logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

4. Aruna dan Syaira

Tidak secerah biasanya, Kini Syaira sering murung. Bukan berarti dia berhenti bersikap jahil, hanya saja banyak menghela nafas dibandingkan biasanya.
"Mau ke kantin nggak?" Tanya Eliya pada Syaira yang dibalas gelengan penolakan.
"Latihan berenang aja yu! bentar lagi kan ada ajang olimpiade," ajak Virly.
Syaira menolak juga.
"Eh, ditaman sekolah ada Burung bagus banget loh punya Pak Kuncoro." Kata Listy.
"Mm, Syaira nggak suka burung, ah." Tolak Syaira malas.
"Eh, Irene mana ya? Ah, kalau nggak salah dia diperpus bukan, sih?" Tanya Sofia.
"Iya bener, kayaknya tuh anak diperpus deh." Jawab Disya.
Lagi lagi Syaira cuma diam. Gadis itu sibuk memainkan kuku jarinya yang baru di Nail Arts.
"Syaira, kamu kenapa sih?" Tanya Eliya karena merasa aneh sama sahabatnya itu yang dari awal masuk kelas sudah banyak diam.
"Kenapa apa sih? Kalian yang kenapa, ngomong terus bikin pusing." Jawab Syaira asal.
Disya berdecak sebal. "Kamu kesel sama Irene ya kan?"
"Aku? Tiap hari juga kesel ko." Jawab Syaira.
"Ya terus kenapa sih kok aneh?" Tanya Listy.
"Mm, lagi pengen diam aja. Cape banyak tingkah." Jawab Syaira kalem, membuat kelima temannya merotasikan kedua matanya sebal.
Syaira murung itu sangat langka. Biasanya anak itu tidak mau diam, ada saja yang dia lakukan sampai bikin orang kesal. Tapi kalau diam kayak gini malah lebih bikin kesal sih, soalnya kayak bukan Syaira saja.
"Mau pergi dulu, ah," kata Syaira sambil berdiri dari duduknya.
"Mau kemana?" Tanya Listy.
"Mau nyari kodok di kolam, habis hujan'kan suka banyak kodok." jawab Syaira, sekenanya saja. Kemudian berlalu pergi.
"Mau disusul nggak, tuh?" Tanya Sofia.
"Biar aja dulu, ntar marah kalau kita ngikut." Jawab Disya.
Akhirnya mereka semua diam di kelas dengan kegiatan masing masing.
Sedikit pengetahuan, 30 menit mendekati waktu pulang, SMA Bhineka Satu memang membiarkan para Siswa-Siswinya beristirahat.
Syaira menghirup udara segar sehabis hujan. Gadis itu sudah sampai di kolam ikan yang lumayan luas.
Syaira membuka sepatunya begitu saja, kemudian masuk kedalam kolam ikan yang airnya hanya setinggi betis. Kodok-kodok yang dicarinya ada banyak, hinggap di daun yang meleber diatas kolam. Syaira tertawa bahagia. Sangat senang sekali.
"Lucunyaaa, wah ada satu, dua, tiga, empat ... wah ada lima! Loh, kok ada tujuh ya." Syaira berjalan pelan menuju salah satu patung yang ada di dekat kolam. Syaira melihat ada kodok yang berbeda dari yang dilihatnya tadi. Kodoknya lebih bagus.
Menarik.
"Syaira, apa-apaan, kok masuk kolam?" Itu Irene, baru selesai baca buku di dekat kolam ikan.
Syaira melihat Irene, seolah tidak peduli, Gadis itu kembali melanjutkan aktifitasnya.
"Lagi mau main sama kodok!" Jawab Syaira keras.
"Cuacanya lagi nggak bagus loh, Ra. Habis hujan. Kamu ntar sakit kalau main air." Kata Irene. Jujur Irene serius khawatir sebenarnya, karena Syaita itu memang seperti anak kecil yang kadang susah diberi tahu.
"Ya biarin aja! Suka-suka aku dong!" Bentak Syaira sebal.
Irene menunduk ketika dibentak kayak gitu.
Tiba tiba otak Syaira baru mencerna sesuatu. "Kamu khawatir ya sama aku?" Tanya Syaira dengan suara yang lebih ramah.
Irene awalnya cengo tapi kemudian mengangguk.
"Kalau gitu sini, kamu yang masuk kedalam kolam, terus ambil kodok itu buat aku!" Tunjuk Syaira pada kodok yang menurutnya paling bagus.
"Masuk? Ke kolam? Nggak deh Syaira, apalagi aku takut kodok." Jawaban Irene membuat Syaira semakin kesal.
"Iiih! Katanya khawatir, tapi kok gantiin aku ambil kodok malah nggak mau!" Syaira berjalan cepat menghampiri Irene kemudian menarik-narik lengannya agar masuk kedalam kolam. "Buruan masuk kesini! Buruan! Buruan Irene!"
"I-iya bentar aku copot sepatu dulu, bentar." Irene akhirnya mau tidak mau melepas sepatunya dan dengan berat hati masuk kedalam kolam ikan itu.
Seketika bulu kuduknya meremang saat air kolam menyapa kakinya.
"Nah gitu dong," Syaira tersenyum puas. "Sekarang sana ambil kodoknya!" Perintah Syaira.
"Iya," jawab Irene pelan. Irene berjalan perlahan ketempat kodok yang Syaira inginkan, dengan perasaan takut, tangan Irene berusaha menggapai kodok itu dengan perlahan.

Pelan, pelan, pelan dan "Waaaa!" Teriak Irene saat kodok yang Syaira inginkan itu loncat dan sempat mendarat keatas tubuhnya kemudian pergi.
"Mana? Mana? Mana? Dapat nggak?" tanya Syaira dengan antusias.
"Huhuhu jiji." Irene membersihkan noda air dibajunya yang sempat diinjak kodok tadi dengan jemarinya.
"Ih, mana kodoknya?!" Bentak Syaira.
"Kodoknya loncat Syaira, tadi kamu liatkan?"
"Kamu kok gitu, sih! nggak bener nangkepnya, ah, sebel!" Syaira mendorong tubuh Irene kencang hingga Irene terjatuh ke air kolam dan membuat bajunya basah.
"Aduh!"
"Gara-gara kamu kodoknya jadi kabur! Gara-gara kamu tahu! Salah kamu!" Teriakan Syaira bisa dibilang kencang sekali. Ingat, apapun yang diinginkannya harus bisa dia dapat. Meski hanya kodok liar di dalam kolam sekalipun.
"Ak-aku nggak sengaja." Irene sudah menekukkan wajahnya karena takut.
"Mana ada kayak gitu! Kamu pasti sengaja! Kamu tuh pengen bikin aku kesel'kan? Marah-marah kayak gini'kan?" tuduh Syaira sangat keras pada Irene. Wajah Syaira bahkan sudah memerah karena emosi, dengan kedua tangannya yang terkepal erat.
"Nggak Syaira, aku bener-bener nggak tau kalau kodoknya bakalan loncat dan kabur." Penjelasan yang sia-sia sepertinya karena nyatanya Syaira terlihat masih siap mengamuk.
"Kamu sengaja! Jahat! Cari lagi sampai ketemu! Cariin Ireeeene!" Syaira kini merengek hampir menangis. Memang menyebalkan tapi cukup membuat Irene juga tidak tega.
"Syaira—"
"Cari!" Lagi, Syaira mendorong tubuh Irene saat Gadis berkacamata itu akan berdiri dari jatuhnya, membuatnya kembali jatuh dan bajunya semakin basah.
"Jangan kayak gitu, Syaira!" Bentakan seseorang membuat makian yang akan keluar lagi dari mulut Syaira terhenti di udara.
Aruna Hardiastra.
Lelaki itu melihat hampir semua kejadian saat ia sedang bersenda gurau dengan teman segengnya di depan kelas, lalu tanpa pikir panjang menghampiri Syaira dan Irene.
Kini Lelaki tampan itu berdiri dengan kedua tangannya yang masuk ke dalam saku celana tidak jauh dari kolam. Memperhatikan kedua Gadis itu dengan wajah yang mengeras nan dingin.
"Berhenti Syaira, kamu sudah kelewatan." Tambah Aruna, kemudian membantu Irene berdiri dari jatuhnya, lalu memakaikan jaket miliknya yang sudah ia lepas pada Irene. "Kamu nggak apa-apa?" Tanya Syaira pada Irene yang dibalas gelengan kepalanya.
"Dia mengacau!" Teriak Syaira sambil menunjuk Irene.
Aruna mendengus kesal. "Kamu yang mengacau disini Syaira, harus diingat!" Ucap Aruna setengah berteriak.
"Aku nggak ngacau apapun kok! Kamu jangan so' tahu ya!" balas Syaira tak kalah keras dari Aruna.
"Kamu yang maksa Irene'kan? Kamu yang suruh dia ngikut maunya kamu, benar? Kamu yang dorong Irene sampai jatuh!" Aruna kembali berteriak.
Ya. Syaira akui itu memang kesalahan dirinya. Syaira sangat mengerti. Tapi gara-gara Irene'kan kodok yang diinginkannya kabur? Irene yang salah. Irene yang mengacaukan segalanya. Dan Aruna si tukang ikut campur sama sekali tidak membantu. Begitulah pikiran Syaira.
"Yaudah pergi sana! Kalian bikin aku tambah kesel!" Syaira membalikan tubuhnya menjadi membelakangi Irene dan Aruna. Kemudian Syaira kembali mencari kodok yang sangat disukainya tadi.
Itu tidak lepas dari pandangan Aruna.
"Kita ke UKS dulu." Aruna berjalan lebih dulu diikuti Irene dibelakangnya yang berjalan dengan tertatih.
"Aku nggak apa-apa, Aruna." Ucapan Irene membuat Aruna menatap wajahnya.
"Iya aku tahu, tapi seenggaknya kamu harus ganti bajumu." Kata Aruna.
Diam. Irene menurut dengan apa yang Aruna suruh. Terlebih dirinya merasa sangat jijik dengan bajunya yang kini bau kolam ikan.
Mereka berjalan beriringan. Setelah lima langkah, Aruna kembali menoleh ke belakang untuk melihat Syaira yang masih ada didalam kolam ikan. Masih nggak nyerah juga? Pikir Syaira kemudian, menatap Irene lagi dengan wajah teduhnya.
"Sendirian bisa'kan?"
Irene mencerna perkataan itu. "Hm?"
"Kamu langsung ke UKS ganti baju, terus minum obat angin ya." Setelah berkata begitu, Aruna berbalik kembali. Pergi. Ketempat Syaira. Tanpa menoleh sedikitpun kearah Irene.
"Aruna, Jaketnya?" Pertanyaan yang tidak terjawab.
Irene paham. Tapi Irene berpikir seolah tidak paham karena memang dirinya tidak bisa menerima kalau Aruna lebih memilih menghampiri Syaira si gadis bar-bar.
"Ikutin apa kata Aruna, ke UKS. Ya, aku ke UKS aja." Ucap Irene pelan. Kemudian dirinya pergi berlalu. Tidak ingin melihat atau mendengar apa yang dilakukan oleh Aruna. Satu yang pasti dan membuat Irene spesial adalah Aruna masih memperhatikannya, peduli.
Sedangkan Syaira masih mencari kodok kesukaannya.
"Kamu dimana? Hey pangeran kodok! kamu kok ngilang, sih? Pangeran?" Begitulah kira kira panggilan Syaira.
"Yah, bener-bener hilang. Irene selalu nyebelin! Nangkep kodok aja nggak bisa! Ih, kesel banget!" Syaira melangkah ke setiap penjuru kolam, berharap menemukan kodok favoritnya.
"Aruna lagi pake ikut campur segala! Mereka berdua emang pasangan nyebelin! Cocok karena keduanya nyebelin." Ucap Syaira serampangan.
Syaira masih mencari kodok itu hingga bermenit-menit lamanya. Sampai kedua kakinya terasa kebas dan sedikit kaku. Roknya sudah hampir basah semua tapi dirinya belum mau menyerah.
Tiba-tiba ia berjengit kaget saat seseorang melempar tubuhnya dengan batu kerikil kecil.
"Aw!" Teriaknya.
"Masih nyari?"
Syaira merotasikan kedua matanya saat tahu pelaku yang melemparinya dengan batu.
"Ngapain kesini lagi? Udah, urusin Irene sana!"
"Apa kamu nggak sadar kalau kodoknya berubah jadi aku?"
".........."
"Tadi kamu bilang Pangeran kodok'kan? Ini pangeran kodoknya hadir." Mungkin Aruna berniat bercanda. Tapi meski sangat tampan dan percis Pangeran, jika minim ekspresi seperti Aruna itu membuat Syaira malas sekali lihatnya.
"Oy!" Teriak Aruna karena Syaira benar-benar mengabaikannya. "Syaira Janista."
Syaira tidak menggubris. Lebih tepatnya bersikap masa bodoh.
Aruna akhirnya memilih diam memperhatikan bagaimana Gadis itu berjalan kesana kemari mencari kodok.
Aruna berpikir sampai kapan Gadis itu akan bertahan didalam kolam air yang dingin itu?
Jawabannya entahlah.
Melihat seseorang yang sudah lama didamba dari jarak dekat begini, merupakan impian semua orang'kan?
Termasuk Aruna.
Aruna memperhatikan semua gerak-gerik Gadis itu lalu tersenyum sendiri. Syaira yang mengernyit, Syaira yang mencibir, Syaira yang tertawa pelan saat melihat ikan-ikan menghampiri kakinya, Syaira yang bersenandung, Syaira yang kini memucat— tunggu, wajah Gadis itu memucat, tangannya terlihat mengkerut dan menggigil.
Sesekali Gadis itu menggosok kedua tangannya, tanda kedinginan.
Ck! Sudah cukup.
Membuat Aruna berdecak kesal dan khawatir.
Tanpa aba-aba, Aruna masuk kedalam kolam. Tidak peduli dengan sepatunya, celananya bahkan bajunya ikut basah hanya untuk mencekal lengan Syaira kemudian menggendong Gadis itu dengan Bridal Style dalam satu kali tarikan.
"Aaa!" Teriak Syaira kaget. Syaira sempat menatap Aruna beberapa detik dan mencerna semuanya. Hingga kemudian mereka saling tatap satu sama lain.
"Kamu masih disini?! Ish, apaan sih! Turunin aku sekarang!"
"Nggak."
"Iiiih, turunin aku sekarang juga, Aruna!" Teriak Syaira dengan manja ciri khasnya.
"Nggak mau, kamu bandel sih, malah main air habis hujan, ntar kamu sakit tahu. Kamu mau kodok? Ntar aku beliin yang banyak buat kamu." Kata-kata Aruna berhasil membuat Syaira makin sebal. Beli kodok? Butuh waktu!
"Nggak mau! Aku mau nyari sendiri, ih!"
Aruna melotot dengan pandangan yang cukup menusuk mata Syaira.
"Nyari sendiri? Dengan kondisi kayak gini? Kamu nyari mati!"
Syaira memejamkan matanya saat Aruna membentaknya. Kemudian Gadis itu memajukan bibirnya tanda kesal.
"Ngga usah so' peduli." Kata Syaira pelan.
"Kalau bukan aku siapa lagi yang peduli? Temen geng kamu? Mana sekarang merekanya? Ha?"
Syaira lagi lagi diam.
"Jangan kayak gini lagi. Untung ada aku yang lihat. Orang lain belum tentu peduli." Lanjut Aruna.
Melihat bagaimana jemari tangan Syaira mengkerut, Aruna dengan inisiatif meniup perlahan jemari lentik itu.
"Kamu alay tahu." Kata Syaira sambil nunduk. Sebenarnya Syaira malu dan bingung mesti gimana.
Ini mereka masih dikolam ikan dengan posisi Aruna yang masih gendong Syaira.
"Terserah apa kata kamu, sekarang kita pulang ya, aku antar kamu ke rumah." Aruna mulai melangkah keluar kolam membuat tangan Syaira meremas baju Aruna karena takut jatuh.
"Nggak mau! Kamu jangan so' kenal sama aku ya! Dan aku bukan Irene kekasih kamu! Aku Syaira."
Aruna pura-pura tidak mendengar. Hanya meneruskan jalan saja.
"Kamu denger ngga sih! Kamu budeg ya? Aku minta turunin, loh! Aruna!" Syaira berteriak sambil menggerakan tubuhnya untuk terlepas dari gendongan Aruna.
"Diam atau aku lempar kamu sampai 10 meter." Berhasil. Ancaman plus pelototan yang Aruna lakukan berhasil membuat Syaira mengernyit lalu diam.
"Kamu berisik, katanya calon perebut. Tapi aku dekati duluan malah ngerengek ketakutan." Cibir Aruna.
"Aku bercanda bilang rebut kamu. Kamu tau arti bercanda?"
Aruna mengangkat bahunya acuh.
"Aruna ih!"
"Apa Syaira sayang?"
"Aruna turunin!"
"Nanti pas udah sampai rumah kamu."
"Kamu nggak akan tahu rumah aku, kita ngga saling kenal ya, harus kamu inget! Kita nggak saling kenal!"
"Aku kenal kamu."
"Aku nggak kenal kamu!"
"Yaudah kenalan dulu ya. Aku Aruna Hardiastra, cowok ganteng ketua geng Best boy yang famous."
"Aruna!"
"Iya panggil aku kayak gitu."
"Turunin hiks, turun Aruna ... hiks hiks." Ini Syaira tahap kesalnya sudah diambang batas hingga akhirnya ia menangis sesegukan. Kodok yang disukainya kabur, kesal pada Irene, lalu Aruna yang menyebalkan. Sangat menguras emosi bukan?
Aruna menghentikan langkahnya sebentar. Aruna melihat Syaira yang menangis dengan kedua tangan yang menutupi wajah cantiknya.
"Ssst, jangan nangis." Ucap Aruna dengan lirih.
Jpreet jpreett
Hampir semua yang melihat adegan itu mengambil foto mereka, berada di Lobby utama Sekolah yang pasti ramai saat waktunya pulang, membuat mereka menjadi pusat perhatian. Ini momen langka bukan? Kapan lagi melihat Pangeran tampan tanpa logika dan Princess Syaira mesra kayak gitu.
Padahal mesra apanya ya? Yang ada Aruna cuma diam saja memperhatikan Syaira yang masih nangis.
Tak lama kemudian mobil milik keluarga Aruna sampai di hadapannya. Sang sopir turun untuk membukakan pintu lalu Aruna masuk ke dalamnya beserta Syaira yang masih dia gendong.
Tontonan gratis itu berakhir saat mobil milik keluarga Aruna melesat pergi.
Benar-benar kejadian yang tidak terduga.
Geng Princess cool dan geng Best boy cuma bisa menghela nafas sambil geleng-geleng kepala.
Mereka sebenarnya ngintip dari kejadian dikolam ikan. Tapi masing-masing menahan diri untuk ikut campur.
"Temen kalian tuh pemaksa." Kata Eliya kepada geng Best boy yang berdiri di Lobby utama, tidak jauh dari geng Princess cool berdiri menunggu jemputan pulang.
"Idih, apaan, temen kalian yang mancing Aruna kami." Kata Rangga.
"Iya, tapi teman kalian terlalu berlebihan, bisakan lebih manusiawi." cerca Listy.
"Seperti teman kalian sudah manusiawi aja." Ucap Erik disertai senyuman sinis miliknya.
"Jangan ngatain Syaira ya!" Bentak Sofia.
"Teman kalian alay, main air demi caper sama Aruna, lalu merengek nangis kayak gitu." Kata Dimas.
"Syaira nggak akan nangis kalau nggak dipaksa kayak gitu, tau!" Kata Virly tidak lupa mengibaskan rambut panjangnya.
"Hahh, mereka berdua yang sama-sama aneh. Biar aja mereka pdkt dengan caranya," Timpal Daren, membuat yang lain mengangguk setuju. "Lagipula jarang juga lihat Aruna kayak gitu." Lanjutnya.
Bayu mendengus tanpa ada yang mengerti kenapa. Rangga, Rio dan Erik tersenyum usil saja sambil sesekali menatap Daren. Sepertinya hanya Daren yang tidak mengerti apa yang terjadi dimasa lalu.
Lagipula menyatukan kisah masa lalu yang belum karam, bukankah ini yang terbaik?

Bình Luận Sách (30)

  • avatar
    Meysin

    Syukak bangettt🥰

    17/07

      0
  • avatar
    Sisca Siscallist

    menarik

    10/07

      0
  • avatar
    ErnawatiVera

    cerita nya sangat keren

    11/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất