa ketika aku mengambil salad. Dia adalah Alex. Dan segera saja dia telah berada di sampingku. Sungguh, senyumnya yang manis itu bisa membuat siapa pun terpesona.
Aku masih ingat bagaimana kemairn dia menggendong dan menemaniku di klinik sekolah. Perawat mengatakan bahwa kakiku baik-baik saja. Aku tahu bahwa kakiku memang baik-baik saja. Namun Alex bersikeras bahwa aku harus beristirahat di klinik dan dia menemaniku. Kami mengobrol dengan acak, namun kurasa aku lebih banyak membual.
"Hai," balasku. Aku tersenyum lebar, seakan merasa senang melihatnya. Padahal aku tak begitu terkesan.
"Kakimu sudah lebih baik?" tanyanya lembut.
"Ya. Terima kasih untuk kemarin," jawabku. Lalu aku buru-buru meninggalkannya. Jika terlalu lama, bisa saja aku terjebak dalam pesonanya. Sungguh, ucapan Frank tentangnya sudah terpatri di benakku.
Tempat dudukku sudah aku patenkan bersama the skater boys, tapi aku ingin menjelajahi peta kafetaria ini. Setelah sebelumnya aku menguji temperamen Anthony, kali ini aku ingin menarik perhatian sekelompok siswi yang dianggap pada kasta popularitas tertinggi.
"Hai, kau!" kudengar seseorang memanggil. Aku tak yakin apakah suara itu memanggilku, tapi panggilan itu yang aku tunggu. Aku celingukan pura-pura kebingungan. The Butterflies mengenakan seragam cheers di meja mereka dan salah satunya memanggilku.
"Aku?" tanyaku pura-pura bodoh. Ya, pura-pura bodoh.
"Iya, kau," jawab Britney Greaves. Senyumnya begitu mengintimidasi, namun sekaligus manis sekali. "Duduklah di sini!"
Duduk bersama The Butterflies di pekan pertama bersekolah pasti mimpi tiap gadis yang ingin menjadi populer di Clementine. Jadi kuputuskan untuk duduk di sana meskipun aku tahu aku sudah cukup populer di hari pertamaku.
"Kau cantik sekali," kata Britney. Dia memandangiku dengan saksama. Aku merasakan sedikit ketidaktulusan pada perkataannya. Suaranya begitu lembut namun terdengar tegas. Sangat pantas jika dia dianggap seorang queen di sini.
"Terima kasih. Banyak yang berkata seperti itu," kataku dengan tenang. Aku menyuap sedikit saladku. Sepersekian detik aku bisa menangkap pandangan getir Britney terhadapku. Namun dia segera tersenyum.
"Kau punya aksen yang berbeda, apa kau siswa internasional?" tanya Britney lagi.
Aku menggeleng. "Aku native Glassvale."
"Lalu mengapa aksenmu berbeda? Kau dari kota mana?" tanya Hailie. Mata gadis ini mengamatiku seakan tak berkedip, dan mengapa hal itu membuatku merinding? Rasanya seperti mendengar suara roh dalam film horor.
Aku menelan makananku sebelum menjawabnya. "Aku benar-benar asli dari Neplines. Hanya saja aku tumbuh di New York."
"Wow, meninggalkan New York demi Neplines terdengar sangat tidak masuk akal untukku," kata Lola tampak kagum ketika menyebutkan New York. Matanya berbinar hanya dengan mendengar nama kota itu.
Britney memandang jam tangan Cartier di tangan kiriku. Matanya terbelalak. "Dari mana kau mendapatkan jam tangan itu? Bukankah itu masih pre-order?" tanyanya, tetapi aku merasa dia sedang berusaha untuk tenang.
Tangannya meraih tanganku agar bisa memandang lebih jelas pada jam yang sedang aku kenakan. Setelah yakin dengan apa yang dilihat, dia melepas kembalo tanganku.
Aku melihat jamku. Tak terlalu kuingat bagaimana perjalanan jam tangan itu hingga mencapai pergelanganku. "Aku tak yakin. Sepertinya Cyrille memberikannya langsung pada Ibuku."
"Siapa Cyrille ?" tanya Lola. Dia tampak tak tahu sama sekali.
Aku memandang mata mereka bertiga tak percaya. Mereka bisa mengenali Cartier, namun tidak tahu siapa Cyrille . "CEO Cartier," jawabku pendek, berusaha untuk terdengar biasa saja ketika mengatakan hal itu.
Mata mereka bertiga terbelalak. "Ibumu berteman dengan CEO Cartier?" tanya Britney tak percaya, nyaris kehilangan wibawanya sebagai seorang queen.
Aku mengedikkan bahuku. "Aku tak tahu. Tapi Ibuku mendapatkan jam ini begitu saja."
Britney tersenyum manis. "Aku terlalu sibuk memperhatikan jam tanganmu. Apa kau tadi sudah menyebutkan namamu?"
Kupikir mereka telah mengenalku. Ternyata aku belum sepopuler itu. "Aku Alice," kataku, "Dan kalian adalah Britney, Lola, dan Hailie."
Britney tersenyum senang. "Ya, semua orang tahu kami. By the way, kemarin kau menumpahkan jus jeruk pada Anthony, bukan?"
"Aku tak sengaja. Aku terpeleset," balasku. Aku mulai tak tertarik dengan percakapan mereka yang aku asumsikan akan membosankan.
"Lalu Alex Miller menggendongmu ke klinik," kata Lola lirih. Mungkinkah dia sedang menyesali takdirnya yang tak pernah merasakan betapa hangatnya lengan Alex?
"Aku tak memintanya, tapi Alex begitu saja menggendongku," balasku bangga sambil menyuap lagi saladku.
"Kau luar biasa. Jika itu terjadi pada siswa lain, mungkin karirnya di Clementine tidak akan panjang," kata Hailie mantap. Gadis ini tampak lebih tegas dari dua temannya. Ekspresi wajahnya pun lebih banyak datar dan sinar matanya seakan mengevaluasi siapa pun yang menjadi lawan bicara.
Aku mengerutkan dahiku. "Mengapa begitu? Aku tak melakukan apapun, bukan?"
Britney tersenyum. "Kau berurusan dengan Anthony Zedeck. Jika dia menyebutkan sebuah nama untuk dikeluarkan dari Clementine, maka murid itu akan dikeluarkan."
Aku tak menyangka ada fakta seperti itu. Anthony Zedeck, si siswa tampan bukan main dengan pandangan yang dingin ternyata sepengecut itu. "Bukankah itu akan mencederai reputasi Clementine?"
Britney tersenyum lagi. "Yang kita bicarakan adalah Anthony Zedeck, sayang. Dia adalah putra pemilik sekolah ini."
"Apakah sudah pernah terjadi seorang siswa keluar dari sekolah ini gara-gara dia?" tanyaku, kali ini aku benar-benar penasaran.
"Sudah ada beberapa," kata Lola santai, "itu membuat Britney menyerah dan ketakutan untuk terus mengejar Anthony."
"Berhenti membahas itu, Lola!" bentak Britney tak suka. Apa dia merasa tersinggung karena rahasianya sedikit terbongkar? Terlebih untuk siswi baru sepertiku.
"Kita lihat saja nanti," kataku sambil tersenyum senang. "Sepertinya ada permainan menantang di sekolah ini."
"Kau berhati-hatilah jika ingin berurusan dengan dia!" kata Hailie.
Britney tersenyum lebar. "Aku suka kamu! Duduklah di sini mulai sekarang!"
Aku menghela napas. "Kita lihat besok, sekarang aku akan kembali ke mejaku dulu." Aku bangkit dan membawa nampanku untuk duduk bersama dengan Frank dan yang lainnya.

"Baiklah, sampai jumpa besok!" kata Britney sambil tersenyum manis.
***

Bình Luận Sách (26)

  • avatar
    DiasParta

    bagus

    02/08

      0
  • avatar
    PutraReblors

    lumayan bagus

    16/07

      0
  • avatar
    RamadhanRiski

    bagus

    07/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất