logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Bab 3

Setelah kejadian itu,Marni mulai menghindari sepasang ibu dan anak tersebut.sedangkan kandungan Marni semakin hari semakin membesar.setiap pagi ketika Marni berpapasan dengan marjilah atau dengan marti pasti mereka selalu meludah tepat di depan Marni. Hati Marni sangat terluka.
Lama-kelamaan kesabaran ia sudah habis. Saat siang hari rumah sedang sepi,iapun memutuskan untuk pulang ke rumah Romo husen.bikan sambutan meriah dari kedua orang tua yang lama tak berjumpa dengan anak,namun malah sederet pertanyaan yang mereka lontarkan.
Marni sudah merasa tidak kuat menjalani kehidupannya. Ia pun memutuskan untuk masuk ke kamarnya,dan ia duduk termenung di pinggir jendela. Marni masih tak bisa mempercayai kalau ia telah menikah dengan pria yang sama sekali bukan tipenya.
Semenjak Yanto pergi dari rumah dengan dalih ingin menjalankan usaha ternak kambing,ia tak pernah kembali. Bahkan ia seperti tak perduli dengan bayi yang di kandung Marni.
Terdengar derap langkah mendekati kamar Marni,biyung berjalan memasuki kamar Marni sembari membawa secangkir teh hangat. Kemudian ia meletakan teh di atas meja.
"Nduk,mbak Marni. Kamu sek sabar nduk."nasehat biyung
"Tapi Yung,Marni nggak kuat. Kalau setiap pagi Marni di caci maki di ludahi."ucap Marni sembari terisak.
"Sabar. Kalau adik kamu marah,mending kamu dekati. Kamu tanya dia. Kenapa marah-marah. Kalau kamu di ludahi,kamu bilang, terimakasih ya nduk cah ayu. Lama-lama adekmu itu pasti akan luluh." Tutur biung sembari mengusap kepala anak pertamanya.
"Marni nggak kuat,Yung."rengek Marni.
"Kamu pasti kuat."kata biyung sembari tersenyum.
"Sudah. Sekarang kamu minum tehnya,dan biyung akan antar kamu pulang ke rumah mertuamu. Nggak bagus anak udah nikah kok sering ke tempat ibunya."tutur biyung sembari beranjak dari duduknya dan keluar kamar
Marni masih termenung sembari menyesap teh hangatnya. Pikirannya berkecamuk. Haruskah ia kembali ke kandang macan itu lagi? Tapi Marni tak memiliki keberanian untuk mengatakan tidak pada Romo maupun biyung.
"Marni,sudah belum? Ayo keburu sore." Ajak biyung
"Iya Yung." Marni berjalan keluar kamar.
Saat melewati ruang tamu ia mendapati Romo sedang duduk sembari membaca koran.
"Marni,suamimu belum pulang?"tanya Romo.
"Belum,Romo."jawab Marni singkat.
"Ya sudah. Nanti waktu lahiran kamu mau di sini atau di sana?"tanya Romo.
"Terserah Romo saja "jawab Marni pasrah
"Wes Romo. Saya mau antar Marni dulu."pamit biyung.
"Iya. Hati-hati." Pesan Romo.
Kemudian Marni dan biyungnya berjalan menyusuri jalanan kampung menuju rumah Yanto. Sepanjang jalan Marni terus mengumpat kelakuan suami di belakangnya. Biyung menitihkan air mata.
"Maafkan biyung. Biyung nggak bisa menjagamu."kata biyung dengan mata yang mulai berembun.
"Biyung,kenapa aku di jodohkan?"tanya Marni.
"Biyung tak tau. Yang jelas Tomomi ingin lebih meluaskan namanya sampai di luar wilayah. Kamu kan tau itu."terang biyung.
"Marni nggak kuat lagi,Yung."kata Marni sembari menitihkan air mata.
"Sabar. Nanti lama kelamaan kamu akan terbiasa."ucap biyung.
"Terbiasa dengan sakit hati,dan hidup menderita Yung?"tanya Marni.
Biyung terdiam. Sebenarnya hati biyung sangatlah hancur mengetahui anak perempuannya mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya dari pihak sang suami. Di tambah lagi sekarang putrinya itu tengah hamil tua.
Namun biyung tidak berdaya. Iya hanya bisa menuruti semua perkataan tokonya. Tak berapa lama kemudian sampailah mereka di halaman rumah Supono. Marni mengenggam erat tangan sang biyung,ia memberi kode agar jangan mengantarkan kembali pada neraka itu.
"Nduk,percayalah. Saat ini tidak ada yang lebih baik selain kamu menuruti kata-kata romomu."terang biung sembari mengusap pipi Marni yang sudah di penuhi dengan air mata.
Kemudian mereka berjalan perlahan menuju pintu utama.
Saat itu hari telah sore,tampak Supono sedang duduk di ruang tamu sembari minum kopi dan di temani singkong rebus. Sedangkan anak dan istrinya sedang mempersiapkan makan malam di dapur.
"Assalammualaikum,kang pono."sapa biyung.
"Waalaikumsalam salam. Dek karti,Monggo silahkan masuk. Mari duduk."ucap Supono ramah.
"Kang,saya mau mengantarkan Marni. Maaf ya kang,kalau Marni pulang tanpa ijin kari kangmas."terang biyung.
"Nggak apa-apa,dek. Marni mungkin butuh hiburan dan dukungan,sedangkan ia di sini hanya mendapat penderitaan. Maaf Yo dek."timpal Supono.
"Mar,apapun yang terjadi,ini adalah rumahmu. Kamu tidak boleh pulang tanpa sepotong ijin suami atau keluarga suamimu,nak."pesan biyung pada Marni.
"Njih yung.marni mau ke kamar dulu."kata Marni sembari beranjak dari duduknya.
Sesampainya di kamar ia kembali menumpahkan air matanya.di tambah ia mendengar suara cibiran mertua dan iparnya itu. Marni hanya bisa diam dan menerima semuanya.
Sedangkan biyung,tak lama setelah kepergian Marni,ia berpamitan karena hari sudah mulai sore dan biyung harus kembali pulang dengan berjalan kaki.
"Manja,gitu aja minta di anterin biyungnya. Tak kira udah nggak bakal balik lagi."ucap marti sewot.
"Iya,suaminya aja minggat(pergi) entah ke mana. Kok dianya masih di sini aja."saut marjilah.
Sedangkan Marni hanya mendengarkan dari kamarnya. Iya tertunduk dan kembali menangis. Sungguh saat ini ia tak berdaya. Sarjono yang mendengar perkataan para anak dan istrinya,iapun langsung menghampiri dan berkecamuk pinggang di depan kedua anak dan ibu itu.
"Kalian yang membuat mantuku serasa di neraka. Kalian yang selalu menyusahkan ya. Kalau ini semua masih berlanjut,aku yang akan membuat kalian berada di neraka."bentak Sarjono.
"Belain terus. Lama -lama dia bisa jadi istri mudamu,pakne."kata marjilah sewot.
"Sembarangan kalau ngomong."Sarjono pergi meninggalkan keduanya.
Sarjono menghampiri Marni di kamarnya. Marni tampak masih terisak,dan Sarjono hanya berdiri di ambang pintu.
"Sudah,nduk. Jangan hiraukan mereka. Biarlah mereka mau ngomong apa. Anggaplah hanya anggun lalu."ucap Sarjono.
"Njih pak. "Jawab Marni lembut.
Malam semakin larut. Marni tak bisa memejamkan matanya.Ia hanya bisamandangi langit-langit kamarnya sembari mengusap perutnya yang sudah melakukan membuncit.
Di sudut hatinya ada rasa nyeri. Nyeri karena ia akan melahirkan seorang anak yang bapaknya entah ke mana. Ingin rasanya ia berpisah dari Yanto,namun ia tertalu takut pada Romo.
Dan Romo tak pernah memperdulikan kehidupan putrinya yang menderita.

Bình Luận Sách (115)

  • avatar
    RahayuningtyasSelfi Aprilia

    bagus

    1d

      0
  • avatar
    KhairunnisaYasmin

    bagus

    12d

      0
  • avatar
    NiRa

    ceritanya sangat bagus saya suka

    17d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất