logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 3 Ingin Privasi

"Jeng jeng. Hehehehe. Kami kembali.”
"Hai guys."
Suasana riuh pun tidak dapat dihindari saat kedatangan mereka. Aku hanya bisa tersenyum tidak enak setiap kali mereka datang. Ya, mereka pengganggu kecilku. Sudah ku katakan bahwa aku mempunyai beberapa sahabat yang sudah kuanggap sebagai keluargaku. Merekalah teman-teman yang paling aku percaya. Aku tidak bisa berkata-kata lagi jika salah satu dari mereka mengkhianatiku, pasalnya hanya mereka dan keluargaku yang aku punya saat ini.
Sahabatku berjumlah lima orang, mereka adalah Ilda, Sinta, Anggi, Deri, dan Banyu. Kelima orang gila ini siap mengganggu dan mengacaukan kencan kami berdua kapan saja dan di mana saja. Tidak ada hari yang tenang untuk kami. Entah bagaimana mereka selalu saja tahu. Meskipun begitu, aku tidak pernah bisa marah. Sekesal apapun aku, mereka tetap bisa mencairkan hatiku.
Sejujurnya Valdi tidak terlalu menyukai mereka. Valdi bilang tatapan Banyu dan Deri terlihat sangat jelas tidak menyukainya dan mereka hanya berpura-pura menerima hubungan kami di hadapanku.
Ya, memang kuakui Banyu dan Deri melarang dengan tegas hubungan yang baru lima bulan ku jalani ini. Mereka menentang seperti orang tuaku. Tetapi, bukankah aku punya pilihan bagaimana caraku untuk bahagia? Dengan siapa aku memulai hubungan? Setidaknya, aku tidak akan menyesal karena tidak mencoba.
Mungkin, ada yang berpikir jika Banyu atau Deri itu punya sesuatu yang spesial denganku. Akan tetapi, nyatanya kami memang hanya berteman. Tidak akan ada yang berubah hingga nanti.
Mengenai Valdi, aku pun tidak tahu mengapa mereka tidak menyukai Valdi. Padahal, Valdi selalu baik pada mereka. Setiap kali aku pergi menemui Valdi, mereka pasti akan ikut bahkan bergabung dengan kami. Sejujurnya, hal ini yang sering membuat aku dan Valdi bertengkar.
Sahabat-sahabat ku memang terkadang keterlaluan. Aku pun sering marah kepada mereka dan aku juga luluh kembali. Mereka terus membuatku berpikir negative mengenai Valdi.
"Put, katanya hari ini mau nemenin aku nginap di rumah,” sela Sinta.
"Iya, tapikan ini masih siang. Aku masih punya beberapa jam lagi dong," jawabku agak kesal.
Sudah beberapa kali kencanku gagal seperti ini. Ekspresi Valdi juga sudah tidak enak dipandang. Sepertinya, aku akan perang lagi malam ini dengan Valdi.
Ya Tuhan, aku tidak sanggup jika disuruh memilih antara pacar dan sahabatku.
"Woi, kalau malam gua sama Deri gak bisa ke rumah Sinta lagi lah. Apa kata tetangga Sinta nanti, lagian gue sama Deri mau kerja," timpal Banyu.
"Sejak kapan kamu perduli dengan pendapat orang Bay,” balasku.
Aku tahu mereka tidak suka dengan hubunganku, tetapi apa harus sampai seperti ini? Apa harus sampai sejauh ini? Sampai kapan mereka akan bertindak begini dengan selalu menghalang-halangi aku dan Valdi untuk menikmati waktu berdua.
"Kan bisa sore baru ke rumah Sinta, nanti aku yang antar Putri,” ucap Valdi. Wajahnya terlihat muram. Dia tidak pernah senyum sejak kedatangan mereka.
"Ya elah, ikut aja sih kalau gitu. Jadi, sekalian kita ngumpul bertujuh, kan seru kalo ramean daripada berdua nanti yang ketiga setan loh,” ucap Ilda.
Sepertinya semua sahabatku tidak ada yang setuju jika aku bersama dengan Valdi. Apa tidak ada orang yang memihakku di dunia ini?
Sepertinya, kali ini aku harus menanyakan kenapa mereka tidak menyukai Valdi. Aku juga harus lebih tegas kepada mereka. Tidak mungkin aku harus melalui hal seperti ini setiap hari.
"Enggak! Kalian aja kalau gitu aku pergi dulu. See you sayang," ucap Valdi kemudian berlalu pergi meninggalkanku. Dia terlihat buru-buru, dia bahkan tidak menatapku atau menunggu aku membalas perkataannya.
"Loh, sayang mau kemana? Sayang, sayang...” Valdi tidak menghiraukan panggilanku. Dia dengan langkahnya tanpa ragu terus maju.
Aku menatap mereka dengan tatapan tajam, tetapi mereka hanya pura-pura tidak tahu dan dengan santai beranggapan seolah tidak terjadi apapun. Kenapa mereka sampai seperti ini? Ini bukan yang pertama kalinya mereka membuatku dan Valdi bertengkar.
“Kalian kenapa sih?” tanyaku kesal.
“Kita gak apa-apa. Cuma mau ngajakin lo aja,” jawab Deri.
“Kalian ganggu tahu gak! Kenapa setiap aku jalan sama Valdi kalian terus aja ngintilin dan berakhir begini. Aku tahu kalian itu sahabat aku. Tapi, bukannya sahabat itu harusnya ngedukung, ya? Aku tu gak bisa milih diantara kalian atau Valdi. Bisa gak sih kalian membiarkan hubunganku dengan Valdi? Biar aku saja yang menjalaninya, aku juga ingin bahagia. Aku ingin punya privasi," ucapku mengeluh.
“Kenapa sih? Lagi PMS, ya?” Sinta menyerngitkan dahi.
Seperti biasa, mereka tidak menghiraukan kata-kataku meskipun aku sedang marah.
“Sumpah aku gak habis pikir dengan kalian. Kalian maunya apa sih? Gak bisa gitu lihat aku bahagia dikit aja?” Aku semakin kesal karena respon mereka yang sangat santai.
“Kan besok lo bisa ketemuan lagi. Kita gak bakal bisa gangguin, gue sibuk begitu juga yang lain. Kita gak terus ada mengitari hubungan kalian, kok. Ada waktunya juga kita sibuk dengan urusan masing-masing. Lo juga tahu sesulit apa kita buat nyocokin waktu biar bisa kumpul semua dan ketika udah ketemu waktu yang pas ya kita pengennya ngumpul agak lama. Makanya, kita nyusul ke sini buat ngajakin lo. Lagian Valdi kan bisa ikut aja lagi sekalian kita semua bisa lebih mengenal dia,” jelas Banyu.
“Udahlah guys, jangan berantem lagi. Malu, lihat kita jadi tontonan orang-orang nih. Udah ya Put, udah. Yuk, kita ke rumah Sinta aja,” ucap Ilda menenangkan. Dia segera membawaku keluar lalu tidak lama setelahnya yang lain juga ikut keluar.
“Kenapa sih pada gak suka sama Valdi? Emang Valdi pernah buat salah sama mereka,” ucapku kesal.
“Mereka mungkin punya alasan tersendiri, Put,” balas Ilda.
Kami sudah keluar caffe dan menunggu yang lainnya.
“Seingat gue tadi lo juga gak ngedukung gue dan tambah menyudutkan hubungan gue dan Valdi,” ucapku. Aku menatap Ilda dengan sinis.
“Ya, gue juga punya alasan.”
“Apa? Kasi tahu gue alasan lo.”
Ilda terdiam, dia terlihat gugup.
“Jawab Da,” ucapku.
Di saat yang bersamaan sahabatku juga keluar dari caffe sehingga aku kehilangan kesempatan untuk menanyakannya pada Ilda. Aku semakin penasaran, apalagi tadi Ilda sempat menggumamkan sesuatu yang tidak jelas ku dengar.
“Loh, Anggi ke mana?” tanya Banyu setelah memperhatikan bahwa tidak ada Anggi diantara kami.
“Bukannya tadi sama-sama kita?” tanya Sinta sambil mencari-cari.
“Sorry guys tadi gue kebelet.” Anggi datang dari arah parkir mobil.
“Kebelet? Di sana ada toilet?” tanya Ilda. Aneh jika di parkiran ada toilet yang seharusnya berada di caffe.
“Gue muter tadi. Udah ah, ayo ke rumah Sinta!” ajaknya. Dia lebih bersemangat dari yang lain.
Bersambung...

Bình Luận Sách (176)

  • avatar
    Wulann1Lintang

    sip

    30/07

      0
  • avatar
    ZaidiAinaa

    BESTTTTTT!!!

    11/07

      0
  • avatar
    NyllNyl

    konyol

    10/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất