logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 7. Liku-Liku Luka

Luka menahan tangis yang rasanya ingin buncah meraung-raung. Tapi radsa itu ditahannya. Ia terdiam taanpa bicara. Yang ia ingin sekarang ini adalah cepat sampai dan ingin membasuh tubuhnya dengan leluasa. Ia merasakan tubuhnya kotor dan menjijikan.
Tuhan...kenapa ini harus terjadi padanya? Dalam keadaan tidak sadar semua yang dipertahankannya lantak seketika. Dan itu dilakukan oleh lelaki yang dikenalinya sebagia pelanggan pub dan salah seorang lelaki yang ia percayai.
Luka tak menyangka Dewa akan memperlakukannya sekeji ini. Ternyata laki-laki semuanya sama. Hanya memanfaatkan perempuan lemah atau ketika berada dalam keadaan lemah.
Itulah yang membuat Luka benci dan selalu ingin menjadi perempuan kuat hingga tak bisa diremehkan laki-laki.
Tapi malam ini, dalam keadaan yang tidak sadar semua yang dipertahankannya runtuh sudah. Tiba-tiba ia menyesal kenapa ia membiarkan dirinya lalaai dan mempercayai bahwa Dewa salah seorang lelaki yang bisa dijaikan teman, hingga Luka mau menerima kebaikan ketika Dewa selalu menawarkan tumpangan untuk pulang. Hingga malam jahanam ini, Luka percaya saja ketika Dewa mengajaknya mampir ngopi di café itu.
Tadinya Luka juga ingin melepaskan semua kejenuhan, sedikit bersantai dan membebaskan semua perasaan yang menghimpit dan bertumpuk. Kalau saja Ia tetap mengendalikan perasaannya, mungkin semua ini tak akan terjadi. Mungkin ia tak akan bertemu Dewa. Mungkin lelaki itu tak akan menyeretnya dalam keadaan ngantuk dan tak sadar entah pengaruh apa, ke bungalow di belakang café itu. Dan ...peristiwa itu tak akan terjadi.
Kejahatan Dewa tidak sepenuhnya kesalahannya. Ada moment dan kesempatan. Mungkin Dewa juga tak sengaja melakukannya. Bagaimanapun, Dewa normal. Ia merasa sudah lama tertarik pada Luka dan mencari-cari kesempatan untuk mendapatkan Luka apapun caranya. Dan parahnya, Luka lalai hingga ia terpedaya. Perempuan yang biasanya seperti macan betina itu sudah seperti macan tak berdaya yang lemas kena kerangkeng.
“Kenapa cuma diam? Kamu lagi mengingat bagaimana rasanya tadi?” Dewa tiba-tiba bersuara. Dan omongan mengebalkannya itu tak ditanggapi oleh Luka.
Tapi laki-laki itu malah seperti yang sengaja meledeknya. Ia tertawa.
“Kamu pengen tahu bagaimana kamu berekspresi tadi? ...” tanyanya makin nakal.
“Heiii...kamu menggelinjang saat lidahku menggelitik semua bagian tubuhmu. Kamu mengerang...mengaduh...mendesahhh...” bisik Dewa diakhiri kekehannya.
Luka sudah gatal ingin menaboknya. Kurang ajar sekali Dewa.
“Diam terus? Nggak percaya? Sayang ya, aku nggak iseng memvidiokannya. Biar kamu percaya bahwa kamu menikmatinya!” kali ini omongan Dewa berhasil menggemingkan Luka.
Mata perempuan itu menatap Dewa tajam. Penuh kebencian. Tapi laki-laki itu malah membalas tatapnya sambil cengengesan.
“Kamu ...jahat!” Kaki Luka mendepak paha Dewa. Dewa mengaduh.
“Ehhh...kamu jangan kasar ya? Atau kamu mau aku melakukannya di mobil sekali lagi? Kali ini aku paksa beneran lho!” ancamnya sambil memelankan mobil.
Nafas Luka naik turun. Tapi mendengar ancaman Dewa ia terdiam tak berdaya.
Laki-laki itu ngakak. Kemudian menarik gasnya.
“Kamu takut kan? Takut apa takut ketagihan? Sudah lama kan Kamu nggak merasakannya? Atau, dibalik sikap sok alim kamu itu kamu mungkin sering mlakukannya dengan lelaki lain yang kamu pikat? Kamu tadi menikmatinya tahu!” lagi-lagi Dewa memanasi Luka.
Luka sudah ingin menangis…meraung… berteriak. Tapi ia diam saja menahan semuanya. Ia hanya ingin cepat keluar dari mobil si keparat ini. Dewa seperti lelaki shaiko yang tiba-tiuba saja berubah kejam dan menakutkan. Padahal Luka mempercayai dia karena dia terlihat kalem, cuek dan tidak pecicilan. Ada masalah apa dia dengannya? Kenapa sikap Dewa seperti sangat puas telah menghina kehormatannya?
“Santai saja Luka. Kamu kan sudah bukan perawan lagi. Kenapa harus marah sih? Lagipun, aku ini lelaki yang bertanggungjawab. Aku nggak mungkin berbuat begini jika taka da tujuan. Aku suka kamu daan aku ingin menjadi satu-satunya lelaki yang menjadi teman special untukmu. Sahabat yang peduli dan akan menyayangi kamu. Aku kesal karena penolakan dan sikap dingin kamu untuk menerimaa cinta dari aku. Padahal aku tulus. Coba, apa kamu juga nggak kejam? Wajar kalau kejam itu dibalas lagi dengan kekejaman? Ehh tapi aku nggak. Aku justru membalasnya dengan kenikmatan!” cerocos Dewa sambil tetap diakhiri tawa. Satu tangannya meraih kepala Luka. Mengelus kepalanya perlahan. Luka menepisnya dengan penuh rasa jijik.
Luka sudah benar-benar muak. Hatinya menahan semua kegeraman agar tak buncah dan menimbulkan celaka.
Untungnya mobil itu sudah sampai di jalan kecil menuju rumah kontrakannya. Luka menghela nafas begitu mobil belok memasuki jalan kecil itu.
Perempuan itu membetulkan letak duduknya. Membuka save belt. Begitu mobil berhenti dia langsung mngetuk pintu mobil karena terkunci otomatis.
“Buka...Dewa!” suaranya keras bernada perintah.
“Bentar dong sayang...” ngomong gitu tubuh Dewa mendekat dan ...kepala serta dada cowok itu mendesak ke tubuh Luka.
Perempuan itu sibuk mendorong dan blingsatan.
Tapi kepala Dewa malah makin menyorok ke wajahnya. Bahkan hembusan nafasnya terasa panas menyapu pipinya.
“Dewa...” Luka meronta.
Tapi bibirnya seketika diam karena tersumbat bibir Dewa. Lelaki itu memaksa memagut bibirnya. Luka gerapakan dan mencoba lepas. Sayangnya, mulut Dewa memagutnya keras. Lidah Dewa menyapu ke dalam rongga sementara bibirnya menghisap kuat bibir Luka.
Napas Luka tertahan seperti tercekik saja. Ia gerapakan tapi Dewa terus saja melancarkan aksi maksanya.
Luka pasrah dan hanya melindungi bagian dadanya dengan tangan. Ia merasakan nafas Dewa yang memburu. Dan...degup jantungnya terasa lebih cepat saat dadanya menempel di bahu Luka.
Aksi itu terhenti saat mendengar gerendel pagar seperti terbuka. Keduanya menggerubuk. Cengkeraman Dewa lepas. Seiring itu keduanya menggelosot dan tersadar.
Desi, teman satu rumah kontrakan Luka. Perempuan lincah berusia 30 itu dilihatnya sudah berdiri dan mengetuk pintu mobil.
Mata Luka melotot. Dengan isyarat ia menyuruh Dewa membuka pintu. Hatinya kalut dan panik. Sudah dipastikan, Desi yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri itu akan menginterogasi dan menyinyirinya karena pulang pagi diantar oleh laki-laki, pelanggan pub.
Tapi Dewa dengan tenang membuka kunci pintu. Dan membukanya. Ia sendiri membuka pintu kanan dan ikut turun dari mobil.
“Luka...darimana kamu? Pagi hari gini baru pulang?” begitu Luka keluar, Desi langsung menyambutnya dengan pertanyaan.
Luka mengerling kea rah Dewa yang Cuma nyengir-nyengir cuek.
“Abis jalan-jalan dulu ke Puncak Des. Di sana kan dingin, jadi kita semalaman diem di mobil, trus merayap pulang pas dini hri tadi. Macet. Sorry ya!” Jawab Dewa lancar.
Mata Desi mengerling pada Luka yang hanya terdiam dengan wajah terlihat lelah tak bergairah. Luka hanya balas menatap perempuan itu dengan tatap tak bertenaga. Saat ini ia hanya ingin cepat-cepat melesap ke kamar dan tenggelam bersama kesedihan yang hanya akan disimpannya dalam hati.
Luka tak ingin Desi tahu tentang kejadian semalam. Untuk itu tubuhnya berbalik, berbasa-basi pada Dewa.
“Aku masuk dulu, wa!” pamitnya dengan suara lemah.
“Iya, istirahat yang cukup ya. Ntar sore aku jemput untuk kerja…” Dewa mengangguk. Seulas senyum tersungging. Luka melihatnya seperti senyum jumawa.
“Nggak perlu. Ada mobil jemputan juga…” tolak Luka halus.
“Nggak apa-apa. Setelah ini, aku akan antar jemput kamu, Luka!” jawab Dewi keukeuh.
Luka ingin marah, ingin menjerit, menolak. Tapi itu tak dilakukannya. Dengan wajah masabodoh ia melangkahkan kaki, masuk ke dalam rumah.

Bình Luận Sách (39)

  • avatar
    TasidjawaRusni

    lelaki mencintai bunga

    27d

      0
  • avatar
    Tengker3Afgan

    mntp

    22/07

      0
  • avatar
    BaeAditia

    lanjutannya

    07/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất