logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

7. Alasan Marsha menjauhi Ririy

Ririy berpapasan dengan Marsha ketika hendak masuk ke kamarnya sepulang dari kuliah. Ia merasa amat sedih juga bingung karna Marsha tidak menyapanya, bahkan tidak melihatnya. Entahlah apa Marsha tidak menyukai Ririy?, Atau karna Marsha yang membiyai separuh biaya dari pengobatan Ririy. Tapi itu tak mungkin. Ibunya sendiri bilang kaalu Marsha memaksa ingin membiayai separuh biaya pengobatan epilepsi Ririy dengan gajinya.
Sempat terlintas hal buruk difikirannya. Namun ia menepis fikiran itu jauh-jauh. Ririy meyakinkan diri, pasti ada sebab mengapa Marsha selalu mendiamkannya.
Ririy menggigit bibir bawahnya lalu masuk kedalam kamar kecilnya yang rapi itu. Mengambil laptop dan hendak mengeblat gambaran yang tadi ia selesaikan di bukunya. Ah, tidak bisa! Ririy mulai merasa terganggu dengan sikap Marsha selama ini. Ia sudah mati-matian untuk selalu menahan agar tak pernah mempermasalahkan hal itu dan menganggap bahwa Marsha memang kakak yang cuek. Sejujurnya Ririy sedikit tak percaya hal itu, karna ia pernah melihat kakaknya bercanda ria dengan tawa yang renyah ketika bersama teman-temannya di sebuah kafe.
Ririy menutup laptopnya kembali. Ia ingin pergi ke kamar Marsha dan mengobrol sepatah dua patah.
"Ya benar! Aku harus melakukannya lagi!" seru Ririy yang tak mau menyerah agar bisa mengobrol ria bersama kakaknya seperti seorang adik lainnya.
Mengentuk pintu kamar Marsha perlaha-lahan, Ririy sedikit mengerinyit ketika Marsha membukakan pintu untuknya. Pasalnya mata Marsha terlihat sembab seolah habis menangis.
"Maaf mengganggu," kata Ririy membalikkan badannya dan mengurungkan niat untuk mengajak kakaknya berbincang.
"Nggak mengganggu kok Riy, ayo masuk," kata Marsha sambil tersenyum. Hey, itu adalah kalimat panjang pertama yang Marsha lontarkan pada Ririy. Ririy amat bahagia mendengarnya, ia menahan kegembiaraanya yang meledak dengan senyuman formal yang jarang sekali kakak beradik lakukan.
Ririy masuk kedalam kamar Marsha. Kamarnya sedikit berantakan, beberapa kertas berserakan dimana-mana. Ini memang bukan pertamakalinya Ririy masuk kedalam kamar Marsha, Ririy pernah beberapakali disuruh ibunya merapikan kamar Marsha ketika Marsha harus begadang dikantornya. Tapi yang kali ini luar biasa menurutnya, ini bukan ibunya yang menyuruh masuk kedalam kamar kakaknya, tapi Marsha sendiri!.
"Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Masrha, obrolan mereka selalu singkat dan formal. Riry berfikir untuk beberapa menit.
"Kak, maaf mungkin kakak tidak suka dengan pertanyaanku, tapi aku tidak mungkin hidup dengan penasaran dan perasangka buruk pada kakak. Kak, aku ini sangat sayang pada kakak, dan ingin mengobrol denganmu, tapi kenapa kakak selalu menghindariku?" Ririy sedikit bergetar ketika mengucapkannya.
Marsha memalingkan wajahnya. "Kalau tidak ada yang lain, kamu boleh pergi," katanya lalu menghempaskan tubuhnya kekasur dan mengabaikan adiknya lagi.
"Kak Marsha,"
"Ririy, aku mau istirahat! Kamu tidak lihat?" Marsha sedikit mengeraskan intonasinya.
"Iya maaf kak, maaf menganggu, terimakasih untuk waktunya," kata Ririy, suaranya terdengar amat sedih. Bahkan Marsha dapat meraskannya.
Ririy membuka pintu kamar marsha untu keluar,
"Riiry," Marsha memanggilnya. Ririy berbalik dan melihat Marsha. Kini mata Marsha berkaca-kaca sudah siap untuk menangis lagi. Ririy merasa begitu sedih melihatnya.
'kakak pasti menahan semua kesedihannya sendiri,' pekiknya dalam hati.
"Bisa duduk disni?" kata marsha setelah duduk dan menyuruh Ririy duduk diranjang disampingnya.
"Maaf, mungkin aku begitu amat jahat, mendiamkanmu dari dulu. Tapi aku memang sebetulnya sangat jahat," kini Marsha benar-benar menangis. Ririy mengangkat tangan kanannya, ingin menepuk pundak sang kakak, namun akhirnya ia mengurungkannya.
"Aku yakin, setelah aku menceritakan ini padamu, kamu pasti membenciku Riy,"
"Aku tidak akan membencimu kak!" kata Ririy tegas. Marsha memandang Ririy, ia mengetahui kata-kata adiknya yang sungguh.
Marsha mengusap air matanya dan menarik nafas cukup panjang. "Kamu menderita epilepsi itu karna aku," dan marsha kembali tak sanggup menahan air matanya. Ia menutup wajahnya dengan dua tangannya.
Ririy menyipitkan mata, berusha menahan agar air matanya tak menetes. Hatinya begitu hancur. Bukan karna Marsha penyebab epilepsi Ririy ada. Namun karna penyesalan dan rasa bersalah Marsha yang ia pikul sendiri dan bahkan sampai menghalanginya untuk menyapa si adik. Ririy meraskaan betapa amat sedih dan rasa penyesalan itu menghantui kakaknya. Dan itu ia pendamkan sendirian!. Ririy tak bisa membayangkan bagaimana batin kakaknya tersiksa.
"Aku hancur ketika melihatmu kambuh, kenapa aku tidak mati saja ketika kamu belum lahir, sehingga aku tidak akan meminta menggendongmu waktu usia 3 bulan itu dan menjatuhkanmu dari tangga." Marsha terisak, air matanya turun begitu deras. Ririy ingin sekali memeluknya, namun Marsha berdiri ketika Ririy meletakkan tangannya dipundak sang kakak.
"Maafkan aku Ririy, maafkan aku, aku benar-benar minta maaf. Ibu memang melarang ku untuk menceritakan ini padamu, tapi kamu harus tahu," Marsha membelakangi Ririy, ia tak sanggup lagi melihat mata adiknya. Marsha sudah bersiap-siap menerima amarah dan cacian dari Ririy.
Sedang Ririy tak tahu kalimat apa yang bisa meredam rasa penyesalan Marsha yang begitu dalam. Bahkan Ririy merasa kalau penyakit epilepsi Ririy yang begitu menyakitkan bukan apa-apa dibanding dengan penyesalan Marsha yang ia pendam sendirian.
"Kakak, itu bagian dari taqdir. Lagi pula kakak masih anak-anak bukan?" Ririy berdiri mendekati Marsha.
"Iya memang, tapi aku sangat keterlaluan! Aku dulu anak kecil yang ceroboh," Marsha masih belum berhenti menangis.
"Sudahlah kak, lagi pula in syaa Allah aku akan sembuh juga, tak perlu menyesali yang telah terjadi. Hey aku benar-benar sudah cukup membaik," Ririy akhirnya berani memeluk kakaknya. Marsha menangis dipelukan adiknya, ia mengeratkan pelukan Ririy.
"Maafkan aku Ririy, maafkan aku, kamu menderita seperti ini karna salahku. Tapi sungguh aku sangat menyayangimu"
"Tidak kak, kakak yang lebih menderita karna memendamkan perasaan kakak sendirian. Padahal itu memang sudah taqdir. Lagipula bukankah penyakit itu pahalanya juga besar kak?" Marsha melepaskan pelukan adiknya. Ia terisak lagi karna terharu.
"Aku pikir kamu akan membenciku karna menyebabkan epilepsi mu ada,"
"Kakak, sudah cukup. Aku mungkin akan mengira kakak membenciku jika kakak mendiamiku seumur hidup," kata Ririy lalu memeluk kakaknya, Marshapun mengeratkan pelukan Ririy. Suasana kamar menjadi sendu dan haru.
"Terimakasih banyak Ririy, terimakasih dan maaf," Marsha tak tahu lagi harus bilang apa lagi, kecuali dua kata itu. Ia benar-benar bersyukur memiliki adik seperti Ririy yang mudah memaafkan.
"Aku yang terimakasih kakak sudah menceritakannya padaku sehingga aku tidak dihantui rasa penasaran dan berburuk sangka. Ternyata kakak benar-benar menyayangiku," jawab Ririy.
"Ririy, Agustine sudah datang tuh, kamu ditunggu diruang tamu" kata ibu Ririy yang berjalan dan mengetok kamar Ririy.
"Eh tadi kan aku dengar suaranya Ririy,"
"Iya bu, aku di kamar kak Marsha," Ririy membuka pintu kamar Marsha yang bersebelahan dengan kamar Ririy. Ibu Ririy tersenyum. 'mereka sudah akur ternyata, Alhamdulillah,' batinnya senang. Bu April begitu amat terharu juga sangat senang melihat Marsha yang juga ikut keluar bersama Ririy dari kamarnya. Ekspresi dan gerik mereka sudah bersahabat bukan formal seperti biasanya.
"Ok, aku aku kesana dulu ya bu, kak," kata Ririy lalu beranjak menuju ruang tamu.
"Agustine...." Ririy memeluk sahabatnya dengan erat.
"Seperti tidak lama bertemu saja, pakai peluk erat, pasti lagi happy yaa? Karna Steven mau datang, iyakan?" tebak Agustine sok tahu, padahal sebenarnya Ririy senang prihal kakaknya tadi. Pertanyaan dan keganjalan dihatinya selama ini sudah terjawab.
"Tau tidak, aku dan kak Marsha sudah dekat loh, tadi kita ngobrol bareng," Ririy berbisik. Agustine memelototkan matanya sambil tersenyum memperlihatkan giginya.
"Serius?, ah syukurlah!" kata Agustine turut bahagia. Ririy tersenyum lebar melihat ekspresi Agsutine yang begitu bahagia tatkala ia menceritakannnya. Ririy tahu Agustine juga sangat menyayangi Ririy.

Bình Luận Sách (28)

  • avatar
    Yohanes panda Baso

    Gilla bagus sekali cerita nya makasih

    21d

      0
  • avatar
    Rifal Rifal

    keren banget

    25/06

      0
  • avatar
    MeiCahyaning

    bgs

    17/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất