logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

CRASHING ON ROYAL PRINCESS- I NEED YOU!

CRASHING ON ROYAL PRINCESS- I NEED YOU!
EDWIN membuka matanya perlahan saat ia merasakan tepukan keras di pipinya. Kepalanya pening luar biasa. Ini pertama kalinya ia mabuk dan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Perutnya terasa sangat sakit, seolah ada yang sengaja menyayatnya dengan sesuatu. Begitu bola matanya terbuka, Edwin segera tahu, ada wajah seseorang tepat di depan wajahnya.
Namun, justru wajah itulah yang membuatnya semakin pening. Kehadiran Elle membuatnya tidak seperti Edwin yang biasanya. Biasanya, Edwin akan melupakan setiap wanita yang tidur dengannya. Pria itu hanya akan mengingat bagian paling menyenangkan saat tubuhnya menyatu dengan tubuh sang wanita, tetapi kali ini berbeda. Edwin tidak bisa mengeyahkan bayangan Elle dari benaknya. Hal itu memalukan sekaligus menyesakkan.
Dan Elle lah yang harus disalahkan untuk alasan tertentu. Elle yang membuatnya mabuk parah. Elle yang membuat pria tangguh sepertinya berubah menjadi pria lemah dalam waktu sekejap. Elle juga lah yang membuat kepalanya pening. Dan kenapa bayangan wanita itu justru muncul di depan matanya? Edwin tertawa dalam hati.
Tatapan Edwin beralih ke jendela yang tirainya sengaja tidak ditutup. Kegelapan telah membungkus kota dengan begitu anggunnya. Edwin bahkan bisa melihat bulan sempurna yang mengintip dari atap kamarnya. Ribuan bintang bergantungan di angkasa dan membentul pola-pola tertentu. Edwin menyeringai, benaknya kembali terlempar pada sosok Elle. Mala mini adalah malam pertunangan Elle. Dan Edwin bersumpah tidak ingin melihat wanita itu lagi. Jika ia melihat Sang Putri lagi, hidupnya akan hancur!
Edwin terus menggerutu dalam hati. Lagi-lagi rasa mual menyerangnya. Alkohol itu berefek buruk pada fisiknya. Dengan tergesa, ia mencoba beranjang seraya memegangi kepalanya yang terus berdenyut.
“Kau mau kemana?”
Sedikit terkejut mendengar suara itu, Edwin kembali mengerjapkan matanya. Sekarang ia merasa dirinya benar-benar sinting. Bagaimana tidak? Setelah membayangkan wanita itu, Edwin seolah merasakan Elle ada di dekatnya. Dan sekarang, yang lebih parahnya, ia bisa mendengar suara Elle. Sangat jelas.
Edwin tetap beranjak dan berjaln menuju toilet. Jika tidak segera sampai di westafel, Edwin yakin seluruh isi perutnya akan mengotori permdani indah di hotel tersebut. Dengan sempoyongan pria itu akhirnya sampai di depan westafel. Ia segera memuntahkan isi perutnya, terbatuk-batuk beberapa kali seraya memegang kepalanya yang sangat pening.
Setelah berhasil mengeluarkan isi perutnya, Edwin berkumur beberapa kali hingga ia tidak lagi merasakan jejak muntahannya di sana. Edwin mengdongak dan menatap pantulan wajahnya di depan cermin. Lagi-lagi senyuman manis muncul di wajahnya. Pria itu menertawakan dirinya sendiri. Betapa kacau dirinya saat ini. Rambutnya berantakan, matanya merah dan bibirnya sedikit pucat. Namun di antara kekacauan fisiknya, yang lebih ia khawatirkan adalah kerusakan matanya. Indra penglihatannya itu sepertinya benar-benar tidak berfusngsi dengan baik karena untuk kesekian kalinya, ia melihat bayangan Elle di sana, di belakangnya.
**
Elle menyilangkan kedua tanga di depan dada. Sepertinya Edwin memang belum menyadari kehadirannya. Pria itu hanya termangu melihat wajahnya di dalam cermin, tidak ada gerakan sedikit pun, Elle hampir tidak sabar menunggu reaksi Edwin selanjutnya. Namun demi melihat pria itu akhirnya menganggap dirinya ada di sana, Elle tetap sabar menunggu.
Setelah lama termenung, Edwin akhirnya berbalik. Kening pria itu terlipat. “Elle, kaukah itu?”
Dengan gerakan khasnya, Elle memutar bola mata. “Aku Laura. Kau lupa kemarin kita tidur bersama di club?”
Edwin semakin bingung. Pria itu tampak mengingat kejadian tempo hari. Namun sayangnya, Edwin tidak mengingat nama Laura di daftar wanita yang pernah tidur dengannya. “Aku lupa. Apa aku belum membayarmu?” tanya Edwin polos.
“Belum.” Jawab Elle asal. Jujur, ia merasa kesal karena Edwin tidak mengenalinya. Dan yang lebih membuatnya muak adalah tiba-tiba benaknya terasa sakit ketika membayangkan Edwin bercumbu dengan wanita lain.
“Astaga, aku minta maaf. Berikan nomor rekeningmu. Aku akan melunasinya sekarang. Berapa total semuanya? Bagaimana kau bisa sampai ke sini?” cecar Edwin seraya berjalan melewati Elle. Dalam hati Elle terus mengumpat. Ia bertanya-tanya berapa banyak wanita yang sudah tidur dengannya sehingga Edwin bahkan tidak mengenalinya.
“Aku mengancam mereka.” Elle berjalan di belakang Edwin. Pria itu berjalan menuju nakas, mencari ponselnya. Berbeda dengan Edwin. Elle memilih duduk di sofa. Ia akan menunggu sampai Edwin benar-benar sadar akan kehadirannya.
“Ini memalukan.” Edwin melepas kemejanya dan membuangnya asal. “Aku belum pernah meninggalkan wanita yang kutiduri tanpa membayaar mereka. Aku minta maaf, sepertinya kemarin aku sedang berhalusinasi.” Cerocos Edwin.
Elle mendesah pelan. Ia mengikuti gaya Edwin dengan melepas jaket kulit berwarna hitamnya. Di sana, bra berwarna merah muda dari Victoria Secreet membalut buah dadanya dengan sempuarna. Elle mengambil gelas wine yang ia yakini milik Edwin kemudian menuang botol yang masih berisi separuh ke dalam gelasnya. Wanita itu meneguk wine hingga tandas. Tenggrorokannyan terasa terbakar seketika.
“Berapa banyak wanita yang kau tiduri?” tanya Elle seraya menahan sesak di dadanya.
“Bisakah kau berhenti bertanya? Aku sedang fokus mencari ponselku.” Edwin mengaduk isi laci, mencari ponselnya, tetapi kali ini ia gagal mendapatkan benda tersebut.
“Kau tidak perlu membayarku.” Elle menyandarkan punggungnya di sofa. “Aku ke sini untuk menagih janjimu.” Wanita itu berjalan menghampiri Edwin. Ia bisa melihat punggung Edwin menegang karenanya.
“Menagih?” tanya Edwin seraya berbalik. Tatapan mereka beradu. Saat itu juga Edwin sadar kalau yang saat ini berjalan menghampirinya bukan Laura atau wanita yang mengaku belum dibayar atas jasa menghangatkan ranjangnya, melainkan Elleonara.
“Apa yang kau lakukan di sini!” bibir Edwin berkedut saat melontarkan pertanyaan tersebut. Ia sama sekali tidak menyangka melihat Elle di kamarnya.
“Menagih janjimu. Kenapa kau tidak datang?” tanya Elle dengan suara begetar. Elle memang mengharapkan kehadiran Edwin di rumahnya. Namun sepertinya pria itu tidak peduli dengannya.
Dari jarak sedekat itu, Edwin bisa merasakan kekecewaan yang sangat besar menggelayut di benak Elle. Ia tidak habis pikir, wanita itu justru datang mendatanginya saat ia dengan sengaja menghindariElle.
“Aku tidak ingin merusak hari bahagiamu.” Jawab Edwin seraya berbalik. “Aku akan menyuruh bodygaurdku mengantrmu pulang. Keluargamu pasti mencarimu. Aku mau mandi.”
“Edwin!” Elle berseru keras. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengannya. Elle tidak suka Edwin mengabaikannya.
Edwin menghentikan langkahnya. Situasi mereka membingungkan. Elle akan menjadi seorang ratu di kerajaannya. Wanita itu juga akan menjadi istri dari calon raja belanda. “Apa yang kauinginkan? Jika kau menginginkan alat canggih itu, aku berjanji akan mengirimnya dua hari dari sekarang. Besok aku akan kembali ke New York. Pekerjaanku sudah selesai di sini.”
“Bagaimana jika aku menginginkan benda itu sekarang juga?” kekeuh Elle. Suaranya semakin bergetar mendengar Edwin akan pergi meninggalkannya.
“Aku akan memberikan milikku padamu.” Edwin berusaha keras mengabaikan nada suara Elle yang menyayat hatinya. Ia terus berjalan menuju kamar mandi. Sesampainya di sana, Edwin segera menutup pintu dan berkata. “Pulanglah, Elle. Tempatmu bukan di sini.” ucap pria itu tegas.
Jika Elle adalah wanita yang menjunjung tinggi rasa kehormatannya, mungkin detik itu juga ia akan melangkahkan kakinya dari kamar Edwin dan berlari keluar, kembali ke keluarganya. Sayangnya, ia bukan wanita yang seperti itu. Elle terkenal ceroboh, dan kali ini ia akan mempertahankan kecerobohannya demi mendapat balasan dari Edwin. Entah balasan yang seperti apa yang dia inginkan. Elle hanya ingin bersama Edwin lagi. Bukan Rafe atau orang lain.
Maka, yang ia lakukan adalah bersandar di pintu kamar mandi. Menunggu hingga Edwin selesai mandi dan mencoba berbicara dengan pria itu.
Setengah jam kemudian, pintu terbuka. Elle yang tidak tahu gerakan mendadak itu tiba-tiba limbung ke belakang. Untung saja Edwin sempat memegang tubuhnya sehingga ia tidak terjungkal ke lantai kamar mandi yang licin. Elle merasakan dinginnya kulit Edwin, serta hawa panas yang tiba-tiba membakar kulitnya. Edwin berdiri di sana, memeganginya dari belakang. Dada pria itu tampak seperti biasa, berotot dan sedikit berlulu. Elle meneguk salivanya kasar.
“Kau masih di sini?” tanya Edwin ketus.
Entah apa yang membuat Elle kehilangan kata-katanya, wanita itu hanya mengangguk singkat. Berusaha menegakkan punggungnya dengan dibantu Edwin, Elle mencekeram bagian bawah handuk Edwin sehingga benda berwarna putih yang melilit di pinggang Edwin meluncur ke bawah.
Baik Edwin maupun Elle berusaha keras untuk mengambil handuk yang hampir terjatuh itu. Namun lagi-lagi karena kecerobohan mereka berdua, handuk tersebut justru semakin meluncur ke bawah dan basah kuyup. Kini, Edwin berdiri membelakangi Elle tanpa mengenakan sehelai kain pun.
Elle menegang melihat tubuh bagian belakang Edwin. Punggung tegap dan berotot itu terpampang jelas di hadapannya. Elle ragu ia mengingat bagaimana mereka menghabiskan semalam suntuk untuk memiliki satu sama lain. Malam itu Elle memang tidak memperhatikan bagaimana sempurnanya tubu polos Edwin. Elle hanya menikmat apa yang diberikan Edwin kepadanya. Tidak lebih.
Elle memuutar tubuhnya, berusaha mengalihkan pandangangannya dari tubuh polos Edwin. “Aku akan mengambil handuk baru. Di mana kau meletakkannya?” tanya Elle mencoba tenang.
Sebaliknya, Edwin yang merasa kesal karena kecelakaan kecil itu justru melarang Elle pergi. “Aku bisa mengambilnya sendiri.” Edwin berbalik. Ia mendapati Elle berhenti kaku dan membelakanginya.
“Aku curiga kau sengaja melakukannya.” Edwin berjalan menuju lemari tempat menyimpan handuk baru.
Mendengar nada ejekan dari suara Edwin, Elle hampir berbalik dan menatap pria itu dengan mata tajamnya. Namun yang dilihatnya justru Edwin berjalan melewatinya. Berjalan tanpa busana seolah pria itu sedang berjalan di depan kamera yang siap membidik tubuhnya dengan berbagai gaya bak seorang model. Elle mengerang pelan.
“Apa maksudmu?” tanya Elle kesal.
“Kau ingin melihatku seperti ini?” tanya Edwin seraya berbalik sehingga Elle dapat melihat tubuh bagiannya depannya dengan jelas.
Reflek, Elle menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Dari dalam buku-buku jarinya, suaranya keluar begitu saja dan hanya terdengar samar di telinga Edwin. “Ed, apa yang kau lakukan!”
“Apa?” Edwin terkekeh melihat tingkah lucu Elle.
“Pakai bajumu!” teriak Elle lagi.
“Aku kehilangan handukku karena dirimu, dasar ceroboh!” sindir Edwin yang langsung membuat Elle seperti dipukul dengan palu yang sangat besar.
Elle membuka matanya. Memindahkan kedua tangan itu dari wajahnya dan menatap Edwin dengan tatapan kebencian. “Oh, kau menyalahkan aku?” Elle maju satu langkah. “Baiklah, aku memang ceroboh. Kau menyuruhku untuk pulang? Baiklah, aku akan pulang. Selamat tinggal, Edwin.”
Dengan dada sesak karena untuk ke sekian kalinya ada yang memanggilnya ceroboh, Elle bergegas mengambil jaket dan memakainya. Wanita itu kesulitan menarik resletingnya karena pandangannya mulai mengabur. Air mata memenuhi pelupuk matanya. Elle kembali teringat dengan semua orang yang memanggilnya Si Putri Ceroboh. Bagaimana kedua orang tuanya selalu memarahinya dan tidak pernah memberinya pilihan. Elle menyerah dan mengumpat karena ia tidak bisa menarik resleting sialan itu.
Melihat air mata Elle meluncur di pipinya, Edwin segera beranjak mendekati wanita itu, mencoba bertanya ada apa dengan Elle? Apa dia melakukan kesalahan hingga wanita itu menangis? Perasaannya mulai mengatakan memang ada yang tidak beres dengan kata-katanya. Edwin merain tangan Elle dan berkata. “Ada apa?”
Dengan siap, Elle mengibaskan tangan Edwin. “Lepaskan aku.” Ia mengusap air matanya kasar.
“Kau mau kemana?” tanya Edwin mulai khawatir.
“Pulang.”
“Tidak. Ada apa? Kau marah padaku? Apa karena aku membicarakan wanita lain? Apa karena aku tidak mengenalimu? Atau karena apa? Baiklah aku minta maaf, Elle. Jelaskan padaku di mana letak kesalahanku. Aku tahu aku bajingan, tapi kumohon jangan pergi.” Cecar Edwin dengan nada panik.
“Lepaskan aku, Ed.” Ucap Elle tegas seolah tidak mendengar deretan pertanyaan Edwin.
“Tidak. Katakan apa salahku!” Edwin berkeras.
“Kau tidak punya salah.” Lagi, Elle mengusap air mata dengan punggung tangannya. “Sekarang biarkan aku pergi.”
Edwin menelan salivanya kasar. Ia bahkan belum tahu apa yang salah dengan ucapannya. Bagaimana Elle bisa sampai ke hotelnya, bagaimana acara pertunangan wanita itu dan masih banyak lagi. Edwin tidak akan sanggup melihat kepergian Elle. Hal itu pasti akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan di benaknya.
“Aku minta maaf, Elle.” Edwin meraih tangan Elle lagi. Berusaha menggenggam lebih erat.
“Kau tidak punya salah.” Elle mencoba berbicara dengan lancar meskipun sesuatu tertahan di tenggorokannya.
“Kalau begitu jangan pergi.” Ingin sekali rasanya saat itu Edwin memiliki ancaman yang tepat untuk menahan Elle di sisinya. Namun sialnya, ia sama sekali tidak memiliki ancaman atau sejenisnya.
“Let me go.”
Mendengar nada kecewa dalam suara Elle, Edwin tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi. Ia semakin menarik tangan Elle mendekat dan memeluk wanita itu dari belakang. Edwin menenggelamkan wajahnya di bahu Elle dan berkata. “Don’t go. I need you.”

Bình Luận Sách (43)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    09/08

      0
  • avatar
    Siti nur azizah009

    luar biasa

    25/07

      0
  • avatar
    Silla fardyanNay

    good

    03/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất