logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

6. Aku Belum Mati

Hadi terbaring di ranjang rumah sakit. Jarum infus menjadi teman dalam kesakitannya saat ini. Sejak sakit bayang-bayang Hana selalu muncul, dia ingat penyesalan terbesarnya setahun yang lalu di tempat ini.
Saat itu, Hadi sempat memekik memanggil nama Hana sebelum akhirnya tubuh sang istri benar-benar jatuh menghantam lantai. Dia tidak sempat menyambutnya karena Hadi juga agak kaget ketika melihat darah mengalir di sepanjang kaki istrinya.
"Pasien mengalami pendarahan hebat. Saya menebak, pasien pernah mengalami hal ini sebelumnya, kan? Karena dari hasil USG yang kami lakukan tadi, janin di dalam kandungannya tidak berkembang dengan baik. Ukuran janinnya tak sesuai dengan usia kehamilan pasien. Apabila pasien kembali stres dan kelelahan, maka bisa dipastikan bayi kalian tidak akan selamat."
Sekilas pembicaraan Hadi dengan Dokter yang menangani Hana melintas di ingatan pria itu.
Itu adalah penyesalan tidak berguna yang ke sekian kalinya Hadi lakukan. Ketika istrinya yang tak berdaya itu kembali terbaring di ranjang rumah sakit dan terancam keguguran.
Hadi jarang berada di rumah, Hana selalu ditemani mertua dan iparnya selama pria itu pergi. Hadi pikir Hana stres karena terlalu banyak pikiran, pria itu tahu istrinya tipikal orang yang suka menjadikan sesuatu sebagai bahan pikiran.
Padahal sejatinya tidak begitu, jangan harap Hana akan diperlakukan bak permaisuri istana oleh mertua dan iparnya hanya karena sedang mengandung keturunan Kusuma. Justru dua wanita itu bertindak semena-mena, memperlakukan Hana seperti pembantu.
Hana paham kenapa selalu dianggap rendah. Dia jelas bukan pebisnis. Sementara garis takdir keluarga suaminya adalah pengusaha sejak muda. Mereka terlahir dalam DNA konglomerat dan hanya bergaul dengan orang-orang yang berasal dari kelas mereka.
Pernah suatu hari Lilis mencari Hana sambil marah-marah, tapi Risma hanya menanggapi amarah anaknya dengan enteng seraya mengatakan;
"Mungkin dia sedang sibuk minta dimanja oleh Hadi dengan dalih permintaan anak dalam perutnya. Padahal hanya tak-tiknya dia saja biar tidak beres-beres rumah lagi." ujar Bu Risma.
Lilis mendengkus. "Aah, memang wanita kampungan itu terlalu lembek. Sakit sedikit, minta dimanjain. Capek sedikit, ngeluh. Bilang inilah, itulah. Bikin repot suaminya saja!" Lilis masih mengomel, menyalahkan Hana atas masalah ini.
Risma menyesap teh dalam cangkirnya, kemudian menambahkan. "Si Hana benar-benar sudah mengubah Hadi menjadi anak yang pembangkang sama Ibunya. Tidak mau mendengarkan apa kata Ibu lagi."
"Terus gimana, Bu? Walaupun begitu, yang lagi dia kandung adalah calon cucu ibu."
"Ah, Ibu tidak sudi punya cucu dari wanita itu. Dia ibu yang tidak akan becus menjaga anaknya nanti."
"Jadi, apa rencana ibu sekarang?"
Bu Risma tersenyum dingin, mereka tidak mungkin mencelakai Hana begitu saja selama Hadi masih berada di rumah. Jadi, demi melancarkan aksinya, mereka meminta bantuan nyai Dasimah untuk membuat Hana keguguran.
Usai obrolan singkat antara ibu dan anak tentang menantu yang dibencinya itu, hari berikutnya Hana kembali masuk rumah sakit, kali ini dia benar-benar keguguran.
***
Gadis itu tidak henti-hentinya meremas ujung baju yang dikenakan sampai lecek. Dia gugup dan takut, antara harus pergi atau terus berdiam diri.
Pandangannya terus menelisik seisi rumah lewat dapur, memastikan tidak ada seorang pun yang mengetahui gerak-geriknya.
Diana, itu namanya. Pelayan rumah keluarga Kusuma yang begitu dekat dengan Hana, ketika istri majikannya masih ada, dialah yang selalu menemani ke mana pun Hana pergi.
Malam ini, dia akan membuat laporan ke kantor polisi untuk menyelidiki kepergian Hana yang dirasa janggal. Sejak awal, dia curiga dengan dua majikannya itu, Diana yakin kalau mereka adalah dalang di balik hilangnya Hana.
Awalnya Diana tak menggubris karena dia takut dipecat dari pekerjaannya, belum lagi mendapat siksaan dari sang majikan, tetapi setelah dipikir lebih dalam, dan untuk membersihkan nama Hana, Diana memutuskan untuk melapor saat ini juga.
"Bi Asih, sudah tidur?" tanya Diana pada salah satu pelayan yang hendak masuk ke kamar. Pelayan itu mengangguk dan membuat Diana makin leluasa untuk mengendap-endap keluar rumah lewat jalan pintas.
Mobil temannya sudah terparkir sedikit jauh dari kediaman keluarga Kusuma. Diana meminta bantuan salah satu temannya untuk menunggu di sana, karena mustahil dia bekerja sama dengan para pelayan di rumah itu.
Mobil melaju di jalan pintas melewati hutan. Jalanan lengang membuatnya leluasa untuk menambah laju kendaraan. Namun, jalanan yang berbatu membuat mobil itu berguncang beberapa kali hingga Diana harus berpegangan.
"Berhenti!" Beberapa orang menghadang laju mobil.
Mobil berhenti secara spontan, membuat Diana hampir terantuk dashboard. Dia terkejut begitu pintu mobil dibuka paksa dari luar dan sepasang tangan menyeret Diana keluar.
"Lepaskan!" Melihat orang-orang suruhan keluarga Kusuma bermunculan membuat Diana menjadi panik. Dia menoleh ke arah temannya, pria itu juga diseret paksa seperti dirinya.
"Ikut kami!"
Diana semakin memberontak ketika dua pria kekar menarik lengannya dengan kasar. "Mau apa kalian?"
"Kau mau ke kantor polisi, kan? Jangan mencoba untuk kabur. Jika masih membantah, nyawamu dalam bahaya."
Diana mengernyitkan kening memandang enam orang bertubuh kekar tersebut. "Bahaya apa maksudnya? Siapa yang menyuruh kalian?"
"Aku yang menyuruh."
Diana terkejut melihat wanita yang tak lain adalah Lilis, adik kandung Hadi. Wanita itu muncul dari balik kegelapan. Sejenak dia merasa takut pada wanita itu, Lilis terkenal sebagai anak majikan yang paling kejam.
Sebenarnya Lilis sudah lama memperhatikan gerak-gerik Diana, dia tahu pelayan di rumahnya itulah yang paling dekat dengan Hana, tentu saja tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat Diana akan melapor pada polisi. Sekarang Lilis benar-benar tidak akan memberinya ampun.
"Kau mau mencari Hana? Aku tahu dia di mana," kata Lilis dengan seringai mengerikan. "Kau mau bertemu dengan dia? Baiklah, malam ini aku akan mengantarmu ke neraka."
***
Malam itu Lilis benar-benar seperti dirasuki setan, dia menarik rambut gadis itu dengan kuat. Tak dihiraukannya jeritan Diana yang kesakitan.
Lilis terbahak. "Hana yang kau cari itu sudah mati. Kali ini kau yang akan menyusulnya."
Diana berusaha melepaskan diri dengan mendorong Lilis. Hal itu semakin membuat Lilis murka, dia menampar Diana, berkali-kali. Diana hendak menghentikan Lilis, tetapi dengan cepat beberapa orang menahan tangannya. Wajah pucatnya berganti kemerahan, sudut bibir Diana sobek dan mengeluarkan darah.
Amarah Lilis tidak kunjung reda setelah beberapa kali melayangkan tamparan yang cukup keras di pipi pelayannya itu. Diana sudah banjir air mata, tidak kuat menahan rasa perih yang mendera.
"Aku sudah menyuruhmu untuk diam. Apakah kau memang benar-benar ingin mati seperti wanita kampungan itu?" Lilis mendengkus kasar.
Air mata Diana berjatuhan, selama ini tebakannya tidak meleset. Mereka lah yang sudah melakukan perbuatan terkutuk itu pada Hana.
Diana tidak bisa membayangkan penderitaan istri majikannya itu di tangan Lilis dan Risma. Bahkan saat Hana masih ada, Diana selalu melihat Hana diperlakukan semena-mena. Dia tidak mengerti kenapa ada wanita berhati iblis seperti majikannya ini.
"Mbak Hana masih hidup, aku percaya. Dia tidak akan mati semudah itu."
"Apa kau bilang?"
"Mbak Hana masih hidup. Aku yakin!"
Ucapan lantang Diana kembali memancing amarah Lilis. Dalam kilat matanya hanya ada kebencian. Kebencian pada Hana karena merasa tersisih ketika Surya berkali-kali mengabaikannya.
"Aku akan membunuhmu!" Lilis berteriak dengan brutal gadis itu menduduki perut Diana lalu mencekiknya.
Diana sesak napas. Tangannya berusaha melawan agar Lilis melepaskannya. Namun, wanita di depannya seperti kerasukan setan, Diana tidak sanggup membayangkan seandainya dia mati di tangan majikannya yang kejam itu.
"Seharusnya aku juga membunuhmu. Kau mau tahu bagaimana Hana tewas? Ya, wanita itu mati karena dikubur hidup-hidup. Aku akan mengantarkanmu padanya!"
Diana tersengal-sengal. Tenaganya mulai habis. Pukulannya pada tangan Lilis mulai melemah lalu jatuh terkulai. Sesak dan sakit bercampur menjadi satu.
Melihat Diana yang tak berdaya, Lilis mengendurkan cekikannya. Dia terengah-engah dengan peluh membasahi wajah. Ketika Lilis bangkit dari atas perut Diana, tiba-tiba suara gemuruh datang dari kedalaman hutan.
Angin kencang tiba-tiba menerpa, menerbangkan dedaunan kering. Masih dengan rasa terkejut, Lilis dan keenam orang suruhannya terhempas oleh angin kencang, tubuh mereka menabrak pepohonan.
Dalam gelapnya hutan, Lilis menahan nyeri di sekujur badannya akibat hantaman angin kencang tadi. Perlahan matanya melihat siluet seorang perempuan yang sangat dia kenali.
"Hana ...." Lilis berusaha untuk bangkit begitu perempuan itu mendekatinya. Mata gadis itu melotot saat menyadari bahwa sosok di hadapannya benar-benar sosok Hana.
"Kau ... Kau kan sudah mati!" Tubuh Lilis gemetar menahan rasa takut, dia benar-benar tidak percaya dengan sosok yang saat ini berada di hadapannya.
Penampilan Hana terlihat sama saja seperti waktu mereka membawanya ke hutan. Bedanya, tidak ada bekas luka atau setetes pun darah di tubuh wanita itu.
Hana tersenyum melihat adik iparnya yang ketakutan, wanita itu semakin mendekat membuat Lilis memundurkan tubuhnya.
"Belum, Lis. Aku belum mati."

Bình Luận Sách (671)

  • avatar
    Mutiara

    wah ceritanya sangat bagus lanjut ya thor😍😍

    26/05/2022

      0
  • avatar
    AlfiIsmail

    cerita dalam novel in sangat mengisnpirasi

    22/05/2022

      0
  • avatar
    SumyatiLilis

    bagus

    2h

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất