logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 6

Bab 6
Tidak ada hal lain yang dilakukan oleh Artha ketika di rumah kecuali bermain game. Hanya itu temannya. Sejak pagi bahkan sampai malam dia betah memandang layar monitor komputernya.
Beberapa waktu lalu, seperti biasa sang ayah telah mengganti layar komputer yang rusak itu. Tanpa Artha harus meminta. Mungkin bagi sebagian orang melihat bahwa kehidupan Artha sungguh adalah sebuah impian.
Namun, ketika ada yang ingin menukar kehidupan Artha, dari kemewahan menjadi kebahagiaan, Artha akan sangat dengan rela hati menyetujuinya.
Namun sayangnya, kebahagiaan tidak bisa ditukar dengan apapun, bahkan dengan banyaknya materi yang Artha miliki saat ini.
Dering telepon genggam miliknya kembali terdengar. Lagi-lagi nomor orang yang tidak dikenalinya. Artha sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun. Dia mengabaikannya.
Akan tetapi, nomor yang sama terus menyerang ponselnya. Sampai puluhan kali, tidak ada cara lain kecuali menjawab panggilan tersebut.
"Nggak punya adab banget! Lo tahu, telfon pun ada etikanya!" bentaknya begitu menjawab panggilan itu.
"Sorry, gue butuh barang Lo," ungkap seseorang yang ada di seberang. Suaranya jelas sekali terlihat bahwa dia sangat amat tersiksa.
Artha melihat jam yang melekat pada dinding kamarnya. Jam besar yang terlihat estetik, tidak menunjukkan bahwa pemilik kamar itu adalah seorang lelaki ataupun perempuan. Itulah selera Artha. Kamar yang elegan. Tidak feminin ataupun tomboy.
Dia tidak menyalahi kodrat, dia wanita, tetapi Artha juga tidak ingin memakai pakaian yang serba pink, atau mungkin barang-barang yang semuanya harus berwarna pink. Random, Artha menyukai semuanya. Hanya saja, dia tetaplah wanita yang berbeda.
Jarum di jam masih menunjukkan pukul tiga sore. Artha berpikir sejenak, entah kenapa dia sangat malas keluar dari kamarnya hari ini. Bahkan sejak pagi gadis itu juga tidak memasukkan nasi kedalam mulutnya. Hanya memakan camilan, buah dan air putih yang ada di dalam kamarnya.
"Oke, setengah jam lagi gue sampai. Sharelok," tukas Artha.
Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya, gadis itu memutus panggilan teleponnya. Mematikan semua perangkat komputernya dan bersiap.
Seperti biasa, tidak perlu banyak berdandan. Gadis itu hanya menyahut tas kecil yang selalu dia bawa. Mengecek stok barangnya dan siap untuk berangkat. Menggenakan hot pant, juga tanktop adalah andalan gadis itu. Tanpa takut gosong akibat paparan sinar matahari.
Memesan taksi online sebelum dia berhasil keluar dari rumah. Seperti biasa, tidak akan ada yang menanyainya kemana Artha akan pergi, juga tidak akan ada yang mencegah gadis itu.
Sang ibu tidak akan pulang jika jarum waktu itu belum berada di angka tujuh, atau bisa lebih. Kemarin adalah pengecualian. Entah apa, yang jelas pasti hal tidak beres juga Manuella lakukan.
Wanita itu juga tidak jauh beda dari Artha, suka tidur dengan beberapa lelaki. Jika Artha melakukan hal yang sama, itu artinya sudah ada keturunan bukan? Bahwa ternyata ada yang mengajarkan Artha melakukan hal itu tanpa tidak langsung.
Gadis itu keluar dari rumah. Taksi yang dia pesan sudah berada di depan halaman rumahnya. Ia menghampiri mobil berwarna silver tersebut. Masuk kedalam dan duduk dengan tenang.
Tanpa menjelaskan kemana Artha ingin pergi, karena sebelum pemesanan, lokasi yang dituju oleh Artha terlihat dengan jelas.
Sekitar hampir satu jam Artha berada di mobil dengan roda yang menggelinding, ia siap untuk turun. Memberikan uang sesuai dengan tagihan di aplikasi miliknya. Kali ini Artha tidak memberikan lebihan apapun, karena dia belum menarik uang tunai.
Seperti biasa, tanpa mengucapkan terima kasih, gadis itu pergi. Kemudian menunggu mobil itu menjauh dari dirinya.
Sepeninggalan mobil berwarna silver itu, Artha mencari titik lokasi pembelinya. Banyak kios yang berjejer di sana. Namun hanya ada satu titik lokasi yang menunjukkan keberadaan pria penelepon sebelumnya.
Sampai Artha melihat ada seorang lelaki yang mengangkat tangannya dan melambai pada Artha. Gadis itu tidak membalasnya, tetapi menghampirinya.
"Seno?" sapa Artha. Pria itu mengangguk. Dia mengajak Artha untuk masuk ke dalam kiosnya. Lalu menurunkan rolling doornya. Kemudian, mulai memberikan sejumlah uang pada Artha.
Wanita itu merogoh tasnya. Mengambil satu bungkus plastik ukuran sedang yang berisi barang haram dengan bentuk serbuk.
"Gue balik, kalau butuh lagi tinggal telpon aja," ungkap Artha. Tanpa basa basi. Pria itu mengangguk dengan puasnya. Segera dia membukanya dan memakai barang itu.

Harga yang cukup mahal hanya untuk barang dengan berat lima gram. Artha berjalan menjauh dari kios tersebut. Dia juga tersenyum puas karena berhasil mendapatkan uang. Gadis itu tidak perlu susah-susah kepanasan ataupun mengelap meja, mencuci piring atau berdandan dengan formal.
Cukup modal ongkos taksi dia mendapatkan keuntungan yang berlipat. Namun, kesenangan itu sepertinya harus berakhir. Ketika ada seorang pria yang membuntuti Artha.
Gadis itu sama sekali tidak menyadarinya. Susana sore yang ramai hanya di jalan raya, sementara di gang-gang kecil jangankan motor, orang saja jarang ada yang keluar.
"Hei tunggu!" teriaknya, Artha menoleh. Dia ingat betul dengan pria itu. Artha berlari, dengan langkah cepat menjauh dari pria itu.
Dia adalah lelaki yang pernah dihajar oleh Artha di rumah pria tersebut. Seorang pencuri barang miliknya kemarin. Bahkan Artha sempat meludah padanya. Kini pria itu terlihat sehat dan baik-baik saja. Sudah pasti dia akan balas dendam pada Artha.
Ia mengejar kemanapun Artha berlari menjauh darinya. Tidak memberikan ampun atau melepaskan gadis itu.
Merasa harga dirinya telah diinjak-injak, dan juga diremehkan, terlebih Artha telah menguras habis isi dompet yang jumlahnya lebih dari cukup untuk mengganti kerugian yang diterima oleh Artha.
Lelaki yang masih belum diketahui namanya itu terus mengejar Artha. Dia tidak menyerah, hingga Artha bertemu jalan buntu. Nasib sial dia hadapi saat ini.
Sialan! umpat Artha dalam batinnya. Keringat bercucuran di dahinya. Tangannya pun basah karena grogi, takut, dan juga lelah.
"Mau kemana Lo? Setelah mencuri duit gue, bahkan tanpa sopan meludah pada gue, Lo mau kabur gitu aja?!"
Seringai jahat terlihat dengan jelas di wajah pria itu. Pria yang jauh lebih tinggi dari Artha, dan sudah pasti lebih kuat dari Artha saat ini.
"Stop! Berhenti! Jika Lo maju, gue akan teriak!" ancam Artha. Dia butuh seseorang untuk menolong dirinya. Dia hanya takut di bunuh, bukan di ruda paksa atau di pukul. Jika hanya di pukul mungkin dia hanya luka. Namun, jika di bunuh, kesempatannya untuk bernapas pasti sangat kecil.
"Takut, Lo? Kemarin Lo sok jadi jagoan, lalu sekarang ciut! Cemen amat!" cemooh pria itu. Dia semakin mendekati Artha, sementara gadis itu kian mundur dan tubuhnya mentok pada dinding bata. Tepat di area pembuangan sampah.
"Pergi, nggak?! Kalau lo nekat maju, gue akan telpon polisi!" Artha mengangkat ponselnya dan menekan angka satu, satu, dua. Namun sialnya ponselnya mati ketika akan menakan tombol berwarna hijau.
"Sial!" teriak Artha, dia menghempaskan tangannya ke udara. Ia kesal dan sungguh deg-degan dengan situasi yang ada.
Pria itu tertawa terbahak-bahak, kini jarak keduanya sangat dekat. Artha sungguh tidak bisa berbuat apapun. Pria itu dengan gerakan cepat, menyahut ponsel Artha, dan melemparkannya ke sembarang arah.
Tidak hanya itu, dia mencengkeram rahang Artha. Gadis itu gelagapan, kakinya hampir terangkat. Tangannya mencoba melepaskan cengkeraman tangan lelaki itu. Namun, tangan lelaki itu jauh lebih kuat dari Artha.
"Apa? Mau memohon? Atau meminta maaf?" tukas pria itu.
Artha hanya bisa membuka mulutnya tanpa bisa mengeluarkan suaranya. Tanpa belas kasih, pria itu memukul ulu hati Artha.
"Akh!' Artha memekik, tentu saja dia kesakitan. Laki-laki gila itu memukul tanpa menahan diri.
Belum sempat Artha mengambil napas, pria itu menendang perut Artha, kaki, tangan, dan sekujur tubuh gadis itu. Tanpa mempedulikan korbannya perempuan atau laki-laki. Bisa dipastikan luka lebam akan didapat oleh gadis itu. Jika esok hari dia masih bisa menikmati udara pagi.
Pria itu hanya ingin membalas dendam. Tidak berhenti sampai di situ, pria tersebut juga mengambil uang dan seluruh barang Artha yang ada di tas.
Ia juga melakukan hal yang dilakukan Artha sebelum meninggalkan tubuh lemas tidak berdaya itu sendirian. Tanpa memeriksa apakah Artha masih hidup atau telah tewas.
Dia sudah tuntas dengan dendamnya. Juga telah mendapatkan banyak keuntungannya. Setelah menguras habis harta Artha yang ada di tas, pria itu membuang begitu saja kotak kain kecil itu. Beruntung mereka berada di tempat pembuangan terakhir.
Tidak akan ada yang tahu apa yang dilakukan pria itu. Malam ini benar-benar sepi, bagaimana nasib Artha selanjutnya? Adakah yang menolong gadis itu?

Bình Luận Sách (119)

  • avatar
    KurmanOla

    menurtsya novel ini sangat baik dan bagus untuk dibaca Karen mengandung makna pesan dan menarik di baca ini sangat baik untuk pada muda mudi yang akan datang sebagai hal pelajaran dalam keseharian

    27/06/2022

      0
  • avatar
    LUNB1L_13

    oke

    26d

      0
  • avatar
    ButonRehan

    good

    23/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất