logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Kang Santri

Kang Santri

Arunika Key


Chương 1 WISUDA TERAKHIR

“Kak, kenapa harus hari ini?” Syakila berlari secepat mungkin. Lima belas menit lalu, ia baru mendapat informasi dari temannya yang satu pondok dengan Amman bahwa ia akan pergi ke Bogor untuk menimba ilmu lagi di pesantren. Syakila tidak bisa menerima itu sebelum ia bertemu dengan Amman dan menagih ucapannya tadi, bahwa ada yang ingin dikatakan oleh Amman selepas acara.
“Maafkan aku Syakila, mungkin ini terkesan mendadak. Tetapi ada suatu hal yang harus segera ku lakukan di Bogor. Jadi sekalian aku boyongan dan menetap disana.” Jawab Amman. Ia melihat Syakila meneteskan air mata untuk pertama kalinya.
“Bisa nggak kak, untuk sehari atau dua hari saja masih berada disini. Aku nggak bisa jika harus secepat ini!” jawab Syakila. Ia masih berusaha menahan Amman agar tidak pergi. Sementara, teman teman Amman sudah menunggu di bus terakhir yang sejalur dengan arah Bogor. Jika ia tidak naik sekarang, maka Amman akan kehilangan bus itu. Sangat disayangkan uang yang sudah dipakai untuk membeli tiket. Amman berkali menggeleng.
“Aku bayarin tiket Kakak!” teriak Syakila. Kini suara tangisannya semakin keras. Ia benar benar tidak ingin ditinggal.
“Bukan masalah itu Syakila. Tolong mengerti aku.” Amman dengan sabar berusaha menjelaskan posisinya saat ini. Ia tidak bisa berbuat banyak karena ini adalah titah dari Kyainya untuk melanjutan mondok ke Bogor.
“Kalau kakak pergi. Aku akan membenci Kakak!” ancam Syakila. Ia begitu keras kepala dan tidak mau mengerti keadaan Amman.
Pria itu tetap melangkah. Semakin jauh. Semakin jauh menuju gerombolan kawan-kawannya dengan tujuan sama. Sementara Syakila, ia saat ini hanya menangis dan berjongkok diatas gundukan tanah di terminal antar kota itu. Beberapa orang telihat berlalu lalang dan menatapnya. Syakila berperilaku seperti gadis yang menyedihkan karena ditinggal oleh sang kekasih pergi.
Ia kecewa. Sangat kecewa. Amman lambat laun mulai tidak terilihat dan bus itu melaju dengan cepat.
**
[SEBELUMNYA]
Amman terdengar sangat syahdu melafalkan ayat suci di depan panggung. Ia berdiri di tengah podium, memandang al Qur'an saku nya yang diletakkan di atas mimbar setinggi dadanya itu. Ia kali ini membacakan beberapa ayat dari Surat Ar Rahman. Mungkin lima ayat saja. Namun mampu membius para tamu dan peserta yang hadir disana. Tidak ada suara atau keberisikan apapun selain lantunan ayat dari Amman.Suara itu menggema sampai ke pojok-pojok ruangan yang didesain khusus untuk acara wisuda. Bisa dibayangkan betapa megahnya desain yang disajikan sebagai apresiasi atas perjuangan para siswa selama tiga tahun menjalani suka duka pembelajaran setingkat Sekolah Menengah Atas itu..
Iyap. Amman adalah salah satu siswa di Madrasah Aliyah Provinsi Jawa Timur Kabupaten Lamongan. Ia kali ini berada di tahun terakhir sekolah. Dan tentu sebagai salah satu siswa yang berprestasi, ia diberi mandat untuk membacakan ayat suci al-Qur'an tadi. Selain itu Amman akan menyampaikan sepatah dua patah kata nantinya sebagai perwakilan siswa yang ditinggalkan.
"Kang, suaramu memikat siapa pun yang mendengarnya. Sampai aku nggak bisa berhenti menatap ekspresimu yang bisa dibilang sangat passss!" ucap Hakim - teman sebangku Amman yang kini juga berada di sampingnya sebagai peserta wisuda. Amman yang masih terhuyung huyung berjalan kembali ke kursinya masih diam. Dia baru menjawab kawan nya setelah duduk rapat diantara para siswa yang wisuda. Ada kurang lebih 1000 siswa yang diwisuda. Plus orang tua atau wali mereka juga turut hadir. Tentu jumlahnya sangat banyak. Dari kejauhan mereka terlihat seperti kawanan semut yang berjajar sangat rapi. Semut yang tidak berjalan, namun diam mendengarkan dan khidmat mengikuti rangkaian acara. Para siswa yang diwisuda ini berasal dari berbagai daerah. Maklum, selain sekolah mereka juga diwajibkan untuk mondok atau ngaji disana, jadi para wali siswa yang datang kebanyakan membawa mobil atau kendaraan pribadi mereka.
"Ahh, terlalu berlebihan. Bukannya kamu sudah sering mendengarku ngaji di pondok ya? Belagak meledek kau ini!" Amman menyikut perutnya hingga memunculkan suara rintihan dari Hakim. Barangkali ia kesakitan.
"Ooh, ini tentu beda Kang. Apalagi ada bidadari cantik yang sedari tadi menatapmu tanpa berkedip!" ledek Hakim lagi. Ia mengedipkan mata kirinya dan mengarah ke seorang gadis cantik di samping panggung. Kali ini Hakim berhasil membuat Amman tersipu malu.
Kedua matanya lantas mencari sosok gadis yang dimaksud oleh Hakim. Dan memang betul. Sampai sekarang gadis itu masih menatap Amman seraya menunduk malu. Wajahnya juga terlihat memerah karena tahu bahwa Amman sedang memandangnya. Wah.. Apa itu? Lesung pipi dan susunan gigi nya yang bertumpuk di sisi kiri membuatnya semakin terlihat manis ketika tersenyum.
"Aihhh! Istighfar! Jangan dipandang terus. Bisa jadi zina lo!" ucap Hakim membuat Amman terkaget. Ia lantas memalingkan wajahnya dari gadis itu. Tangannya meraba-raba ke dada sembari mengucap lafad istighfar berkali kali.
Gadis itu menunduk. Ia kemudian di minta teman di sampingnya untuk membacakan alur acara selanjutnya. Di tangan nya terdapat teks protokol acara yang penuh dengan Bahasa Inggris. Iya betul. Gadis itu saat ini bertugas sebagai Master of Ceremony berbahasa inggris. Terdapat tiga orang MC yang ditugaskan hari itu dengan empat bahasa, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab.
"Syakila! Fokus!" ucap seorang guru yang memergoki gadis itu. Ia tersadar dan lantas bersikap sigap dan segera menurut apa yang dikatakan oleh gurunya.
'Aihh, hampir saja aku gagal fokus karena Kak Amman.' pikirnya.
*
"Saya mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang sangat mendukung berkembang tumbuhnya diri saya. Kepada Kyai saya di pondok, kepada guru guru saya di Madrasah ini. Kepada kedua orang tua saya. Tak lupa kepada kawan kawan tercinta yang sudah banyak menemani perjuangan saya." tukas Amman di prakata ketiganya. Sambutan Amman itu membuat para siswa terharu. Beberapa ada yang menangis karena mereka salut dengan Amman yang meski memiliki keterbatasa namun tetap bisa berprestasi.
Para guru dan tamu undangan yang turut hadir di acara tersebut - termasuk Kyai di pondok pesantren tempat Amman belajar juga turut memberi tepuk tangan. Beliau tersenyum bangga melihat santrinya bisa membawakan mahkota untuk kedua orang tuanya, mahkota tersebut adalah prestasi yang ia dapatkan selama tiga tahun di Aliyah.
Usai sambutan itu, Amman turun dari podium dengan derai air mata. Belum pernah ia merasa sebahagia ini sebelumnya. Coba lihat! Dari ujung rambut hingga ujung kaki, penampilan pria itu biasa saja. Bahkan sering menunjukkan kesan tidak rapi. Namun siapa disangka, ia adalah siswa cerdas yang menorehkan banyak prestasi untuk sekolah. Banyak siswa yang mengucapkan selamat atas prestasi yang diraihnya, termasuk para teman seangkatan dan adik tingkat. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan yang memang sebelumnya mengidolakan Amman berkat ketampanan dan prestasinya.
"Kak, selamat ya." ucap adik kelasnya yang saat ini masih berkerumun setelah acara wisuda selesai. Mereka sedang mengantre untuk berfoto dengan wisudawan terbaik sekolah dia angkatan itu. Amman hanya bisa mengangguk bersedia. Tidak mungkin juga ia menolak permintaan mereka yang sudah susah payah membelikan dirinya hadiah, atau bahkan ada yang mengaku membuatnya sendiri. Pria itu tetap berfoto, namun sekali lagi ia tetap menjaga jarak karena tidak muhrim. Setelah foto, Amman tersenyum kepada adek kelas itu dan izin untuk meni nggalkan tempat karena sudah ditunggu oleh teman teman seangkatannya.
“Selamat ya Kak!” ucap gadis yang bernama Syakila. Ia tampak masih membawa teks acara pasca wisuda. Ini adalah sesi foto bersama. Para siswa sibuk berteriak kesana kemari untuk mencari idola yang ingin mereka ajak foto bersama.
"Eh Syakila... " Amman yang tadinya dipanggil oleh temannya, secara spontan memandang Syakila. Tadi baru sajaIa mendapati Syakila yang tampil cerdas dan menawan di samping panggung. Sungguh suara dan nada yang pas dan enak di dengar!
"Hehhe, aku sedari tadi dibuat terharu dengan semua yang kamu ucapkan Kak!" ucap Syakila. Ia terlihat tersipu karena berbicara langsung dengan Amman. Mungkin ada perasaan khusus yang membuatnya demikian. Coba saja jika Amman bukan pria yang ia sukai, pasti Syakila tidak akan se-nervous ini. Teks acaranya saja bahkan hampir terjatuh karena tidak bisa mengendalikan diri.
"Ah, itu bukan apa apa. Ada lagi orang yang demikian dibanding aku Syakila!" ucap Amman. Keduanya lantas tersenyum.
"Oh ya nanti setelah acara sudah tidak ada urusan kan?” tanya Amman.
“Hmm.. Sepertinya sudah tidak ada. Ada apa kak?” jawab Syakila. Ia sudah penasaran dengan apa yang hendak dikatakan Amman sampai tidak sadar jika dari tadi ia dipanggil oleh seorang guru.
“Syakila!” panggil seorang guru perempuan dan menepuk bahu Syakila. Ia spontan terkejut.
“Eh iya ibu, ada apa? Maaf saya tidak dengar tadi dipanggil.” Ucap Syakila. Ia lantas meninggalkan Amman dan mengikuti langkah gurunya.
Sepertinya masih ada hal yang harus dikerjakan Syakila. Ia juga terlihat letih karena sedari pagi harus berlatih dan berdiri di samping podium untuk membawakan acara, pikir Amman. Ia segera berlalu dan memandang punggung Syakila untuk menuju ke gerombolan kawan-kawan yang bersiap untuk pulang ke pondok. Mereka harus mempersiapkan diri untuk ‘boyongan’ (santri yang hendak keluar dari pondok pesantren. Beberapa ada yang memilih melanjutkan ke universitas, dan ada pula yang memilih untuk melanjutkan mondok di luar kota, seperti Amman.
***
Hai para author dan readers. Kalau suka boleh dong minta subscribe, and reviewnya ya kakak-kakak. Plus hadiahnya juga boleh yah kaa. Thank you so much :) Semoga selalu diberi kesehatan ya
Finding me I Instagram: @kismun.th

Bình Luận Sách (231)

  • avatar
    OnAkunff

    halo semua

    8d

      0
  • avatar
    IMAMSYAFI'I

    ya bagus

    21d

      0
  • avatar
    Hendra Modesad

    baguss

    29d

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất