logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

ILYMC2 A SECRET

Ceklek
Suara pintu terbuka dari luar. Tampak sebuah kepala menyembul dari luar kamar yang sedikit terbuka.
"Yan, ayo turun dulu, kita makan. Papa dan bang Galvin sudah menunggu di meja makan," kata Murni, Ibu Ardian.
Ardian yang sedang berbaring terlentang diatas tempat tidur dengan tangan yang dilipat dibawah kepala, melihat kearah Ibunya.
"Ian masih kenyang, ma. Tadi sore udah makan bakso bareng Lily."
"Tumben. Biasanya meskipun udah makan bakso, kamu tidak pernah melewatkan makan malam. Apa kau sakit?" tanya Murni heran.
Murni membuka pintu kamar Ardian lebar dan berjalan mendekati Ardian. Disentuhnya kening Ardian, tapi tidak terasa panas.
"I'm okay mam," kata Ardian dengan wajah yang tampak lesu.
"Are you sure son? Kamu bisa bicara sama mama kalau kau ada masalah," Ucap Murni lembut sambil tangannya mengelus rambut Ardian.
Ardian terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata, "Mam, emang Ian gendut banget ya? Ian juga jelek banget ya? Sampai-sampai tidak ada yang mau berteman dengan Ian," tanya Ardian dengan mimik yang sangat sedih.
Murni menghembuskan nafasnya pelan. Dalam hati kecilnya ia merasa bersalah. Karena rasa sayangnya yang begitu besar pada anak bungsunya itu, ia selalu menuruti semua keinginan Ardian. Memberikan makanan apapun yang Ardian inginkan. Hingga akhirnya tubuh Ardian jadi tumbuh gemuk tak terkendali.
"Siapa bilang Ian tidak punya teman? Lily kan teman Ian," ucap Murni berusaha menghibur putranya.
"Cuma Lily teman Ian. Cuma Lily yang baik sama Ian. Tapi kan Ian juga pengen punya banyak temen kayak temen-temen Ian lainnya"
"Buat apa punya teman banyak kalau nggak ada yang tulus? Lebih baik punya teman sedikit tapi tulus dan mau terima kita apa adanya," hibur Murni lagi.
"Yuk, buruan turun. Kasihan papa sama bang Galvin nungguin kita," ajak Murni
"Mama turun aja dulu. Ntar kalau lapar, Ian makan sendiri aja," tolak Ardian.
"Baiklah, mama turun dulu," putus Murni kemudian dan berjalan keluar kamar.
Setelah menutup pintu kamar Ardian, Murni dikejutkan dengan kehadiran Lily yang tiba-tiba sudah ada dihadapannya.
"Lily, kau ini mengagetkan tante saja," seru Murni sambil memegangi dadanya.
Lily hanya tersenyum dua jari menampilkan giginya yang putih. "Maaf, Tan. Tadi Lily baru nyampai waktu Tante keluar dari kamar Ian," jelas Lily sambil senyum-senyum nggak jelas.
"Ian ada dikamarnya, Tan?" tanya Lily kemudian.
"Iya ada. Tadi tante menyuruhnya turun untuk makan malam. Tapi dia nggak mau. Coba kamu saja yang bujuk. Siapa tau dia mau makan. Dan kamu juga ayo sekalian ikut makan bareng kita," ajak Murni.
"Beres mah kalau urusan makan. Ntar Lily pasti nyusul. Tapi sekarang Lily mau bujuk Ian dulu,"
"Ya sudah masuklah!"
Murni kemudian berlalu dan meneruskan langkahnya menuju meja makan. Tampak Irwan, suaminya dan Galvin, anak sulungnya sudah duduk di ruang makan menunggu kedatangan Murni dan Ardian.
"Ian mana, ma? Kok mama turun sendiri?" tanya Irwan yang heran karena tidak melihat anak bungsunya turun bersama sang Ibu.
"Dia nggak mau makan. Katanya masih kenyang," jawab Murni.
"Widiiiih...tumben-tumbenan tuh anak pakai acara nggak mau makan segala. Biasanya dia yang selalu siap duluan duduk di ruang makan," seloroh Galvin.
Murni melotot menatap Galvin. "Kamu tuh ya, sama adiknya kok gitu amat!" ketus Murni.
"Mama nggak usah cemas. Cuma melewatkan satu kali makan malam nggak bakalan bikin tubuh Ian jadi kurus," kata Galvin sambil terkekeh.
"Sudah jangan ribut, ayo kita makan. Papa sudah lapar," perintah Irwan ketika melihat sang istri dan anaknya yang sudah siap mengibarkan bendera perang. Kemudian mereka bertigapun makan dengan tenang.
Meskipun Galvin sering menggoda adiknya karena badannya yang gemuk, tapi sebenarnya dia sangat menyayangi dan perhatian pada adik lelaki satu-satunya itu. Galvin sering mengajak Ardian untuk ikut pergi ke gym bersamanya, tapi Ardian selalu menolak. Bahkan Galvin juga selalu menyarankan Ardian untuk menjaga pola makannya, tapi hal itupun tidak digubrisnya.
~~~
"Lecek amat tuh muka. Kayak daleman gue yang nggak dicuci selama setahun," goda Lily saat melihat wajah Ardian yang masih saja murung setelah cintanya ditolak oleh Kaira.
Ardian melemparkan bantalnya kearah Lily dengan perasaan dongkol.
"Enak aja muka gua disamain sama daleman lo. Lagian jorok amat si lo jadi cewek. Masa daleman nggak dicuci sampai setahun. Nggak kebayang gimana rupa dan baunya," kata Ardian kesal sambil bergidik.
"Yang pasti rupanya persis sama kayak muka lo sekarang ini!" sahut Lily dengan tertawa terpingkal pingkal. Membuat semakin kesal Ardian dibuatnya.
"Kalau tujuan lo dateng kesini cuma pengen ngetawain gua, mending lo pulang deh. Mules perut gue liat lo!" kata Ardian sinis.
Bukannya tersinggung karena diusir oleh Ardian, justru tawa Lily semakin menjadi-jadi.
Ardian hanya bisa memandang Lily dengan perasaan dongkol. Ingin sekali disumpalnya mulut Lily yang tertawa lebar itu dengan bantal yang dipegangnya. Tapi apa iya, tuh bantal muat di mulutnya Lily.
"Udah puas ketawanya? Kalau belum puas, terusin ketawanya diatas pohon mangga yang ada didepan rumah noh! Biar orang-orang yang lewat depan rumah pada kabur. Karena dipikirnya ada kuntilanak yang lagi nangis," tukas Ardian.
Seketika Lily terbengong dengan perkataan Ardian yang terdengar absurd.
"Kuntilanak lagi ketawa kok dibilang nangis?"
"Au ah gelap!" jawab Ardian asal.
"Lagian ngapain lo kesini? Perasaan besok kagak ada ulangan atau PR," tanya Ardian heran. Karena biasanya Lily datang kerumahnya untuk belajar bersama atau untuk memintanya membantu mengajari gadis itu mengerjakan PR.
"Gua sengaja kesini karena pengen liat keadaan lo!" jelas Lily sembari melingkarkan tangannya ke bahu Ardian yang lebar.
"Are you okay, buddy?" tanya Lily sambil dagunya bertumpu pada bahu Ardian dan tangannya tetap melingkar di bahu pemuda itu.
"Lo nggak usah khawatirin gue. Gue baik-baik aja," jawab Ardian sambil memaksakan diri untuk tersenyum.
"Kalau lo baik-baik saja kenapa nggak mau makan malam? Terus tadi sore kenapa lo cuma makan bakso semangkok? Padahal biasanya juga abis tiga mangkok. Yaaa... Meskipun itu jadi menguntungkan gua juga sih. Karena gua nggak perlu ngeluarin banyak duit buat nraktir lo," goda Lily sambil tersenyum dan menaik turunkan alisnya.
"Gua cuma lagi nggak selera makan aja," jawab Ardian.
"Lo nggak usah bohong deh ma gua. Gua ngerti kok perasaan lo. Karena gua juga cinta sama seseorang. Tapi cinta gua bertepuk sebelah tangan. Just like you."
Ardian terkejut mendengar perkataan Lily. Selama ini Lily tidak pernah bercerita kalau dia sedang jatuh cinta. Tapi tiba-tiba saja dia mengatakannya sekarang.
"Kok lo baru cerita sekarang kalau lo cinta sama seseorang? Sejak kapan lo cinta sama tuh cowok?" tanya Ardian menyelidik.
Lily hanya tersenyum menjawab pertanyaan Ardian sambil mengedikkan bahunya.
"Ooooh... Jadi gitu ya sekarang. Main rahasia-rahasiaan ma gua. Lo lupa janji kita untuk saling terbuka dan tidak ada rahasia diantara kita?" tukas Ardian sambil memicingkan matanya menatap Lily yang masih duduk disampingnya sambil menumpukan dagu dibahunya.
"Tapi untuk masalah yang satu ini gua nggak bisa cerita ke elo. Maaf banget, Yan," cicit Lily.
Ardian memalingkan wajahnya. Dia merasa kesal karena Lily tidak menepati janjinya untuk saling terbuka dan tidak ada rahasia diantara mereka.
"Yan, dengerin gua," bujuk Lily sembari memegang dagu Ardian dan memalingkan wajah Ardian untuk melihatnya. "Gua janji, gua bakal ceritain semuanya kalau waktunya udah tepat. Dan lo orang pertama yang bakal tahu, siapa cowok yang gua cintai selama ini."
Ardian menatap mata Lily. "Janji?" kata Ardian sambil mengangkat jari kelingkingnya.
"Iya gua janji," jawab Lily sembari menautkan kedua jari kelingking mereka.
Kedua sahabat itu tersenyum.
Kruuukk....
Suara perut Ardian menginterupsi momen kemesraan kedua sahabat itu. Spontan Lily tertawa mendengar cacing-cacing yang sedang berdemo di dalam perut Ardian.
"Pakai sok-sok an nggak mau makan. Akhirnya laper juga kan?" cibir Lily sambil terus tertawa. Sementara Ardian hanya tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Yuk, gue temenin. Kebetulan gue juga belum makan," seru Lily sambil menarik tangan Ardian.
Mereka berdua berjalan beriringan sambil bergandengan tangan. Jika orang yang tidak tahu tentang persahabatan mereka, pasti akan mengira bahwa mereka berdua adalah sepasang kekasih. Walaupun kenyataannya mereka hanyalah sepasang sahabat sejak mereka masih belia.

Bình Luận Sách (72)

  • avatar
    DITAPUSPAADYTIA

    omg ini tamat belum tapi agak mewek ah pas lihat andrian sama kaira jadian dan lansung emosi baca part itu adrian perhatian banget padahal mah udah ditolak si ka, .. uuuhh kasihan sama lily menahan sesak 😭 aku juga eh tapi nama nya juga cerita ❤kasih ending lily adrian ya jgan sama emak kaira 5 bintang deh heppy

    14/07/2022

      3
  • avatar
    XandraAlex

    untuk semua kalangan, usahakan, ajarkan kepada para dulurr, untuk tidak lagi menilai orang hanya sebatas penglihatan mata saja

    14/07/2022

      4
  • avatar
    Artawan12Adi

    sangat bagus

    25d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất