logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 POV mertua

Sebagai seorang ibu, pasti sangat senang melihat anaknya bahagia. Begitu juga saat anakku Andre menikahi pujaan hatinya. Selama pacaran Andre tidak banyak bicara padaku tentang calon istrinya. Andre hanya mengatakan wanita yang akan dipersunting memiliki paras cantik.
Tentu saja aku senang, karena hal itu suatu kebanggaan. Apalagi dengan pekerjaan anakku yang seorang asisten pribadi di kantornya, tidak mungkin dia memiliki seorang istri yang jelek.
Namun, setelah Andre menikah aku merasa kecewa. Tanpa kuketahui ternyata istrinya adalah orang desa, tentu saja itu bertolak belakang dengan keinginanku. Walaupun cantik buat apa kalo dia datang dari desa, bisa jatuh harga diriku di mata tetangga dan temanku.
Entah apa yang Andre harapkan dari istri kampungan itu. Setiap kutanya Andre hanya menjawab karena cinta, aku yang mendengarnya hanya bergidik dan tak mengerti jalan pikiran anak lelakiku satu-satunya itu.
Andre juga yang merayu agar mereka menempati rumah kontrakan disebelah rumahku. Awalnya aku tak setuju, karena rumah kontrakan adalah hasil pemasukanku selama ini. Memang selama ini Andre juga memberi aku uang dari gajinya, tapi aku juga ingin punya penghasilan sendiri.
Suamiku sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Mulanya tanah yang kosong itu aku bangun rumah untuk dikontrak. Lumayan untuk menambah penghasilan karena saat itu Andre belum mendapatkan pekerjaan tetap. Berbekal tabungan almarhum suamiku, rumah kontrak itupun dibangun.
Barulah jalan tahun kelima Andre mendapatkan pekerjaan sebagai asisten pribadi. Jadi saat itu aku sudah tenang, dari gaji Andre juga rumah lama di renovasi menjadi besar dan cantik.
Setelah Andre menikah menempati rumah kontrakan itu, alhasil tidak ada pemasukanku lagi. Aku juga iri Andre begitu sayang dan royal pada istrinya. Bagianku yang semula banyak kini menjadi sedikit, aku pun semakin kesal.
Sejujurnya aku ingin Andre tinggal bersamaku saja, tapi dengan alasan mandiri Andre ingin rumah sendiri. Aku menduga pasti istrinya yang menghasut Andre, sejak itulah aku mulai tidak menyukai menantuku itu.
Sering melihat Andre memberikan uang yang banyak untuk istrinya membuatku cemburu. Aku ini ibunya kenapa tidak mendapat bagian yang sama. Mengapa Andre lebih mendahulukan istrinya daripada ibunya, perasaan itu terus berkecamuk dalam hatiku.
Hingga karena sudah tak tahan pernah aku protes pada anak lelaki ku saat dia ada di rumahku.
"Andre, apa kamu tidak terlalu banyak memberi uang pada istrimu?" kataku mulai melancarkan aksi.
"Nggak Ma, kan memang sudah segitu jatah untuk Ratih," jawab Andre kaget kenapa Mamanya tanya seperti itu.
"Ya, kan tapi kalian cuma berdua aja. Lima ratus itu udah banyak loh, Mama takut Ratih hanya bisa ngabisi uang kamu," ucapku sengaja kasihan.
"Nggak apalah, Ma. Namanya udah hak istri Andre, terserah dia mau buat apa. Andre mencintainya dan kalo cara itu bisa buat Ratih bahagia, kenapa nggak Andre lakukan?" sahut Andre dengan mantap.
Aku yang mendengar penuturan Andre menjadi geram, tidak berhasil untuk meyakinkannya. Ah, sudahlah aku pikirkan cara lain saja agar Andre tidak terlalu memanjakan istrinya.
Saat terus uring-uringan, Rani anak perempuan yang tinggal satu rumah denganku memberiku ide yang bagus.
"Ma, kenapa kok wajahnya sering cemberut?" tanya Rani kepo.
"Mama sedang memikirkan cara tapi belum ketemu," jawabku manyun.
"Emang untuk apa sih?" tanyanya belum mengerti.
"Itu adikmu Andre, sejak menikah Mama dilupakan. Sebelum menikah Andre royal sama Mama, tapi sekarang Andre lebih memilih royal pada istrinya dibanding Mama. Apalagi semenjak rumah kontrakan mereka tempati, pemasukan Mama nggak ada lagi. Andre malah memberi istrinya uang yang banyak," sungutku kesal.
"Oh, ternyata masalah itu. Jadi rencana Mama bagaimana?"
"Mama ingin Andre memberikan kita uang yang banyak daripada istrinya. Kemarin Mama sudah coba bilang pada Andre tapi adikmu itu keras kepala."
"Gampang itu, Ma!" seru Rani.
"Apa, coba kamu jelaskan pada Mama."
"Ya bilang aja sama Andre, kita suka masakan istrinya dan biar Ratih aja yang masak untuk kita. Kasih alasan juga kalo kita nggak ada uang untuk belanja," bisik Ratih di telingaku.
Seketika aku tersenyum kemudian tertawa, ternyata anak perempuanku ini pintar.
"Hahahaha ... Bagus juga idemu, Ran. Tapi kalo nanti Ratih protes sama Andre gimana?" tetiba aku menjadi khawatir lagi.
"Ya kita lihat aja, Ma. Kalo Ratih tetap protes kita bisa jalankan rencana kedua," kata Rani bangga.
"Apa rencana kedua itu?"
Rina melongok kesana kemari untuk memastikan keadaan aman, takut bila Andre atau Ratih mendengar. Rina kemudian mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik.
"Kita bisa gosipi Ratih sama tetangga sini, Mama bilang aja kalo Ratih itu suka ngabisi dan menghamburkan uang Andre dengan banyak belanja barang yang nggak penting dan dia nggak mau masak buat kita," bisik Rina lirih.
Aku mengangguk puas mendengar rencana itu, aku dan Rani tertawa senang. Semoga saja rencana itu berhasil, dengan begitu Andre akan lebih memihak Mamanya daripada istrinya.
Esoknya kumulai aksiku dengan bantuan Rina, saat Andre pamit kerja.
"Ma, Andre berangkat kerja dulu ya!" kata Andre menyalami tanganku.
"Nak, tunggu Mama mau bicara sebentar," ucapku mencegah langkah Andre.
"Ada apa, Ma? Nanti Andre terlambat kerja," sahutnya.
"Sebentar aja, nggak lama kok!" Aku membujuk Andre agar mau duduk.
"Ya udah. Mama mau bicara apa?"
"Kamu tau kan, rumah kontrakan itu pemasukan buat Mama. Tapi semenjak kalian tempati Mama udah nggak ada uang lagi. Jadi sebagai gantinya Mama ingin istri kamu yang masak buat Mama dan kakakmu," ujarku beralasan.
"Iya Dre, apa kamu nggak kasihan sama Mama? Mama cuma minta masakin buat makan sehari-hari aja, lagian masakan Ratih enak jadi kami ketagihan," timpal Rina tiba-tiba keluar dari kamar.
"Kalo soal itu Andre nggak masalah, Ratih pasti nggak keberatan juga. Masak banyak sekalian untuk makan kalian, oke aja," ucap Andre setuju.
"Ya udah kalo gitu, cuma itu aja Nak. Makasih ya!" Aku pura-pura bersyukur
"Ya, Ma. Kalo gitu Andre kerja dulu, assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawabku dan Rani serentak.
"Yes, Ma. Rencana pertama kita berhasil, kita tunggu aja," kata Rani bersorak. Aku yang melihatnya hanya tersenyum.
Sorenya setelah Andre pulang kerja, aku dan Rani mencoba mengintip dan menguping di balik dinding. Awalnya terdengar nada protes dari Ratih, tapi Andre mencoba meyakinkan.
Tatkala Ratih menyebut nama Rani, kulihat Rani merah padam wajahnya. Dia pasti kesal diperhitungkan oleh adik iparnya. Ya kuakui Rani memang jarang masak, selain malas juga merasa sayang uangnya.
Suami Rani jarang pulang, seminggu sekali disebabkan jarak yang jauh mesti bolak balik. Rani kasihan pada suaminya jadi menyuruh agar tidak usah sering pulang. Setiap pulang suaminya membawa banyak oleh-oleh dan uang.
Uang belanja lebih Rani belikan perhiasan, alasannya untuk simpanan kalo sewaktu-waktu diperlukan bisa dijual. Aku maklumi saja niatnya, yang penting Andre masih memberi kami makan.
Kami berjingkrak senang saat mendengar akhirnya Ratih mau masak buat kami. Segera aku dan Rani kembali ke rumah sebelum ketahuan menguping.
Rencana pertama berjalan lancar, Ratih mau masak buat kami. Selesai masak Ratih selalu memanggil kami.
"Ma, Ratih udah siap masak. Apa mau Ratih anter lauknya?" katanya mendatangiku.
"Nggak usah, Mama dan Rani makan di rumahmu aja. Nggak apa-apa kan?" tanyaku dengan merayu.
Kami lebih senang makan di rumah Andre saja, karena tak perlu repot-repot cuci piring. Jadi rumahku selalu dalam keadaan bersih, ini juga rencana Rani. Anakku itu memang pintar, pantas saja dia dapat membujuk suaminya agar memberi uang yang banyak dan memiliki perhiasan.
"Baiklah, kalo gitu. Nanti kalo mau makan, Mama datang aja. Lauk sama nasi Ratih taruh di meja dapur," ujar Ratih sambil berlalu dan balik ke rumahnya.
Selama beberapa bulan, Ratih tidak mengeluh lagi memasak buat kami. Namun, aku belum puas karena Andre masih royal. Hingga rencana kedua kulakukan, saat sedang duduk ngumpul bareng ibu-ibu tetangga mulailah aku membicarakan yang buruk tentang Ratih.
Awalnya mereka tidak percaya, tapi aku coba meyakinkan mereka dengan pura-pura sedih dan menitikkan air mata. Mereka pun merasa kasihan dan mengatakan agar aku bersabar.
Tidak menunggu waktu lama, kabar itu akhirnya mulai tersebar. Andre juga sudah tau dan selalu mengeluh padaku, mendapat kesempatan aku coba menghasut Andre hingga akhirnya Andre melakukan seperti yang ku minta.
'Hahahaha ... Aku tertawa puas saat rencana ini berhasil, apalagi saat Andre sudah lebih royal padaku. Rasakan kamu Ratih!

Bình Luận Sách (312)

  • avatar
    JrTrn

    mantap

    3d

      0
  • avatar
    Khairun Nisa

    aku ksih bintang 5

    6d

      0
  • avatar
    LingAnjeli

    👍👍👍

    15d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất