logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 5

Sinta terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam menunjukkan pukul 07.00 WIB.
"Oh ya ampun! Bagaimana aku bisa kesiangan? Aku kan harus memasak makanan untuk sarapan," kata Sinta pada dirinya sendiri.
Saat akan beranjak dari kasur, Rama datang sambil membawa sup kemudian duduk.
"Selamat pagi! Kau mau ke mana?"
"Memasak untuk sarapan. Apalagi?" Rama tersenyum. Ia menarik tangan Sinta sehingga membuatnya tidak sengaja duduk di pangkuannya. Rama memandang Sinta.
"Apa kau lupa, Dokter kan pernah bilang kau harus istirahat."
"Iya, tapi?"
"Dengar, mulai sekarang biar ibu yang memasak dan aku yang akan melayanimu,'' kata Rama. Sinta membulatkan matanya.
"Maksudmu aku harus jadi menantu dan istri durhaka, begitu?'' tanya Sinta. Rama tersenyum menggeleng.
"Kau itu jangan pura-pura bodoh ya. Aku melayanimu demi anak kita. Bukan kamu." Sinta menunduk.
"Hufh."
"Sekarang, ayo buka mulutmu. Akan kusuapi."
"Baiklah." Rama lalu menyuapi Sinta dengan penuh cinta.
Keesokan paginya, Rama dan sedang jalan-jalan di taman. Udara dan pemandangannya sejuk sehingga membuat nyaman.
Rama mengajak Sinta duduk di bangku sambil memandangi bunga yang ada di taman, serta beberapa anak kecil yang sedang bermain sepak bola.
Rama tersenyum.
"Sinta, jika seandainya kita punya anak, aku ingin dia bisa menjadi anak yang berbakat dan pintar." Sinta tersenyum.
"Eh aku salah," ucap Rama sembari menutup mulutnya. Sinta menatap Rama dengan bingung.
"Maksudku, aku ingin anak kita seperti aku, tampan dan cerdas," ujar Rama. Sinta menatap Rama dengan kesal.
"Apa katamu? Kau ingin anak kita jadi sepertimu? No...no...no! Dia harus cantik dan berbakat seperti ibunya," bantah Sinta sambil tersenyum.
"Lagipula kamu sekarang jadi gemuk karena banyak makan. Aku tidak mau anakku nanti susah jalan gara-gara terlalu gemuk. Makanya dia harus sepertiku," lanjutnya.
"Tidak, dia harus sepertiku. Bayangkan, kalau kita punya anak laki-laki yang cerdas dan suka bermain sepak bola. Karena bersemangat, tanpa disengaja bolanya memecahkan kaca jendela," kata Rama sambil tersenyum dan memegang tangan Sinta. Sinta menatap Rama.
"Apa? Kau ingin anak kita nakal?" tanya Sinta. Rama menggeleng.
"Tidak."
"Dengar, pokoknya dia harus sepertiku."
"Seperti ku!"
"Seperti ku!" Mereka terus saja berdebat. Tiba-tiba Sinta menunduk. Rama merangkul Sinta.
"Baiklah, jika seandainya anak kita tidak mirip dengan kita. Aku harap dia bisa jadi anak shalih yang selalu menghormati orang tuanya, serta cerdas dan berbakat," ujar Rama. Sinta tersenyum. Ia memeluk Rama.
Keesokan paginya, Sinta memakan makanannya dengan lesu.
"Apa yang kau lakukan? Makan dengan benar. Kau ingin anak kita nanti sakit?'' tegur Rama ketika sarapan. Sinta menggeleng.
"Aku tidak mau makan ini. Aku maunya makan ayam!" jelas Sinta. Rama membulatkan matanya.
"Dengar, ibu sudah susah-susah masak, hargain dong."
"Kamu lupa ya, Rama?" Sinta tersenyum.
"Apa maksudmu?''
"Maksudku, kamu kan bilang kalau selama aku hamil, kamu akan melayaniku dan menuruti keinginanku?'' jelas Sinta.
Rama meletakkan telapak tangannya di dahinya.
"Oh tidak, matilah aku," gumam Rama.
"Tenang. Selama aku masih bersamamu, tidak akan terjadi sesuatu. Kau akan baik-baik saja," kata Sinta sambil mengelus punggung Rama. Rama hanya menatap Sinta dengan kesal kemudian menunduk.
"Hufh."
"Baiklah, aku akan membelikan mu ayam goreng yang kau suka." Sinta tersenyum senang.
"Yeay! Terimakasih Sayang. Kau memang suami terbaik di dunia," ucap Sinta sambil merangkul Rama. Semua terkekeh.
"Jangan GR dulu, aku melakukan ini semua demi baby kita," ujar Rama. Sinta tersenyum.
"Makasih Papa!" Rama tersenyum.
Mereka lalu pergi ke restoran dan Rama pun memesan ayam untuk Sinta.
Sementara itu, Sinta sedang duduk menunggu Rama sambil meminum segelas teh.
"Ini makananmu," ujar Rama sambil menaruh sepiring nasi ayam di meja. Sinta tersenyum.
"Terimakasih Daddy."
"Jangan panggil Daddy. Itu terlalu lebay."
"Ya sudah. Terimakasih Sayang!"
"Itu juga." Sinta memandang Rama dengan heran.
"Apa?"
"Lebih lebay." Sinta memutar matanya malas dan kembali makan. Rama menunduk. Sinta yang melihat hal itu pun bertanya, "Ada apa?"
"Tidak," jawab Rama singkat. Sinta tersenyum.
"Oh jadi papa lapar ya? Sini mama suapin." Sinta mengamati sesendok nasi dan hendak menyuapi Rama. Rama hanya diam dan menatap malas Sinta. "Aku tidak lapar."
"Emm baiklah, kalau tidak lapar kau pasti haus. Nah, ini teh untukmu." Rama hanya diam.
"Oh ya ampun! Aku lupa kau tidak suka minuman manis, maaf ya." Rama tersenyum.
"Tidak masalah."
"Oh ya, kalau haus pesan saja air putih. Lihat, di sana ada banyak yang jual," kata Sinta sambil menunjuk pedagang minuman dan makanan ringan.
"Emm."
Sementara itu, Farah sedang berbelanja di pasar.
"Pak, tolong ambilkan wortel itu," pintanya pada pak pedagang. Pedagang itupun memberikan wortelnya pada Farah.
"Hai Farah!" sapa seorang wanita yang baru datang dia adalah teman Farah. Namanya Naura. Farah tersenyum.
"Hai juga. Naura, apa kabar?"
"Alhamdulillah baik. Bagaimana denganmu? Akan lihat kau begitu senang?" tanya Naura. Farah tersenyum.
"Itu karena..." Farah menceritakan semuanya pada Naura saat di perjalanan.
"Dan hal yang lebih membuatku bahagia adalah, sekarang menantuku sedang mengandung seorang bayi," jelas Farah. Naura tersenyum.
"Selamat ya. Aku turut bahagia," ucapnya.
"Terimakasih."
Keesokan paginya, Sinta pergi ke dapur. Di sana ada banyak sekali piring kotor di mana-mana. Sinta yang melihat dapur begitu kotor menjadi tidak nyaman. Ia pun berniat untuk mencuci piring.
"Ah, tidak ada salahnya aku mencuci. Lagipula ini tidak begitu berat. Dan ibu juga tidak akan kelelahan," gumam Sinta sambil mencuci piring. Tiba-tiba Farah datang.
"Eh apa yang kau lakukan? Kau itu harus istirahat. Jangan bekerja seperti ini, nanti kalau capek kan kasihan bayinya."
"Tapi ibu?"
"Iya Sinta. Lebih baik kau istirahat. Ayo sarapan," ajak Rama yang baru saja datang. Sinta menggeleng.
"Tidak Rama, aku harus---"
"Sudah. Aku itu suami kamu, jadi kau harus menuruti perintahku!" jelas Rama.
"Okay." Rama menarik tangan Sinta dan membantunya duduk di kursi di meja makan. Sinta tersenyum memandangi Rama, begitu pula sebaliknya.
"Sebentar ya Sayang, aku mau ambil makanan untukmu," kata Rama lalu pergi.
Tidak lama kemudian, ia kembali membawa sepiring nasi sayur.
"Nih silahkan dimakan. Setiap hari istri sudah memasak untuk keluarga, tapi hari ini kau harus belajar makan masakan suami," ujar Rama sambil menyuapi Sinta.
"Wah makanannya enak!" puji Sinta. Rama tersenyum.
"Siapa dulu? Rama.." Sinta terkekeh.
"Baiklah, kalau memang koki terbaik dan terhebat di dunia." Mereka tertawa bersama.
"Terimakasih. Oh ya Sinta, bagaimana jika nanti kita pergi berbelanja bersama?" Sinta tersenyum mengangguk.
"Tentu saja."
Siang hari, Rama dan Sinta pergi berbelanja di toko busana untuk membeli pakaian untuk anak mereka. Di sana ada banyak sekali pakaian anak-anak mulai dari pakaian bayi bergambar beruang yang berwarna biru, hijau, dan kuning. Setelah membelikan pakaian, mereka memutuskan untuk pulang. Namun di tengah jalan, Rama melihat ada boneka beruang berwarna cokelat berukuran besar terlihat sangat menarik dibalik kaca.
Rama memandangi Sinta.
"Sinta, aku lupa kalau aku ingin membeli boneka."
"Apa? Kau tidak lihat berapa uang yang kita punya? Kita tadi sudah belanja banyak sekali. Dan mungkin boneka itu mahal harganya," tolak Sinta. Rama tersenyum.
"Berapapun harganya, mau mahal atau murah, jika itu menyangkut kebahagiaan anakku, aku pasti akan berusaha mendapatkannya untuk diberikan kepada anakku tersayang," jelas Rama. Sinta hanya diam dan menggelengkan kepalanya.
"Jadi ayo kita beli boneka itu!" ajak Rama sambil menarik tangan Sinta.
Saat di toko boneka, Rama mencari boneka yang ia sukai.
"Nona, saya ingin membeli boneka ini, berapa harganya?" tanya Rama menunjukkan boneka tadi.
"Maaf tuan, itu tidak dijual.Tadi sudah ada yang memesannya."
"Apa? Kalau begitu cari kan aku berbeda yang lebih bagus dari ini," pinta Rama.
Pramuniaga itu menggeleng.
"Tidak ada tuan."
"Kenapa tidak bisa?" tanya Rama.
"Di sini kan banyak boneka?" timpal Sinta.
"Iya, tau tuh."
Tiba-tiba Dani datang dan melihat Rama bertengkar dengan pegawainya kemudian menghampiri mereka.
"Ada apa ini?''
"Ini pak, pelayan bapak ini tidak bisa bekerja dengan baik. Masa, suruh mencari boneka yang bagus saja tidak bisa?'' keluh Rama.
"Oh tenang pak, ini untukmu," kata Dani sambil memberikan boneka beruang berwarna biru. Meskipun kecil tapi ia terlihat bersih dan menarik. Rama tersenyum.
"Berapa harganya?"
"Enam puluh lima ribu." Rama membuka dompetnya, ternyata uangnya tinggal Rp. 50.000.
"Oh tidak."
"Ada apa tuan? Apa ada masalah?" tanya Dani. Rama memandanginya dengan ekspresi cemas.
"Mmmm.....sebenarnya, aku tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli boneka ini." Dani tersenyum.
"Tidak apa, ini untuk Anda. Saya memberinya dengan ikhlas."
"Tapi pak?"
"Baik, kau bisa membayarnya tiga puluh ribu," usul Dani. Rama tersenyum.
"Terima kasih pak!" ucap Rama.
"Dengan senang hati."
"Ayo sayang kita pergi." Rama dan Sinta lalu pergi meninggalkan Dani. Sedangkan Dani sibuk memikirkan Rama. Ia merasa pernah bertemu dengannya namun tidak tahu di mana tempatnya.
Tiba-tiba Dani ingat kalau Rama adalah temannya semasa SMP dulu. Dani pun berlari menghampirinya Rama dan Sinta.
"Tunggu!" Rama dan Sinta menoleh dan melihat Dani.
"Ada apa? Apa ada yang ketinggalan atau aku tadi kurang uangnya?" Dani menggeleng.
"Tidak, oh ya, kalau kalian tidak keberatan, apa saya boleh berbicara bersama kalian di sana?'' pinta Dani sambil menunjukkan bangku yang ada di bawah pohon rindang.
"Untuk apa?
"Ada hal penting yang ingin saya bicarakan."
"Baiklah kalau begitu." Mereka bertiga pergi dan duduk sambil bercerita. Dani pun mengatakan bahwa ia adalah teman Rama.
"Hai Dani! Ternyata kau jadi pengusaha sukses ya!" puji Sinta. Dani tersenyum.
"Alhamdulillah, berkat dukungan kalian dan kerja kerasku akhirnya aku bisa memiliki toko sendiri," jelas Dani. Sinta tersenyum.
"Oh ya, siapa anda?" tanya Dani pada Sinta.
"Dia istriku. Kemarin kami mendapat kabar baik," jawab Rama.
"Apa?"
"Dia sedang hamil, dan kami akan menjadi orang tua." Dani tersenyum.
"Selamat untuk kalian. Semoga kalian menjadi keluarga yang harmonis," do'a Dani.
Rama dan Sinta tersenyum.
"Terimakasih untuk doanya. Kami pergi dulu. Assalamualaikum," pamit Rama.
"Waalaikumusalam."
Malam hari, keluarga sedang berkumpul untuk makan malam, kecuali Sinta. Ia masih berada di kamar.
"Rama, di mana istrimu?" tanya Rangga.
"Dia masih di kamar."
"Cepat panggil dia. Jangan sampai dia telat makan!'' suruh Rangga.
"Baik ayah." Rama pergi menemui Sinta di kamar.
"Sinta, ayo makan!" ajak Rama.
"Iya sebentar. Nanti aku menyusul."
"Jangan nanti-nanti. Aku tidak mau bayi kita sakit cuma gara-gara telat makan."
"Baik, aku sedang merapikan pakaianku. Nanti aku ke sana."
"Okay, cepat ya!" Rama pergi kembali ke ruang makan.
Setelah merapikan pakaiannya, Sinta keluar dari kamar dan bergegas menuju ruang makan. Tiba-tiba, tanpa di sengaja, salah satu kaki Sinta terpeleset sehingga ia jatuh dari tangga.
Rama yang melihat hal itu pun langsung menghampiri Sinta dan menelepon ambulan.
Saat di rumah sakit, Rama berusaha menenangkan Sinta begitupula dengan keluarga.
"Tenang Sinta. Semua akan baik-baik saja, aku bersamamu, dan ayah, ibu, kakak semuanya juga ada di sini. Kau jangan takut," ujar Rama. Sinta hanya diam dan menatap Rama dengan lemas. Sinta lalu dimasukkan kedalam IGD oleh perawat. Sementara keluarga menunggunya di depan ruangan dan berdoa pada Allah agar Sinta baik-baik saja.
Beberapa jam berlalu, Dokter keluar. Rama menghampirinya.
"Bagaimana keadaan ibu dan bayi yang ada di kandungannya, Dok?'' tanya Rama. Pak dokter menunduk dan mengembuskan napasnya berat.
"Maaf tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan ibu dan bayinya." Suasana hening sejenak.
"Namun Allah berkata lain, istri anda mengalami keguguran," lanjut pak dokter.
Semua yang mendengar perkataan dokter tadi terkejut, terutama Rama.
Baru beberapa minggu mereka diberi kebahagiaan dengan anak yang dikandung Sinta. Namun sekarang kebahagiaan itu harus dikembalikan dengan cara yang menyakitkan seperti ini.
Rangga, Rama, Farah, dan Boy hanya menangis dalam diam.
Keesokan paginya, keluarga masih tertidur, kecuali Rama.
Seorang perawat datang menghampirinya.
"Permisi pak, istri anda sudah sadar dan anda sudah dan anda boleh menemuinya," ujar suster tersebut. Rama tersenyum kecil.
"Baik." Rama pergi menemui Sinta. Ia melihat Sinta sedang terbaring lemah dan ada perban yang ada di kepalanya.
Rama tersenyum memandanginya meskipun raut wajahnya terlihat khawatir.
"Hai, kenapa kau menangis?" tanya Sinta sambil mengusap air mata Rama.
"Tidak ada apa-apa."
"Jangan berbohong, kalau tidak ada masalah, kenapa kau terlihat takut dan cemas?" tanya Sinta sekali lagi. Rama menunduk. Ia menggenggam tangan Sinta dan mengembuskan napasnya berat.
"Sinta, anak yang kita sayangi dan kita impikan selama ini, harus kita---"
"Harus apa?"
"Kita harus mengikhlaskannya pergi. Walaupun itu sangat menyakitkan, tapi kita harus tetap bersabar. Karena aku yakin Allah pasti akan mengganti semua ini dengan yang lebih baik," ujar Rama. Sinta menatap Rama dengan bingung.
"Apa maksudmu? Apa kau bilang kalau aku mengalami keguguran?" tanya Sinta. Rama menarik napas dalam-dalam.
"Ya Sinta, tadi malam kau jatuh dari tangga dan bayi yang ada di kandunganmu mengalami benturan yang keras..." jelas Rama.
"Kemudian anak kita meninggal. Kau mengalami keguguran," lanjutnya.
Meskipun terasa berat mengatakan hal ini, namun ia juga tidak bisa berbohong dan berkata jujur pada Sinta.
Sinta yang mendengar perkataan Rama tertawa seakan sedang bercanda padanya.
"Ahahaha. Kau pasti bercanda kan?" Rama menggeleng.
"Aku serius, dan aku tahu bagaimana perasaanmu. Tapi kita harus bersabar."
"Tidak, aku tidak mungkin keguguran."
"Sinta, kau harus bersabar dan percaya pada Allah bahwa dia akan memberi kita anak yang lebih baik dan mendoakan bayi kita agar dia bisa tenang di alamnya," jelas Rama. Sinta menunduk, hatinya sakit sekali mengetahui anaknya meninggal. Namun mereka hanya bisa pasrah kepada Allah.
"Ya Allah, jika ini adalah kehendak-Mu, maka hamba mohon jagalah anak hamba di sana," doa Rama dan Sinta di dalam hatinya masing-masing.

Bình Luận Sách (24)

  • avatar
    HabibahNurul

    bagus

    05/07

      0
  • avatar
    PutriNanda

    keren

    05/07

      0
  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Best

    02/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất