logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 5 Lemparan Sepatu

"Gue pulang dulu, nanti malam gue balik lagi," ucap remaja laki-laki pada teman-temannya, ia adalah Alvian.
Saat ini ia sedang berada di markas Deverodz, berkumpul dengan teman-temannya sembari menghabiskan waktu pekannya.
Mereka sering berkumpul bersama di tempat yang mereka sebut dengan markas atau mungkin rumah kedua mereka. Karena tak jarang mereka menginap bahkan tak pulang berhati-hati sebab menghabiskan waktunya di markas.
"Bos, gue nebeng dong, soalnya gak bawa motor," ucap Raden dengan cengiran yang tercetak jelas di wajahnya.
Tadi dia kesini nebeng dengan Agung, sedangkan Agung sudah pulang terlebih dahulu karena harus mengantar sang Bunda ke butik.
Alvian mendengus kesal tapi tetap menganggukkan kepalanya dan menyuruh Raden untuk segera menaiki motornya. Mana tega dia ninggalin anak buahnya ini, walaupun sering kurang ajar tapi tetap aja mereka keluarga bagi Alvian.
Alvian menjalankan motornya saat menyadari bahwa Raden sudah duduk manis di jok belakang, setelah menghantarkan Raden menuju kediamannya kemudian ia kembali melajukan motornya ke arah rumahnya.
Aneh, saat Alvian melewati sebuah gang yang lumayan sepi, ia seperti mendengar teriakan seorang gadis yang sedang meminta tolong.
"Anjir, siapa itu yang teriak? Apa yang putih-putih itu ya? Tapi masa sih ini masih sore kok," gumam Alvian yang mulai ngeri sendiri, bahkan pikirannya pun sudah terbang kemana-mana. Jujur saja Alvian ini orangnya penakut dan parnoan sama yang namanya makhluk halus.
Tapi beberapa saat kemudian terlihat laki-laki berjaket sedang berlari berlawanan arah dengannya, sudah dapat ia pasti bahwa laki-laki itu adalah pencopet.
Entah dorongan dari mana, ia langsung turun dari motornya dan langsung menghampiri orang tadi. Padahal mah biasanya mah dia malas banget berurusan sama orang kurang kerjaan alias pencopet kaya gini.
"Apa yang lo ambil dari dia? Balikin sekarang!" bentak Alvian pada orang berjaket hitam yang langsung buat dia berhenti lalu menghadap Alvian.
"Siapa lo?! Enak aja main suruh balikin gitu aja," balas orang berjaket dengan sisinisnya.
"Heh! Kalo mau duit itu kerja bego, nyuri gak bakal buat lo kaya! Malah buat lo sengsara! Udah gede kok otaknya gak dipake!" ketusnya pada laki-laki berjaket tersebut. Kesel dia tuh sama orang-orang modelan begini.
"Tau apa lo bocah bau kencur!" balasnya tak terima.
Kesal akan perkataan orang itu langsung saja Alvian melayangkan beberapa pukulan pada rahang lelaki tersebut. Ia terus membabi buta hingga lawan menyerah dan memberikan barang curiannya.
Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Alvian melepaskan orang tersebut dan berjalan menuju ke arah gadis tadi. Netranya bergerak ke sana-kemari mencari sumber suara tadi. Namun, nihil ia tak menemukan seorang pun.
Saat ia berbalik untuk menuju motornya sebelum mencari sang pemilik ponsel. Namun, naas ada sebuah benda padat dan keras yang mengenai kepalanya. Beh mantep, auto benjol dah itu kepala.
Alvian sedikit ngebungkuk dan mengambil sepatu tersebut terus natep tajam si pelaku. Tapi rasa keselnya tiba-tiba ilang waktu liat ada cewek mungil yang lagi natep tajam ke arah dia.
"Dasar copet! Balikin hp gue!" semprotnya.
Sudah ditolong malah ngomel-ngomel, apa dia tidak tau terima kasih? Pikir Alvian. Ia lantas bergerak mendekati gadis yang melemparinya sepatu tadi.
"Punya bukti apa lo kalo gue copet?" tanya Alvian ketika sudah berada di depan gadis tersebut.
Gadis manis berambut panjang tersebut menatap sinis ke arah Alvian. "Ditangan lo ada hp gue bego! Dan lo pakek jaket yang sama!" ketusnya lagi.
Alvian menggelengkan kepalanya. "Heh! Udah mending dibantuin malah ngomel-ngomel! Dasar kucing garong!" balas Alvian tak kalah ketus. "lagian jaket banyak kali yang pakek jaket warna hitam, gak cuma pencuri tadi aja!"
"Gue bukan kucing garong!" Ia membalas perkataan Alvian, tak terima karena disamakan dengan kucing garong, mending kalau kucing imut-imut gitu 'kan dia bisa kesem-kesem, tapi malah disamain kaya kucing garong.
"Dasar macan," balas Alvian tak kalah ketus.
Anaya mendelikkan matanya, ia menatap Alvian nyalang. "Dasar monyet!"
"Balikin hp gue!" perintah Anaya dengan nada kesal, dia tuh pengen cepet pulang kalo enggak nanti bisa-bisa sampe rumah dia langsung diserbu para singa penjaganya.
Alvian menyerahkan ponsel gadis tadi dan langsung dirampas olehnya tanpa mengucapkan kata maaf ataupun terimakasih sekalipun.
Gadis itu langsung berbalik tanpa mengatakan sepatah katapun kepada remaja laki-laki tadi.  Bahakan kata terima kasih pun tak terucap dari bibirnya. Menang tak patut untuk dicontoh, tapi gimana ya Anaya kan udah kepalang kesel sama tu cowok.
Alvian mendengus kesal karena ulah gadis itu, tapi sebentar kenapa ia berjalan ke arah barat? Bukankah di sana itu jalan buntu? Dan tidak ada perumahan sama sekali.
"Heh! Macan, lo mau kemana? Di sana jalan buntu bego! Atau jangan-jangan lo kuntilanak?!" pekik Alvian sontak gadis tadi langsung berhenti dan berlari ke arah Alvian, ia sangat takut jika mengenai hal-hal ghaib.
Gadis itu sampai di depan Alvian dan menatapnya polos. Alvian menatapnya bingung, apa gadis ini orang baru disini? Soalnya kayaknya tu anak gak tau jalan-jalan sekitar sini.
"Lo orang baru?" tanya Alvian dan mendapat anggukan polos dari Anaya, ia menepuk jidatnya. "Lo gak tau daerah sini?" Dan lagi-lagi gadis itu hanya mengangguk. ya Allah tabahkanlah Alvian, tapi kalo diliat-liat muka cewek ini kenapa gemesin banget.
Tapi dia langsung netralin lagi mukanya, dia berubah natap kesel ke arah cewek itu. "Apa gunanya GPS bego! punya hp gunain yang bener dong!" umpatnya dengan nada kesal, ayolah ini sudah zaman modern!
Anaya menepuk jidatnya dan langsung membuka ponselnya, nihil ponselnya tak dapat dihidupkan sama sekali. Anaya mengeram kesal kenapa hari ini ia sangat sial?!
"Hp gue mati, lowbat tadi lupa gak gue cash dulu, gue juga gak bawa power bank," ucapnya lesu.
Alvian mendengus kesal, "Naik! Mumpung gue baik jadi gue anterin lo pulang," ucapnya berbaik hati, sebenarnya sekalian modus agar bisa dekat dengan gadis itu dan mengetahui alamat rumahnya.
Anaya menatapnya penuh binar dan langsung menaiki motor hitam milik Alvian. Setelah ia menaiki motor hitam itu, Alvian langsung menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.
Anaya mengatakan alamat rumahnya setelah itu Alvian membawanya menuju rumahnya. Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di depan rumah yang terkesan minimalis modern dengan beberapa vas bunga terletak di samping rumah.
"Makasih," ucapnya singkat, Alvian kembali mendengus karena gadis itu hanya mengucapkan terimakasih tanpa menyuruh untuk mampir.
Alvian menatap gadis itu dari dari balik helmnya, "Gak ditawari buat mampir?"
"Gak! Yang ada lo malah ngabisin waktu sama makanan gue," ucapnya enteng kemudian berlalu meninggalkan Alvian.
Alvian memutar bola matanya malas sudah ditolong bukannya terima kasih malah ketus seperti ini. Ia kemudian kembali menjalankan motornya keluar dari kediaman gadis itu.
"Oh ya, namanya siapa ya?" gumam Alvian disela-sela perjalanannya.
"Argh sial gue lupa nanya, tapi bodo lah yang penting udah tau rumahnya." Ia kemudian menambah kecepatan laju motornya menuju rumah.
Disepanjang perjalanan Alvian terus senyum-senyum sendiri, dia jadi kebayang muka Anaya yang merah karena kesel tadi beneran gemes banget pengen Alvian gigit bibirnya, eh?
Bahkan sampai masuk rumah pun Alvian masih senyum-senyum sendiri sampe bikin orang rumah takut sendiri.
"Mah anakmu kenapa senyum-senyum sendiri kaya gitu? Kayaknya perlu diruqyah, Mi," bisik sang Ayah pada istrinya, ngeri dia tuh liat anak semata wayangnya kaya gini.
Sang Mama langsung ngasih tabokan manis ke pundak suami tercintanya, iya tercinta lah kalo gak cinta kagak mungkin Alvian lahir.
"Sembarangan, anak sendiri malah mau diruqyah!" sinisnya pada suaminya.
"Hello my king and queen demon!" sapa Alvian dengan tidak sopannya mengatai kedua orang tuanya.
"Hi juga little demon," balas sang ayah dengan senyum manisnya, manis banget sampe bikin Alvian merinding sendiri.
Papanya kalo udah senyum kaya gini tuh kayak tanda-tanda dan bau-bau mau ngomel atau marah ges, jadi Alvian kan mulai takut dan langsung minta perlindungan ke mamanya. Sedikit info, bapaknya ini bucin pakek banget sama emaknya Alvian jadi itu alasannya Alvian selalu sembunyi di balik sang emak.
"Hehehe canda Pi, itu mukanya dikondisikan dong serem tau kaya mau makan orang," ujar Alvian sambil gidik ngeri.
Raga-ayah Alvian natep sinis ke anaknya, emang kurang ajar ni bocah. "Iya, kamu yang Papa makan, mau?! Nanti Papi bikin rendang daging kamu!"
"Mami! Papi kanibal, ayo cerain aja!" teriak Alvian dan langsung buat Raga melotot gak terima.
"Heh sembarangan ni anak! Papi gandain juga kamu nanti! Punya anak kok gini amat." Lelah jiwa dan raga dia tuh ngadepin anak semata wayangnya ini.
Lili ibu Alvian udah melotot denger ucapan suaminya yang gak ada akhlak tadi, ya kali anak sendiri mau digadaiin.
"Kalo beneran kamu gadain anak aku, ketemu di persidangan kita!"
Alvian yang denger itu langsung ketawa ngakak sambil guling-guling di karpet denger ucapan sang mama.
"Ahahaha kicep kan Pa, gak bisa apa-apa lagi hahahaha ... kasian deh lo," ucap Alvian dengan kurang ajarnya.
Raga cuma bisa usap dadanya yang datar, ya kan emang datar kalo melendung malah bikin geger nanti. "Sabar Papi mah punya anak modelan kaya kamu."
Lili cuma geleng-geleng kepala aja liat tingkah anak semata wayangnya sama suaminya ini, emang gak pernah akur mereka. Tapi walaupun gitu mereka saling sayang kok, cuma kasih sayangnya ditunjukin yang dengan cara kayak gini.
Mereka itu juga susah buat dipisahin, sehari aja gak ketemu pasti saling nyariin tapi ya gitu kalo ketemu malah saling ejek, tsundere banget emang.
"Udah-udah ribut terus kalian ini," ucapnya mulai melerai, kalo enggak nanti gak bakal kelar-kelar ini chapter.
"Alvian tadi kenapa kok tumben masuk rumah udah senyum-senyum sendiri kaya gitu? Kesambet di jalan kamu?" Lili nanya sambil natap Alvian serius, kali aja anaknya ini beneran kerasukan.
Alvian bangun dari acara tidurannya di karpet akibat ketawa sambil guling-guling tadi. Dia ngadep ke arah kedua orang tuanya.
"Tadi 'kan Alvian kumpul di markas sama anak-anak yang lain, nah terus si Raden minta di anterin pulang-"
"Heh! Balok kamu, Nak?!" kaget Raga.
"Belok Pi bukan balok!" ketus Alvian.
Raga cuma ngangguk. "Nah iya itu maksudnya. Kamu beneran belok Al? Ya Allah nak, jangan kaya gitu kamu itu kaya, manis, ganteng ya walaupun rada burik, tapi kenapa harus belok nak?! Dunia udah tua loh kasian Mami sama Papi nak!"
Alvian udah natep datar tuh ayahnya, belum juga dia kelar cerita udah main potong-potong aja mana langsung nyimpulin dia belok lagi.
"Mi, punya staples yang masih ada isinya gak?"
Lili cuma natap bingung. "Buat apaan Al?"
"Buat nyetaples mulut Papi yang asal ngomong! Gila aja aku dikira belok," kesalnya pada sang ayah. "orang belum selesai cerita udah main potong-potong aja."
"Ya 'kan Papi cuma waspada aja Al, yaudah lanjutin."
"Waspada sih waspada tapi ya jangan dikira belok juga lah!" Kesel banget dia tuh sama papinya. "Nah terus habis nganterin si Raden aku lewat jalan pintas yang lewat kayak banyak pohon-pohon gitu, terus di situ aku ketemu-"
"Kunti." Belum juga Alvian selesai ngomong udah dipotong lagi sama papinya.
"Pi, beneran aku staples loh nanti mulut Papi," kata Alvian sambil senyum.
"Hahahaha iya-iya, lanjutin ceritanya," kata Raga.
"Jadi di jalan itu aku ketemu cewek yang lagi di copet, aku bantuin lah dia tapi malah aku kena timpuk sepatutnya karena dipikir aku yang udah ngambil barang dia," ucap Alvian dengan cemberut.
Raga udah gak bisa gak nyemburin tawanya, dia benar-benar ngakak denger cerita memprihatinkan anaknya.
Sedangkan Lili natap prihatin anaknya, kasian banget udah nolong malah kena timpuk sepatu. Sebenarnya dia tuh mau ketawa cuma gak tega aja liat muka melas anaknya ini.
"Terus alesan kamu senyum-senyum kaya tadi karena kena timpuk?'' tanya Lili, bingung sih sebenernya kena timpuk tapi malah mesem-mesem.
"Bisa dibilang gitu, soalnya yang ngelempar sepatu cantik, manis, imut, gemesin lah pokoknya, tapi minusnya dia ngeselin banget."
"Terus, udah saling kenalan?" Raga coba nanya ke anaknya.
Alvian langsung murung, dia nyandarin kepalanya di paha sang mami. Dia geleng pelan buat nanggepin pertanyaan papinya.
"Lupa tadi mau tanya, tapi Al udah tau sih rumahnya dimana," jawab Alvian sedikit sumringah.
"Yaudah kalo gitu langsung ke rumahnya aja, kita lamaran!" usul Raga yang langsung dapet geplakan sayang dari istri tercintanya.
"Sembarangan aja kamu, mereka baru ketemu masa langsung lamaran aja! Apalagi anak aku masih SMA ya gak usah aneh-aneh kamu, Mas!" ketus Lili kesal.
"Ya kan nanti kalo udah punya istri sendiri dia gak ngintilin kamu terus, gak ganggu waktu kita soalnya udah punya bini sendiri," jawab Raga dengan entengnya.
"Oh ... jadi Papi gak ikhlas nih aku juga ngebucin sama Mami? Wah Mi liat tuh suaminya masa anak sendiri gak boleh manja-manja ke Maminnya," kompor Alvian.
Emang kayaknya dia gak akan puas kalo gak bikin papinya tertekan, bersoda sekali kamu nak.
"Heh! Gak gitu sayang, cuma ya masa tiap mau mesra-mesraan sama kamu ni curut satu nempel terus!" ketus Raga kesal.
"Ya karena Alvian gak mau punya adek, nanti kalo aku biarin kalian mesra-mesraan pasti bakal ada kabar kalo Mami tak dung tak dung," balas Alvian yang langsung membuat Raga membola.
"Emang kurang ajar ni anak, sini kamu!" Raga beringsut deketin Alvian.
Alvian yang udah tau apa yang bakal di perbuat sama papinya langsung lari ngehindar sambil ketawa-ketawa.
"Mi aku mandi aja ya, tu buayanya tolong dikandangin aja!" teriak Alvian dari tangga sambil ketawa-ketawa, puas banget dia mah udah bisa ngerjain papinya.
"Ya Allah, anak siapa sih itu!'' kesal Raga.

Bình Luận Sách (105)

  • avatar
    Arif Karisma

    Ceritanya sangat menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya semangat

    14/06/2022

      0
  • avatar
    YanaKadek tisna

    sangat luarbiasa

    15/08

      0
  • avatar
    suharmin

    tingi

    12/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất