logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 4 Janda dan Seorang Anak

"Baguslah, kalau begitu kalian kerjakan di rumah soal-soal di halaman 37 bagian B ya anak-anak," ucap Alfea.
"Di buku apa, Bu?"
"Nomor berapa saja, Bu?"
"Buat langkah-langkahnya tidak, Bu?"
"Kapan dikumpulnya, Bu?" tanya anak-anak bergantian.
Alfea tersenyum manis, memang selalu saja begitu. Walaupun mereka sebenarnya sudah paham harus dikerjakan di buku apa, nomor berapa, buat langkah-langkahnya atau jalannya atau tidak, dan kapan kumpulnya, tapi tetap saja mereka akan bertanya, begitulah anak-anak.
"Buat di buku PR, ya. Kan soalnya cuma ada 5, jadi kerjakan kelimanya ya. Tidak ada diskon," ujar Alfea terkekeh yang diikuti gelak tawa anak-anak. "Kan ibu selalu menekankan setiap mengerjakan soal matematika harus dibuat langkah-langkahnya. Tau tidak tujuannya?" tanya Alfea yang membuat anak-anak menggeleng. "Tujuannya biar kalian lebih paham dan ingat, tidak mudah lupa juga kecuali yang mengerjakannya orang tua atau kakak kalian. Maka sampai kapan pun kalian tidak akan pernah bisa mengerjakannya, terus kapan dikumpulnya? Ya pas ada mata pelajaran ibu lagi dong. Masa tugas matematika dari ibu, tapi dikumpulnya ke Pak Harris, guru pelajaran olahraga," ujar Alfea dengan mata memicing yang justru membuat anak-anak tertawa renyah.
"Ya sudah, sebelum kita pulang, kita baca doa bersama-sama ya anak-anak," ucap Alfea.
Lalu anak-anak pun mulai membaca doa bersama. Setelah itu, mereka maju satu per satu untuk bersalaman dan pamit pulang dengan Alfea. Setelah semua anak-anak pulang, Alfea kembali ke ruangannya untuk membereskan barang-barangnya, lalu ia pun berpamitan pada guru yang lainnya untuk pulang.
Alfea pulang dengan mengendarai mobil miliknya. Namun saat di lampu merah, mata Alfea menangkap seorang ibu-ibu mencoba menenangkan anak yang ada dalam gendongannya di sebuah halte bis. Balita itu terus menangis, membuat hati Alfea iba dan terketuk ingin membantu. Segera Alfea mencari tempat yang diperbolehkan untuk memarkir kendaraan roda empat miliknya. Setelah mobilnya terparkir sempurna, ia segera turun dan menghampiri wanita yang usianya sepertinya lebih muda dari dirinya.
"Assalamualaikum, Bu. Anaknya kenapa ya? Saya lihat dari sana kok menangis terus? Apa anak ibu sedang sakit?" tanya Alfea penasaran.
Wanita itu lantas menoleh, wajahnya kusam, rambutnya berantakan. Pipinya merah yang sepertinya terbakar panas matahari. Matanya pun sayu seperti kurang tidur.
"Wa'alaikumsalam," sahut wanita itu lirih. "Anak saya sedang demam, Bu. Dari semalam, tapi saya tidak punya uang untuk membawanya ke rumah sakit," lirih wanita itu membuat hati Alfea makin teriris.
"Kalau ibu mau, saya akan mengantarkan kalian ke rumah sakit. Kasihan anaknya kalau tidak cepat diobati," ujar Alfea iba.
"Tapi… Tapi saya tidak punya uang, Bu. Bagaimana cara saya membayarnya nanti?"
"Tidak perlu khawatirkan itu. Saya ikhlas membantu. Ayo ikut saya ke mobil!" ajak Alfea. Wanita itu terdiam, tampak menimbang sejenak. Alfea mengangguk seperti mengatakan tak perlu khawatir. Setelah itu, ia pun mengikuti langkah kaki Alfea menuju mobilnya. Wanita itu duduk sambil memangku sang putri yang masih betah menangis. Alfea menjalankan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Setelah tiba, ia langsung membawa wanita itu masuk ke rumah sakit dan meminta bantuan perawat untuk membawa balita itu ke ruangan perawatan.
Saat balita itu menjalani pemeriksaan, Alfea pun berkenalan dengan wanita itu.
"Oh ya, perkenalkan, nama saya Alfea," ujar Alfea seraya menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
"Ah, iya. Maaf, Bu. Saya lupa memperkenalkan diri. Nama Dilla, kalau anak saya tadi namanya Nara," ujar Dilla.
"Kenapa kalian panas-panasan di jalan? Atau, kalian mau menuju ke suatu tempat?" tanya Alfea yang sudah kadung penasaran.
"Kami diusir oleh keluarga mantan suami saya, Bu. Keluarga mantan suami saya memang dari awal tidak menyukai keberadaan saya. Jadi mereka selalu membuat fitnah agar suami saya benci pada saya. Puncaknya, suami saya benar-benar menceraikan saya dan keluarganya mengusir saya dari rumah kami," cerita Dilla.
"Astaghfirullah, ada ya orang kejam kayak gitu! Tidak kasihan sama anaknya sendiri," seru Alfea yang tak habis pikir pada keluarga mantan suami Dilla.
"Iya, Bu, padahal anak kami masih kecil. Dia butuh keluarga yang lengkap, tapi dengan teganya mereka membuat fitnah hingga suami saya benci pada anaknya sendiri dan mengusir kami."
"Kamu masih punya keluarga yang lain?"
Dilla menggeleng. "Orang tua saya sudah meninggal sejak lama, Bu. Saya tidak mempunyai keluarga yang lain di sini. Cuma ada paman di kampung, tapi kami tidak dekat," ujar Dilla.
"Jadi kamu tidak punya tempat tinggal? Atau, ada tempat yang bisa kamu datangi?" lagi-lagi Dilla menggeleng membuat hati Alfea teriris.
"Ya sudah, kalau kamu mau, pulang dari sini kamu ikut aku aja gimana? Kamu bisa bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah aku. Kebetulan asisten rumah tangga aku sedang pulang kampung. Kamu juga bisa tetap mengurus anak kamu di rumah. Apalagi kami belum punya anak, pasti rumah kami takkan terasa sepi lagi kalau Nara ada di rumah," ujar Alfea.
Dilla tersenyum lebar mendengar penawaran Alfea. Ia pun mengangguk antusias sebagai jawaban.
"Dilla mau, Mbak. Eh, tidak apa-apa kan kalau Dilla panggil Bu Alfea, Mbak?" tanya Dilla.
Alfea mengangguk seraya tersenyum.
"Boleh, tidak masalah," sahutnya. "Aku ke sana dulu ya, suami telepon," ujar Alfea lembut.
"Baik, Mbak," sahut Dilla.
Alfea pun pergi sedikit menjauh dari Dilla dan mengangkat panggilan dari sang suami.
"Assalamualaikum, Mas," ucap Alfea lembut.
"Wa'alaikumsalam, Sayang. Kamu lagi di mana, Sayang?" tanya sang suami, Aryan.
"Aku sedang di rumah sakit, Mas."
"Apa?! Rumah sakit? Kamu sakit, Fea? Kamu sakit apa? Rumah sakit mana?" cecar Aryan khawatir.
Alfea terkekeh mendengar nada kekhawatiran sang suami.
"Alfea tidak sakit kok, Mas. Bukan Fea yang sakit," ujarnya seraya tersenyum.
"Syukurlah, kamu bikin mas panik aja sih, Sayang," desah Aryan. "Jadi kamu ngapain di sana kalau nggak sakit? Atau, kamu..."
"Atau apa? Bukan aku yang berobat, Mas, tapi orang lain. Sewaktu pulang mengajar tadi, Fea lihat balita yang menangis terus, padahal sudah digendong ibunya. Jadi Fea turun karena kasihan. Ternyata anak itu sakit. Mereka enggak ada uang, enggak ada keluarga dan enggak ada tempat tinggal juga. Kasihan banget pokoknya, Mas. Jadi Fea bawa mereka ke rumah sakit. Sekarang anaknya, Nara sedang diperiksa, semoga dia enggak apa-apa ya, Mas. Oh ya, Mas, maaf belum sempat izin sama kamu. Rencananya Fea akan ajak mereka tinggal di rumah. Fea akan mempekerjakan Dilla sebagai ART, kan mbok Deno lagi pulang kampung. Gimana, Mas? Enggak apa-apa, kan?"
"Ya sudah, enggak apa-apa. Terserah kamu saja mana baiknya," sahut Aryan dengan senyum kecewa. Ia sempat berpikir Alfea pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kalau-kalau saja istrinya itu hamil. Tapi ternyata, semua itu hanya angan.

Bình Luận Sách (142)

  • avatar
    Mohd shukeriNorhidayu

    bagus

    07/07

      0
  • avatar
    MuharmanImam

    mantap. cuy

    26/06

      0
  • avatar
    Sri Hartati Partll

    suka

    08/06

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất