logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Tempat Asing

Setelah dipisahkan dari kehidupan lama, kini dipertemukan lagi dengan kehidupan yang baru, tapi dengan cerita yang berbeda—Anaya Tabitha Davinson.
***
Terhitung sudah dua hari Anaya berada di Jakarta. Kedatangannya ke Jakarta disambut hangat oleh para saudaranya, terutama sang kakek dan nenek.
Hanya saja salah satu kakak sepupu kesayangannya tidak ikut menyambut kedatangannya karena sedang berada di luar negeri untuk mengurusi bisnis.
Hari ini rumahnya lumayan ramai karena para sepupunya sedang berada di sini. Mereka sedang bermain game di kamar Kelvin.
Sebenarnya tadi mereka ingin bermain di kamar Anaya karena banyak camilan, tapi langsung ditolak mentah-mentah oleh pemilik kamar. Karena jika mereka dibiarkan masuk ke kamar Anaya, sudah dapat di pastikan bahwa coklat dan cemilannya yang lain akan habis seketika dan keadaan kamar pasti akan berantakan.
Baju white blouse bermotif bunga yang dipadukan dengan celana jeans membuat penampilan seseorang Anaya terlihat semakin pas, ditambah lagi bulu mata yang lentik dan bibir yang merah alami mampu membuat siapapun terpikat padanya.
Ia berjalan ke lemari dan mengambil Sling bag lalu memasukkan ponsel dan dompetnya. Setelah itu ia berjalan keluar untuk meminta izin kepada Bundanya.
"Mau kemana lo?" Sontak suara bariton itu mampu menghentikan langkah Anaya.
Gadis itu menoleh ke samping dan menemukan beberapa remaja laki-laki yang menatapnya penuh selidik.
"Cari doi dong, gak ada doi rasanya hambar," ucapnya enteng sedangkan para remaja itu menatapnya tak percaya.
"Big no!" teriak mereka serempak.
Anaya tidak boleh pacaran, mereka tak akan membiarkan adik kecilnya ini sakit hati gara-gara pacaran, lebih baik mereka antisipasi dari sekarang sebelum adik perempuannya ini menangis hanya karena seorang laki-laki.
"Apaan anak kecil udah mau pacar-pacaran segala, gak boleh itu!" peringat Darren.
"Hih, apaan sih! Orang Anaya cuma mau jalan-jalan doang kok," balasnya dengan memanyunkan bibirnya. Para sepupu dan adiknya ini sungguh over protektif terhadapnya.
Sebenarnya ia juga senang karena semuanya masih menganggap kehadirannya, tapi jika terlalu dilarang siapa yang tidak kesal coba?
"Ohh jalan-jalan, gue ikut ya?" pinta Darren dengan mengedipkan matanya dan membuat Anaya ingin muntah saat itu juga.
"Abang temenin ya?" tanya Saka yang mulai mengalihkan atensinya dari buku berganti pada adik kecilnya.
Anaya langsung menggeleng cepat, "No! Aya mau pergi sendiri! Papay abang-abang ku."
"Adek liatin jalannya!" peringat Rizky.
Baru saja teriakan itu keluar dari bibir Rizky, ia langsung berlari dan menarik tubuh Anaya agar tidak terjerumus ke bawah.
Anaya sangatlah ceroboh, saat berjalan saja matanya masih tak memperhatikan jalanan yang ia lewati. Mungkin tadi jika Rizky tak langsung menariknya ia sudah terjungkal di tangga.
Rizky menatap adik sepupunya tajam, "Lain kali liatin jalannya! Ceroboh sih!" ucapnya dengan menyentil dahi Anaya, gemas ia.
"Hehehe, maaf bang," ucapnya dengan mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V.
"Ya udah, Anaya pergi ye ... assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," balas mereka serempak dengan mata yang masih mengawasi pergerakan Anaya, hanya berjaga-jaga jika gadis itu ceroboh lagi.
Anaya berjalan keluar rumahnya, tujuannya saat ini hanyalah mengitari kompleks perumahan saja. Karena jujur, ia belum terlalu paham letak-letak dan jalan di sini. Tapi sepertinya karena terus berjalan ia jadi keluar dari kompleks perumahannya.
"Bagus-bagus juga pemandangan di sini, gak kalah sama rumah lama," gumam Anaya.
Matanya bergerak kesana-kemari memandangi berbagai hal, hingga akhirnya netra cantiknya itu melihat kedai seblak di pinggir jalan.
Lantas ia langsung berlari kecil ke arah penjual itu, "Kak pesen seblaknya satu ya, yang pedes!" pesan Anaya pada sang penjual.
"Siap geulis, mau dimakan di sini atau dibungkus?" tanya sang penjual dengan ramah.
Anaya melirik sekitar, tidak terlalu banyak pelanggan. Ia kemudian berkata, "Makan di sini aja deh Kak."
"Sip, ditunggu ya neng."
Anaya langsung mencari tempat duduk, sembari menunggu gadis berbaju blouse putih itu mengambil ponselnya. Tiba-tiba sebuah panggilan video masuk kedalam ponselnya.
"Hai Ay!"
"Hai Jes, Nik, Sell!" balas Anaya dengan senyum sumringah.
"Cie bentar lagi masuk new school ye, gimana di sana? Seru gak?" tanya Selly dengan bertubi-tubi.
Anaya mengetukkan jarinya di dagu, "Lumayan sih, not bad untuk kesan pertama."
"Ay, di sana banyak cogan ya? Pasti lebih ganteng-ganteng daripada yang disini? Kalo iya cariin gue satu dong!" Anaya terkekeh ketika mendengar permintaan dari Nika. Gadis itu, memang jika urusan cowok saja cepat.
"Banyak nih, tapi lebih manis cowok-cowok sana sih," jawab Anaya seadanya.
"Hush! Gantian gue, tadi gue yang mau nelpon Aya kok malah kalian yang nyerocos terus?!" pekik Jessi dengan tatapan kesalnya.
"Astaga hahaha ... umumu Jesjes kangen ya sama Aya?" tanya Anaya.
"Kangen! Banget malahan! Anak itik gue pergi," ujarnya dengan mengerucutkan bibirnya.
"Yaampun kasian emak gue, kan masih bisa vidcall atau gak kalian samperin deh gue kesini," tutur Anaya.
"Yaa tapi tetep aja be–"
"Ini neng seblaknya." Ucapan Jessi terpotong saat seblak pesanan Anaya sudah datang.
"Makasih Kak." Penjual seblak tadi hanya tersenyum lalu setelah itu sang penjual pergi untuk melayani pembeli yang lain.
"Gila Ay, penjual seblaknya ganteng banget?! Sabi lah lo minta nomernya nanti kasih ke gue," pekik Nika histeris.
"Hush! apaan deh, udah gue mau makan."
"Yaudah sok atuh makam dulu, kita matiin ya. Bye Aya!"
"Bye bocil!" teriak Nika dan Selli serempak.
"Bye guys!" balas Anaya dengan melambaikan tangannya ke arah kamera.
Setelah itu penggilan pun terputus dan Anaya langsung menikmati seblaknya dengan khidmat.
Selepas memakan seblak Anaya berjalan santai sembari menikmati angin sore untuk pulang ke rumah. Ia terus berjalan tanpa memperhatikan langkahnya membawanya kemana, hingga akhirnya ia sadar jika saat ini dirinya entah sampai dimana, tempat ini lumayan asing baginya.
Ini sepi, siapapun dapat melakukan apapun disini, bahkan bisa saja perampokan atau pembunuhan. Pikiran Anaya sudah melayang kemana-mana, apakah ia bisa kembali? Apakah ia masih bisa selamat?
"Aduh, gue ceroboh banget sih bisa sampe sini," gerutunya pelan.
"Aihh, gimana dong? Apa gue telpon Abang aja ya, 'kan mumpung mereka lagi kumpul semua dan pasti mereka belum ada yang pulang," monolognya kemudian mengambil ponselnya yang sedari tadi ia simpan di sling bag.
Tanpa disadari ternyata ada yang mengawasi Anaya dari jauh, seorang laki-laki dengan jaket hitam yang melekat ditubuhnya, sedari tadi mengawasi setiap pergerakan gadis itu.
Baru saja memasukkan beberapa pin di ponselnya, ia sontak berteriak tak kala ponselnya dirampas oleh laki-laki yang tubuh tinggi yang menggunakan jaket hitam. Laki-laki tadi berlari menghindari kejaran dari Anaya.

Bình Luận Sách (105)

  • avatar
    Arif Karisma

    Ceritanya sangat menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya semangat

    14/06/2022

      0
  • avatar
    YanaKadek tisna

    sangat luarbiasa

    15/08

      0
  • avatar
    suharmin

    tingi

    12/08

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất