logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

6

***
Dengan membawa sekantung darah rusa, Jiyong menggandeng tangan Taera untuk mengantarnya kembali pulang. Namun, langkah keduanya terhenti saat di sana terlihat dua orang paruh baya yang sedang menunggu Taera di depan rumahnya.
Taera dan Jiyong saling bertatapan.
“Kedua orang tua angkatku,” kata Taera dengan cemas. “Aku harus bagaimana, Jiyong?”
Jiyong membungkukkan sedikit tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada Taera,”Tenang. Kau harus tenang. Kau bisa mengatasi ini. Aku akan berada di kamarmu, oke?”
Dengan tatapan cemas, Taera mengangguk.
“Kau pasti bisa, Taera,” kata Jiyong. “Pergi.”
Taera berjalan menuju pekarangan rumahnya yang sudah kedatangan dua orang spesial dalam hidupnya. Ia merapikan rambut dan bajunya yang sedikit berantakan. Ia juga berusaha menarik napasnya dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.
Dari kejauhan, ia disambut senyuman dan rentangan tangan. Taera menyambut pelukan kedua orang tuanya dengan hangat.
“Apa kabarmu, sayang? Ku dengar kau tidak masuk kerja selama dua hari. Ku pikir kau sakit serius,” kata sang ibu pada Taera.
“Aku baik-baik saja, Ma,” jawab Taera sambil melepaskan pelukannya dan membuka kunci rumahnya.
“Sepertinya dia memang butuh waktu untuk menikmati harinya,” kata sang ayah.
Taera tertawa. Namun, tawanya berubah jadi rasa cemas saat ia mengingat di dalam kulkasnya ada kantung darah yang Jiyong berikan tadi.
“Pa, sepertinya aku akan izin untuk mengajukan cuti sementara waktu. Karena, aku merasa lelah dan ingin sedikit bersantai. Boleh?” kata Taera pada sang ayah yang langsung diberi jawaban.
“Tentu. Kantor itu akan jadi milikmu kelak. Jika kau butuh waktu untuk beristirahat, then take your time, sweetheart.”
“Kau sudah kami anggap seperti anak kami sendiri dan satu-satunya, Taera. Kehadiranmu sudah memberi warna bagi hidup kami yang selama ini sepi. Jadi, jangan sungkan jika ada apa-apa, ya?”
“I love you, Ma, Pa.”
Taera terenyuh dengan ucapan kedua orang tuanya. Memang, sejak hari pertama ia diadopsi, ia selalu dihujani dengan kasih sayang dari keduanya. Apapun ia minta dan butuhkan, selalu mereka sediakan. Taera tidak kekurangan kasih sayang meski ini bukan kedua orang tua kandungnya.
Taera sangat beruntung bisa bertemu dengan mereka dan menjadi anak mereka.
“Taera, apa kau sudah berencana akan menikah?” tanya sang ibu secara tiba-tiba.
Dengan kikuk, Taera berusaha menjawab seadanya,”Nanti ya, Ma.”
“Mama ingin sekali punya cucu, Taera,” lanjutnya.
“Iya, nanti ya, Ma.”
“Kau sudah punya pacar, Taera?”
Taera menggeleng,”Belum. Aku tidak punya pacar, Pa.”
“Jangan berbohong,” ledek sang ibu.
“Aku benar-benar tidak memiliki pacar, Ma.”
“Tapi, sepertinya di lantai itu gelang milik laki-laki yang terjatuh ya, Ma,” goda sang ayah.
Taera kaget dan langsung menoleh ke arah yang dilihat sang ayah,”Gelang?”
Benar saja, ada sebuah gelang hitam yang terjatuh di lantai. Taera langsung mengalihkan pandangannya ke arah tangga yang menuju tangannya.
Ah, itu pasti Jiyong. Gumamnya.
“Jika memang sudah ada pacar, kenalkan ke kami ya, sayang,” ucap sang ibu sambil mengelus pucuk kepalanya. “Siapapun pilihanmu, kami akan merestui. Asal kau bahagia.”
Air mata Taera mengembang dengan ucapan demi ucapan yang ia dengarkan. Ia selalu merasa sedih saat ia melihat kedua orang tua angkatnya sedang menunjukkan seberapa besar kasih sayang mereka pada Taera.
“Jangan nangis, sayang,” sang ibu mengusap air mata Taera yang mulai membasahi pipi sang anak.
“Taera pasti akan membahagiakan Mama dan Papa nanti. Taera janji akan memberikan apa yang Mama dan Papa inginkan,” ucap Taera dengan suara yang parau.
Ayah dan ibunya langsung memeluk anak perempuan satu-satunya mereka itu. Dan, tangis Taera pun pecah. Begitu pun kedua orang tuanya. Mereka merasa terharu dengan kasih sayang Taera yang begitu tulus pada mereka. Tak pernah mereka bayangkan bahwa Taera akan menjadi anak semanis ini. Dulu, mereka pikir, mengadopsi Taera akan terasa sama saja rasanya dengan membiarkan orang asing masuk ke dalam hidup mereka.
Nyatanya, lambat laun, kehadiran Taera benar-benar menjadi sebuah kebahagiaan untuk keduanya. Taera tidak pernah berkata tidak pada mereka. Ia selalu berusaha mewujudkan apapun keinginan mereka. Dan, Taera melakukannya dengan senyum manis di wajahnya.
Kini, orang asing itu telah berubah jadi satu-satunya alasan mereka untuk bahagia. Menjadikan Taera seorang anak perempuan yang paling berharga.
Pukul 20.00, kedua orang tuanya pamit untuk pulang. Taera mengantar mereka hingga mobil. Ia menyandarkan tubuhnya ke mobil kedua orang tuanya. Seakan enggan berpisah dengan mereka.
“I love you. You know that, Ma?” kata Taera dengan manis.
“Of curse.”
Taera membukakan pintu untuk sang ibu sambil mengucap selamat tinggal pada sang ayah.
“Bye, Pa. Hati-hati di jalan. Langsung hubungi aku saat di rumah,” pesan Taera pada kedua orang tuanya.
“Bye, Taera. Hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa, hubungi Mama dan Papa.”
Taera mengangguk. Tak lama, mobil milik kedua orang tuanya pun mulai menjauh darinya. Taera masih terus memandangi mobil mereka, hingga bayang mobil mereka pun hilang di kegelapan malam.
Dengan senyum yang masih tersisa di wajahnya, Taera pun masuk ke rumah dengan perasaan bahagia. Ia berjalan menuju ke arah Jiyong yang sedang mengamati gelang yang terjatuh di lantai itu.
“Sepertinya gelangmu terjatuh,” kata Taera.
Tidak ingin membuat perempuan ini khawatir, Jiyong pun berbohong.
“Iya, sepertinya begitu,” jawabnya.
Jiyong sadar, ini bukan miliknya. Dan, ia kembali mencium bau serigala di sekitar rumah Taera, terutama di kamarnya. Jiyong semakin mengkhawatirkan keselamatan Taera. Ia mengantongi gelang itu dan berjalan ke arah Taera yang masih tersenyum kepadanya.
“Keliatannya kau sebahagia itu,” goda Jiyong pada Taera.
Yang digoda malah makin mengembangkan senyumnya. Tersipu malu. Pipi Taera memerah. Jiyong pun ikut tersenyum padanya.
Untuk sesaat, Jiyong memutuskan untuk menyimpan rapat-rapat apa yang ia khawatirkan. Saat ini, ia hanya ingin terus melihat senyumnya. Sejak pertama bertemu, ini merupakan senyuman termanis Taera yang ia lihat sejauh ini.
Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hatinya saat ia tahu identitasnya yang sebenarnya. Jika, Jiyong memberitahu kekhawatirannya saat ini, ia takut itu akan malah memperburuk keadaan Taera.
Jadi, cukup. Malam ini, ia hanya ingin melihat senyum dari perempuan itu. Urusan serigala, akan menjadi bagiannya nanti.
-
Waktu sudah menunjukkan pukul 00.00. Taera memberanikan diri untuk mencicipi darah hewan seperti yang Jiyong anjurkan. Dengan ragu-ragu, ia mencoba untuk mencicipinya perlahan. Dari yang awalnya ragu, setelah ia merasakannya, rasa ragu itu pun menghilang.
Aneh tapi nyata.
Darah segar itu terasa enak di mulutnya. Ia menoleh ke arah Jiyong dengan tatapan bingung.
“That’s your food, now,” kata Jiyong.
“Apa ‘kah itu berarti aku tidak bisa memakan makanan manusia lagi?”
Jiyong terkekeh kecil sambil menyingkirkan gelas yang ada di hadapannya. Ia berdiri tepat di depan Taera yang sedang duduk di meja dapur. Kedua tangannya menyentuh meja tempat Taera duduk, sehingga ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan Taera.
“Makanan manusia tidak akan bisa memenuhi rasa laparmu, baby girl,” katanya.
Mendengar kata ‘baby girl’ yang diucapkan Jiyong barusan terdengar manis di telinganya. Pasalnya, ini pertama kali ia mendengar panggilan itu dari seorang laki-laki dan dengan jarak sedekat ini.
Taera tersenyum malu.
Sedangkan Jiyong, masih terus menatapnya dengan jarak sedekat ini. Laki-laki itu menatap Taera tepat di manik matanya. Di detik itu juga, Taera baru menyadari bahwa Jiyong memiliki warna bola mata yang indah.
Taera mengayunkan jari telunjuknya, berusaha menyentuh bagian mata Jiyong. Jiyong spontan langsung menutup matanya. Baru jari telunjuknya ingin menyentuh wajah Jiyong, sang pemilik wajah langsung membuka matanya tepat saat suara lolongan serigala mulai terdengar. Tatapannya berubah jadi tidak menyenangkan. Warna bola matanya yang kecokelatan langsung berubah jadi warna keemasan di salah satu bola matanya. Dan, ia langsung menarik dirinya menjauh dari Taera dan bersiap untuk pergi.
Taera menyadari ada sesuatu yang tidak beres terjadi.
“Jiyong, ada apa?” tanya Taera sambil menahan langkah Jiyong.
Jiyong menatap Taera dengan tatapan sendu dan rasa bersalah. Ia menghela napasnya panjang.
“Maaf ‘kan aku, Taera. Ini semua salahku.”
“Hah?”

Bình Luận Sách (45)

  • avatar
    Sadboykasman

    Keren Cerita nya

    21/07

      0
  • avatar
    iyeIrsan

    bagus

    19/07

      0
  • avatar
    Rasya Anugrah

    gembel

    16/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất