logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 3. Dia, Kembali

"Udah gak sayang sama nyawa lagi, lo?" tanya Garrick pada laki-laki dihadapannya.
Kini Antaris, Garrick, Arrion, Ander, Alfio dan anggota geng Adler lainnya sedang berada di salah satu gang yang sepi sambil berhadapan dengan musuh bebuyutan geng Adler. Geng Horas yang di ketuai oleh Arnold Delvin Daniyal.
Arnold, selaku ketua dari geng Horas hanya tersenyum menyeringai sambil menatap remeh satu persatu anggota inti geng Adler tanpa menjawab pertanyaan dari Garrick.
"Kenapa diem lo? Bisu? Pasti ibu lo nyesel banget ya udah ngelahirin anak kayak lo? Ups." Alfio menutup mulutnya kemudian tertawa.
Emosi Arnold mulai terpancing saat mendengar nama ibunya dibawa-bawa. Ia paling tidak suka kepada orang yang selalu membawa-bawa nama ibunya ke dalam masalahnya. Arnold mengepalkan kedua tangannya erat. Matanya mengkilat penuh amarah.
"Gak usah bawa-bawa ibu gue, anjing!" Setelah mengatakan itu, Alfio langsung memukul wajah Alfio dengan kuat, membuat Alfio meringis kesakitan.
Antaris yang melihat Alfio dipukul pun langsung mengepalkan kedua tangannya erat. Kemudian membalas pukulan Arnold tak kalah kuatnya membuat sudut bibir Arnold sedikit robek dan berdarah akibat pukulan Antaris.
Arnold yang mendapatkan pukulan secara tiba-tiba dari Antaris pun tubuhnya sempat oleng jika saja kakinya tidak langsung menahan keseimbangan tubuhnya. Matanya menatap tajam ke arah Antaris kemudian tangannya terangkat berniat untuk memukul Antaris, tetapi, dengan cepat Antaris menghindar.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Perkelahian terjadi antara geng Adler dan geng Horas. Para anggota geng Adler terus saja memukul lawannya dengan kuat membuat lawannya beberapa kali tumbang.
Begitupun dengan Antaris. Ia terus saja memukul Arnold tanpa ampun. Arnold menjatuhkan tubuhnya diatas tanah saat dirinya tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Antaris dengan sigap menindih tubuh Arnold kemudian kembali memukul Arnold tanpa perlawanan.
Bugh! Bugh! Bugh!
Dilain sisi, Arrion terus saja memukul lawannya tanpa ampun. Pukulannya berhenti saat ia mendengar suara sirine polisi. Arrion menajamkan kembali pendengaran nya. Dan benar saja, itu suara sirine polisi!
Arrion melihat ke arah Antaris yang memukul Arnold yang telah lemas tak berdaya. Kemudian, ia menghampiri Antaris.
"Woi Ris, udah anjing! Entar anak orang bisa mati!" Antaris tidak menggubris ucapan Arrion. Ia terus saja memukul Arnold bak orang kesetanan.
Arrion geram, ia langsung saja memukul pipi kiri Antaris membuat Antaris menoleh ke arahnya dengan tatapan tajamnya.
"Cabut sekarang. Ada polisi. Lo gak mau 'kan kalau ditangkap polisi?" tanya Arrion dingin.
Antaris tidak menjawab pertanyaan Arrion, ia langsung saja pergi membuat Arrion mendengus kasar.
Drrtt ... Drrtt ...
Lamunan laki-laki itu seketika buyar setelah mendengar dering ponselnya. Ia langsung menekan tombol warna hijau setelah melihat nama di layar ponselnya.
[ Gimana? Apa ada informasi penting? ] tanya laki-laki itu pada lawan bicaranya.
[ Untuk sekarang tidak ada bos. Tetapi, gue akan terus pantau dia. ]
[ Jika ada informasi penting, langsung hubungin gue! ]
[ Siap bos! ]
Tut!
Laki-laki itu mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Kemudian ia melempar ponselnya ke atas tempat tidurnya. Kedua tangannya mengepal erat dengan tatapan tajamnya.
"Antaris Alvaro Adriano." Ada jeda sebentar. "Gara-gara lo gue pernah kehilangan nyawa gue. Dan, gara-gara lo juga keluarga gue hancur, bangsat!"
Laki-laki itu memukul tembok yang berada di sampingnya dengan kuat membuat buku-buku jarinya mengeluarkan darah segar.
Kemudian laki-laki itu menyeringai. "Tunggu pembalasan dari gue, Antaris Alvaro Adriano!"
* * *
"Abang," panggil Cyrinda dari arah dapur.
Antaris yang sedang menonton televisi dengan Ananta, langsung menoleh ke arah Cyrinda yang baru saja memanggil nya.
"Ada apa, Mah?" tanya Antaris.
"Kesini dulu bang." Antaris bangkit dari duduknya kemudian melangkah menghampiri Cyrinda.
"Ada apa, Mah?" tanya Antaris sekali lagi.
"Ini sayang, garam sama gula udah habis. Tolong kamu beliin ya?" Antaris mengangguk kemudian mengulurkan tangannya ke hadapan Cyrinda.
"Uangnya mana, mah?" tanya Antaris. Cyrinda mengambil uang satu lembar warna merah dari sakunya kemudian memberikannya kepada Antaris.
"Cepetan ya sayang, soalnya Mama mau masak."
Antaris mengangguk. "Iya, Mah." Setelahnya, ia mulai melangkahkan kakinya menuju keluar rumahnya.
"Abang, mau ke mana?" tanya Ananta saat melihat Antaris yang berjalan ke arah luar rumah. Antaris menoleh.
"Ke supermarket," jawab Antaris. Ananta langsung berlari kecil ke arah Antaris.
"Nanta ikut dong, Bang," pinta Ananta yang dibalas anggukan kepala oleh Antaris.
"Ayo." Antaris menuntun adiknya ke arah garasi mobil nya.
"Kamu tunggu dulu disini, Abang mau ngambil mobil dulu." Ananta mengangguk.
"Ayo masuk," ucap Antaris setelah mengambil mobilnya kemudian membuka pintu mobil agar Ananta lebih mudah untuk masuk ke dalam mobil.
Ananta mengangguk, kemudian memasuki mobil Abangnya dan duduk di kursi samping kemudi.
"Abang, putel lagu pelangi-pelangi dong," pinta Ananta. Antaris mengangguk. Setelah itu terdengar lirik lagu yang berjudul pelangi.
Sebelum menjalankan mobilnya, Antaris sempat melihat ke arah adiknya yang sedang bersenandung kecil kemudian ia tersenyum tipis. Antaris mulai melajukan mobilnya ke arah supermarket. Setelah sampai di Supermarket, Antaris memarkirkan mobilnya di parkiran. Antaris dan Ananta mulai turun dari mobil, kemudian masuk ke dalam Supermarket.
"Bang, pengen beli beng-beng dong," pinta Ananta yang dibalas anggukan oleh Antaris.
"Ambil." Ananta mengangguk senang kemudian ia mengambil satu kotak beng-beng. Sedangkan Antaris, ia mengambil garam dan gula pesanan mamanya.
"Udah, Dek?" tanya Antaris yang dibalas anggukan oleh Ananta.
"Gak mau jajan lagi, Dek?"
"Nggak, Bang."
"Yaudah yuk ke kasir," ajak Antaris sambil berjalan beriringan dengan adiknya ke arah kasir.
"Berapa?" tanya Antaris dengan wajah datarnya setelah belanjaannya dihitung.
"Tiga puluh ribu mas," jawab Mbak kasir sambil senyum-senyum tidak jelas.
Antaris mengangguk, kemudian ia memberikan satu lembar uang berwarna merah yang langsung diambil oleh Mbak kasir.
"Ini mas kembaliannya," ucap Mbak kasir sambil memberikan satu lembar uang berwarna biru dan satu lembar uang berwarna hijau. Antaris menerimanya.
"Mas," panggil mbak kasir membuat Antaris mengangkat satu alisnya seolah berkata 'apa'
Antaris dapat melihat si mbak kasir itu sedang senyum-senyum tidak jelas sambil beberapa kali mengedipkan sebelah matanya ke arahnya membuat Antaris merinding di tempatnya.
"Boleh minta nomor What'sApp-nya gak, Mas?" tanya Mbak kasir sambil senyum malu-malu.
Antaris tidak menjawab, ia hanya menatap tajam mbak kasir membuat mbak kasir itu menundukkan kepalanya takut.
"Bang, mbak kasil tadi kenapa ngedip-ngedip in matanya?" tanya Ananta sambil berjalan beriringan menuju mobil mereka yang terparkir di parkiran.
"Lagi cacingan kali, Dek," balas Antaris acuh, yang langsung dibalas anggukan oleh Ananta.
"Hai, Ris," sapa seorang laki-laki membuat raut wajah Antaris berubah menjadi datar dengan tatapannya yang berubah menjadi dingin.
"Gimana kabar lo?" tanya laki-laki itu lagi. Antaris tidak menjawab, ia hanya menatap tajam ke arah laki-laki di hadapannya.
"Ini adek lo, ya? Lucu juga." Laki-laki itu hendak menyentuh pipi Ananta, namun Ananta segera bersembunyi di belakang tubuh Antaris.
"Jangan pernah sentuh adik gue, bangsat!" ucap Antaris penuh penekanan membuat laki-laki dihadapannya terkekeh. Laki-laki itu mendekatkan dirinya ke arah Antaris kemudian membisikkan sesuatu.
"Tunggu pembalasan dari gue, sialan!" bisik laki-laki itu penuh penekanan kemudian pergi meninggalkan Antaris yang sudah mengepalkan kedua tangannya erat.

Bình Luận Sách (136)

  • avatar
    LovelyGraziella

    bagus bangett ceritanya cepetan update bab terbaru kak!!ga sabar bangett apalagi dibuat jadi novel beuh pasti laris

    25/08/2022

      0
  • avatar
    SilvaManoel

    e daora

    1d

      0
  • avatar
    SyahFirman

    udah

    21d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất