logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

4

***
Pagi sudah menyongsong, Taera masih tidak bisa menemukan kehadiran Jiyong. Ia di sini, duduk di sini, di pinggir jendela dan menunggu laki-laki itu. Hingga waktu menunjukkan pukul 09.00, Jiyong tidak juga datang.
Apa ‘kah sesuatu yang buruk terjadi padanya? Batinnya.
Merasa lapar, ia pun turun ke dapur rumahnya. Membuka lemari makanannya dan memilah makanan apa yang akan ia makan. Sayangnya, semua makanan ini seolah tidak menarik lagi baginya.
Ia mendengus pelan. Tak lama, ponselnya berdering.
Tertera nama sang ayah di sana.
“Iya, Pa?”
“Kau belum datang ke kantor?”
“Belum, Pa. Sepertinya hari ini aku tidak bisa masuk ke kantor.”
“Kenapa?”
“Aku sedang tidak enak badan.”
“Harus ‘kah aku mengunjungimu sekarang? Kau sakit apa?”
Taera terkekeh kecil,”Aku tidak apa-apa. Aku hanya kelelahan karena pesta semalam.”
“Ah, baiklah. Kau istirahat saja sampai sembuh, oke?”
“Iya, Pa.”
“Kabari aku jika ada apa-apa.”
Klik.
Panggilan terputus.
Sejujurnya, Taera berbohong. Ia tidak sedang sakit. Hanya saja, ia masih belum berani berinteraksi dengan orang luar. Ia masih takut. Dan, ia masih akan menunggu Jiyong yang akan kembali.
Ia berjanji untuk menemaninya melewati ini.
Dengan rasa tidak bergairah, akhirnya Taera memilih untuk menyantap makanan instan yang ada di rumahnya saat ini. Ia menyalakan kompor, dan mulai memasaknya. Aroma enak dari makanan yang ia masak hari ini sama sekali tidak menggodanya.
Ia pun mulai menghabiskan sebungkus mie instan miliknya. Dan, anehnya, rasa laparnya tidak juga hilang. Ia masih saja merasakan lapar. Ia mencoba untuk memasak lagi sebungkus mie instan dengan ukuran besar. Dan, hasilnya tetap sama. Rasa laparnya tidak juga hilang.
Ia pun hampir putus asa.
Ia kembali duduk di pinggir jendela kamarnya. Menatap ke arah luar rumahnya. Berharap laki-laki itu akan muncul dengan tiba-tiba.
Tapi, hingga 3 hari kemudian, Jiyong tidak juga muncul.
-
Jiyong terbangun dari tidurnya. Menyadari di mana keberadaannya, ia pun terkejut dan panik. Ia di rumahnya sendiri. Ia langsung bangun dan berniat keluar dari rumahnya. Namun, sang ayah mengcegahnya. Ia mematung saat melihat sang ayah bersama Choi yang sedang berdiri di depannya saat ini.
Sepertinya ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Darah rusa?” kata sang ayah sambil menunjukkan botol miliknya.
Jiyong diam.
Lupin, sang ayah, berjalan mendekati Jiyong dan menyentuh tangannya yang luka. Ia menatap Jiyong dengan tatapan tajamnya.
“Tanganmu terluka cukup parah dan beracun. Kau mengumpulkan darah rusa. Dan, ada bau vampire di bajumu,” Lupin menggantungkan ucapannya sambil berjalan mengitari Jiyong. “Kau bertemu dengan siapa, Jiyong?”
“Aku hanya membantunya,” kata Jiyong dengan terbata-bata.
“Vampire?”
Jiyong menggeleng,”Manusia setengah vampire.”
Kedua mata Lupin langsung terbelalak mendengar jawaban sang anak,”Sudah ratusan tahun aku tidak pernah mendengar ada manusia setengah vampire yang lahir. Kini, kau menemukan manusia setengan vampire itu dan kau memilih untuk menyelamatkannya? Kau gila? Dia bisa membunuhmu. Dan, membunuh kita semua, Jiyong!”
“Dia hanya manusia setengan vampire yang tidak tahu apa-apa, Ayah. Dia bahkan tidak mengetahui identitasnya sebelum aku memberitahunya.”
“Persetan dengan apapun cerita klise yang ia punya. Aku tidak mengizinkanmu berhubungan dengan vampire mana pun!”
Lupin kini berdiri tepat di hadapan Jiyong. Ia mengamati dalam-dalam anak laki-lakinya saat ini dengan rasa was-was dan khawatir. Ia khawatir bahwa Jiyong akan terluka dan terlibat dalam bahaya.
“Kau tahu seberapa bahayanya vampire untuk kita ‘kan, Jiyong?”
“T-tapi, dia hanya manusia setengah vampire yang tidak berbahaya, Ayah.”
“Tidak berbahaya?” tanya Lupin sambil menunjuk ke arah luka Jiyong. “Kau yakin luka ini tidak berbahaya?”
Jiyong tertegun.
“Seekor serigala yang tergigit vampire memang akan terluka. Tapi, luka itu tidak akan membekas seperti luka milikmu, Jiyong. Kau pingsan selama dua hari karena luka itu. Dan, kau hampir saja kehilangan nyawamu jika saja Choi menemukanmu terlambat hari itu,” jelas Lupin.
“Ayah, dia tidak bermaksud menyakitiku.”
“Lalu, ini apa?”
“Ini hanya kecelakaan kecil. Aku –“
“Aku tidak ingin mendengarmu membantu makhluk itu lagi, Jiyong,” tegas Lupin. “Ingatlah ibumu sebelum kau bertindak lebih jauh.”
“Kau lupa apa yang dilakukan para vampire terkutuk itu pada ibumu?” lanjut Lupin. “Apa yang akan dikatakan ibumu jika ia tahu, kini anaknya menyelamatkan vampire?”
Jiyong diam. Tangannya mengepal. Emosinya mulai memuncak. Namun, ia hanya diam dan tidak membalas sepatah kata pun yang diucapkan Lupin.
Lupin membuang botol darah rusa yang telah ia kumpulkan tepat di hadapannya. Ia langsung mengambil botol itu dan berlari ke luar rumah melalui jendela kamarnya. Lupin yang mengetahui kepergian sang anak langsung meminta Choi untuk mengikuti Jiyong secara diam-diam.
-
Sudah dua hari. Selama dua hari ini juga Taera meraung kesakitan menahan rasa hausnya. Ia bahkan mengikat dirinya sendiri. Takut jika ia akan berbuat hal yang tidak diinginkannya. Sebelah matanya sudah memerah. Kuku panjangnya terlihat. Ia memegang erat kaki kasurnya untuk menahan rasa hausnya dengan sekuat tenaga.
Ia menangis kesakitan.
Teriakannya menggema di seluruh sudut rumah. Tangisnya pecah. Rasa hausnya kian membuncah.
Jiyong datang di saat yang tepat. Setelah ia mendengar raungan Taera yang begitu kuat, ia langsung menerobos masuk ke rumah besar itu dan menemukan Taera yang sudah hampir berubah menjadi makhluk mengerikan di sana.
Taera menoleh ke arah Jiyong dengan rasa lapar yang menyelimutinya. Ia melihat Jiyong layaknya makanan siap santap yang akan memuaskan rasa dahaganya.
“Easy, Taera. Ini aku. Aku datang membawakanmu ini,” kata Jiyong sambil menunjukkan botol darah rusa yang ia bawa.
Dengan perlahan, ia berjalan mendekati Taera yang sudah menatapnya dengan tajam dan siap menerkam. Taera menyeringai saat Jiyong hampir mendekatinya.
Jiyong membuka tutup botol itu dan berusaha meminumkannya ke mulut Taera. Namun, dibanding darah rusa itu, Taera lebih tertarik dengan Jiyong. Giginya yang bertaring berusaha untuk menggigit tangan Jiyong yang ada di dekatnya. Namun, dengan cepat, Jiyong langsung menahan mulut Taera dan mulai menuangkan darah rusa itu ke dalamnya.
Perlahan tapi pasti, Taera yang sedang meminum darah rusa itu mulai berubah ke wujudnya semula. Kuku tajam dan taringnya mulai menghilang. Matanya yang memerah pun mulai berubah. Taera menghabiskan sebotol darah rusa yang diberikan Jiyong dengan tenang.
“Good girl,” kata Jiyong sambil mengusap kepala Taera.
Setelah botol darah rusa itu kosong, Taera kembali menatap Jiyong dengan tatapan sendunya. Jiyong tersenyum sambil melepaskan ikatan tali di tubuh Taera.
“Maaf, aku datang terlambat,” kata Jiyong dengan lembut.
Air mata di pelupuk Taera menggenang,”Aku pikir kau tidak akan kembali.”
Jiyong terkekeh,”Aku pasti akan menepati janjiku, Taera.”
Setelah ikatan itu terlepas, Taera langsung menjatuhkan dirinya tepat di hadapan Jiyong yang sudah bersiap menangkapnya.
“Taera, kau tidak apa?”
“Aku lelah. Sudah dua hari aku tidak tertidur,” kata Taera dengan lirih.
“Tidurlah. Aku akan menjagamu.” Inilah kata-kata terakhir Jiyong yang didengar Taera sebelum akhirnya ia menutup kedua matanya dan terlelap dalam tidurnya.
Jiyong menggendong tubuh perempuan itu ke atas tempat tidurnya. Menyelimuti tubuhnya. Dan, mengusap kepalanya.
“Kau tidak akan melewati malam dengan rasa lapar lagi, Taera. Aku janji.”

Bình Luận Sách (45)

  • avatar
    Sadboykasman

    Keren Cerita nya

    21/07

      0
  • avatar
    iyeIrsan

    bagus

    19/07

      0
  • avatar
    Rasya Anugrah

    gembel

    16/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất