logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 6

Sinta hendak berjalan ke kamar mandi, di tengah jalan ia melihat ada seorang wanita yang sedang menggendong bayi. Sinta berjalan dan mengintip bayi dan wanita tersebut sambil tersenyum di balik kaca.
"Andai aku bisa mempunyai anak seperti dia, mungkin aku tidak akan seperti ini," gumam Sinta. Tak terasa air matanya mulai mengalir di pipinya.
Sinta yang mengetahui hal itu langsung menghapusnya. Rama datang menghampiri Sinta dan menepuk bahunya. Sinta menoleh.
"Rama, aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya sedang---" Sinta terdiam saat Rama memeluknya.
"Tenang, semua akan baik-baik saja. Daripada kau terus mengeluh seperti ini, lebih baik kita berdoa pada Allah agar ia memberi kita anak yang lebih baik dan mendoakan anak kita supaya dia bisa tenang di sana," nasihat Rama sambil mengelus kepala Sinta.
Sinta hanya diam dan tersenyum kecil.
5 hari kemudian....
Sinta sudah mulai membaik kondisinya dan ia boleh pulang hari ini.
Saat di rumah, semua berusaha menenangkan Sinta atas kejadian kemarin malam. Kecuali Farah, ia terus bersikap dingin pada Sinta karena ia tidak bisa memiliki keturunan.
Malam hari...
"Ini silahkan dimakan, Bu," ujar Sinta sambil menaruh makanan di mangkuk Farah. Farah hanya diam.
"Aku sudah kenyang," tolak Farah kemudian beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan keluarga yang sedang makan malam.
Rangga yang melihat perilaku Farah yang tidak pada Sinta menghampirinya dan menegur istrinya tersebut.
"Farah, apapun yang kau lakukan tadi itu salah. Kau seharusnya tidak bersikap dingin pada Sinta, karena apa yang terjadi itu adalah kehendak Allah. Sinta tidak bersalah, karena anaknya meninggal bukan karena aborsi, tapi karena kecelakaan," jelas Rangga. Farah hanya terdiam.
"Pokoknya aku tidak peduli. Dia diagnosis tidak bisa hamil lagi dan tidak bisa memberi kita keturunan."
"Tapi bagaimanapun kekurangan yang ia miliki, kita harus tetap menyayanginya karena Sinta sudah tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini kecuali Rama dan kita. Sinta sudah menjadi menantu kita, bahkan dia sudah seperti putri kita sendiri. Maka kita sebagai orang tua tetap bersikap peduli dan tetap menyayanginya apa adanya."
"Terserah kau, aku tidak peduli."
Rangga hanya diam dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Diam-diam Sinta mendengar percakapan Rangga dan Farah. Ia merasa sedih, hatinya terluka bagai ditusuk seribu duri. Sinta pun berlari ke kamar dan menangis.
Dia melihat boneka beruang yang ia beli bersama Rama dan memeluknya dengan erat.
"Maafkan ibu, Nak. Gara-gara kecerobohan ibu, kamu yang jadi korban. Seandainya waktu bisa diputar kembali, lebih baik aku yang tiada," gumam Sinta sambil meneteskan air matanya.
"Hush, kau ini bicara apa? Apa kau tahu ucapan mu tadi membuat hatiku terluka?!" tegur Rama sambil berjalan menghampiri Sinta. Sinta hanya diam menatap Rama. Rama duduk di sampingnya.
"Dengar, kita tidak boleh putus asa, meskipun kita gagal menjadi orang tua bukan berarti itu adalah akhir dari segalanya. Sekarang kita harus belajar mengikhlaskan apa yang sudah terjadi, dan belajar memulai kehidupan baru," jelas Rama. Sinta tersenyum kecil. Rama memeluk Sinta dan berusaha menenangkannya.
"Bagaimana kalau kita berpura-pura?"
"Maksudmu?"
"Aku jadi anak dan kau ibunya, bagaimana?" usul Rama. Sinta tersenyum menggelengkan kepalanya kecil.
"Baiklah ibu, anakmu ini sangat mengantuk, tapi tidak bisa tidur," keluh Rama. Ia berbaring di pangkuan Sinta.
"Bagaimana bisa? Apa kau ingin ibu menyanyikan lagu agar kau bisa tidur pulas?" tanya Sinta sambil mengelus rambut Rama. Rama tersenyum.
"Tentu saja. Tolong nyanyikan lagu yang indah, Mom. Aku ingin dengar." Sinta tersenyum dan menyanyikan sebuah lagu untuk Rama. Tidak lama kemudian Rama tertidur pulas dan Sinta pun memejamkan matanya.
Keesokan paginya, hari ini adalah hari ibu.
Sinta sedang memasak makanan di dapur untuk sarapan. Tiba-tiba Rama datang dan memeluk Sinta dengan penuh kasih sayang.
"Selamat hari Ibu," ucapnya. Sinta diam dan tersenyum.
"Biasanya anak akan memberikan setangkai bunga sebagai hadiah untuk ibu mereka di hari ibu," ujar Rama.
"Dan kau?"
"Tapi aku hanya bisa memberi mu sebuah pelukan yang hangat dan penuh cinta," ucap Rama. Sinta tersenyum.
"Oh ya, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat yang sangat indah, aku yakin kau pasti akan menyukainya."
"Oh ya?" Rama tersenyum.
"Tentu."
"Sudah nanti lagi ngobrolnya, sekarang mari sarapan," ajak Rangga yang datang.
"Baik ayah."..
Siang hari, Rama berniat mengajak Sinta berkunjung di panti asuhan dan bermain dengan anak-anak yang ada di sana.
Sinta memandangi jalanan di balik kaca dengan lesu.
"Rama, kau mau mengajakku ke mana sih sebenarnya?" tanya Sinta. Rama hanya diam sambil tersenyum.
"Sudahlah, nanti kau juga tahu sendiri," jawab Rama singkat. Sinta mengembuskan napasnya.
"Hufh."
30 menit kemudian....
Mereka sudah tiba di panti asuhan. Rama dan Sinta keluar dari mobil.
Seorang anak perempuan datang menghampiri Rama.
"Hai kak, apa kabar? Naya pikir kakak sudah melupakan Naya," ujar Naya sambil menunduk.
"Halo juga manis, maaf kakak kemarin sibuk jadi tidak bisa main ke sini," jawab Rama.
"Oh ya! Nih kakak bawa apa?" Rama mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
"Cokelat!" ujar Naya lalu memakan cokelat yang Rama berikan.
"Kak, dia siapa?"
"Dia kak Sinta."
Sinta berlutut di depan Naya.
"Hai cantik, kenalin nama kakak adalah kak Sinta, kalau adik siapa?" tanya Sinta.
"Naya," jawab Naya singkat dengan wajah polosnya. Sinta tersenyum.
"Nama yang indah," puji Sinta. Naya tersenyum.
"Kakak juga terlihat cantik. Ngomong-ngomong selamat hari Ibu, Kak!'' ucap Naya sambil memberikan setangkai bunga mawar pada Sinta. Sinta tersenyum.
"Terimakasih."
Meskipun hari ibu dirayakan dengan sederhana, namun Sinta tetap bahagia karena ia bisa menghabiskan waktu bersama anak-anak dan bermain bersama mereka.
Keesokan harinya, Farah masih kesal dan tetap bersikap dingin pada Sinta karena tidak bisa memberinya cucu. Ia bahkan meminta Rama untuk meninggalkan Sinta dan menikah lagi dengan gadis yang lebih baik dari Sinta. Namun hal ini ditolak mentah-mentah oleh Rama.
"Aku tidak akan pernah meninggalkan Sinta apalagi menceraikannya, hanya karena ia tidak bisa memberi ku anak!'' jelas Rama dengan nada tinggi.
Farah menghampiri Rama.
"Tapi Nak?''
"Sejak dulu ibu tahu bukan kalau aku hanya mencintai satu wanita di dunia ini," ujar Rama.
"Dan itu adalah Sinta," lanjutnya. Farah terdiam.
"Terserah ibu, mau berkata buruk tentang Sinta. Aku tidak akan pernah meninggalkannya," pungkas Rama. Ia lalu pergi meninggalkan kamar Farah.
Sinta sedang memasak di dapur. Rama menghampirinya.
"Selamat pagi," sapa Rama. Sinta tersenyum.
"Pagi."
"Kau memasak apa? Sepertinya sangat enak!" Sinta menggelengkan kepalanya.
"Hanya ikan bakar."
"Oh, bolehkah aku membantumu? Istriku?" pinta Rama. Sinta memandangi Rama dan menggeleng.
"Tidak."
"Baiklah, kalau aku tidak boleh membantu istriku, aku akan membantu cintaku ini memasak." Rama memotong wortel dan berdiri di samping Sinta. Sinta hanya diam sambil tersenyum memandangi Rama.
Sementara itu, Nora izin tidak bekerja lagi karena harus merawat ibunya yang sakit di desa.
"Baiklah, aku mengizinkanmu pulang ke desa. Dan semoga ibumu segera sembuh," ujar Rangga. Nora tersenyum.
"Terimakasih, pak."
"Dengan senang hati."
"Kalau begitu saya permisi," pamit Nora lalu pergi keluar meninggalkan ruangan Rangga.
Malam hari, Rama sedang melihat kalender. Besok hari ulang tahun Sinta, dan Rama ingin memberinya kejutan.
Keesokan paginya, Rama mengajak Sinta jalan-jalan di taman. Tiba-tiba, saat Sinta sedang melihat bunga, Rama menghilang.
"Di mana Rama?" Sinta berusaha mencari Rama di sekitar taman namun tidak ada. Tiba-tiba terdengar suara musik. Sinta menghampiri sumber suara tersebut. Dia melihat Rama sedang bermain piano dan bernyanyi:
happy birthday to your beloved
My dear, like a star in the sky that illuminates my dark heart
May you always be happy.
happy birthday, Sinta.
Sinta tersenyum menghampiri Rama.
"Ada apa?"
"Hanya iseng bernyanyi, tidak boleh?" Sinta memutar mata malas.
"Tidak, aku hanya bercanda. Aku tadi hanya ingin memberimu kejutan di hari ulang tahun mu, bagaimana apa kau suka?"
"Sangat suka. Semua hiasan balon-balon, bunga mawar yang indah dan berwarna-warni dan lagu yang kau nyanyikan indah sekali. Aku menyukainya," ucap Sinta. Rama tersenyum.
"Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun," ucap Rama.
"Semoga kau selalu bahagia dan diberi rezeki yang halal oleh Allah," lanjutnya. Sinta tersenyum.
"Bukan aku, tapi kita. Terimakasih doanya."
"Sama-sama."
Malam hari....
"Sinta, apa kau baik-baik saja?" tanya Rangga saat makan malam.
"Iya, kenapa memangnya?" Rangga menggeleng.
"Tidak. Tadi salah satu karyawan ayah izin pulang ke desanya. Jadi ayah ingin kau bekerja di kantor menggantikan karyawan ayah, lagipula ini hanya sementara, jika kau tidak keberatan?" pinta Rangga.
"Aku tidak keberatan. Masalahnya adalah aku tidak berpengalaman kerja di kantor," jawab Sinta. Rama tersenyum. Ia merangkul Sinta.
"Tenang saja, aku bisa membantumu. Nanti akan ku ajarkan caranya bekerja dengan baik dan benar," kata Rama. Sinta tersenyum.
"Terimakasih."
"Jadi kau bersedia bekerja di kantor?" tanya Rangga. Sinta mengangguk.
"Iya, Ayah."

Bình Luận Sách (24)

  • avatar
    HabibahNurul

    bagus

    05/07

      0
  • avatar
    PutriNanda

    keren

    05/07

      0
  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Best

    02/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất