logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Chương 7 Pencarian

Pagi-pagi buta Naufal tengah bersiap pergi mencari istrinya. Dia sangat mengkhawatirkan Afifah yang pergi begitu saja tadi malam. Semalam tak bisa mengejarnya karena ditahan oleh Hasna, kini dia merasa berdosa.
Tak sengaja matanya menangkap benda pipih berwarna putih milik Afifah yang tergeletak di atas meja rias. Dengan cepat tangannya meraih benda tersebut dan tangan yang lain meraih kunci mobil.
“Mau ke mana kau sepagi ini bahkan sang surya pun belum menampakan diri?” tanya wanita yang telah melahirkannya dua pulun empat tahun lalu.
Naufal yang tergesa menghentikan langkahnya tepat di depan pintu utama setelah dihadang oleh Hasna yang ingin masuk ke rumah.
“Mencari Afifah,” sahut Naufal singkat, tak sedikit pun matanya memandang wanita yang selalu berpenampilan modis itu.
“Untuk apa kau susah payah mencarinya? Nanti juga dia pulang,” ucap Hasna memutar bola matanya.
“Sudahlah, Mi. Biarkan Naufal mencari Afifah,” ucap Hamdan, tangannya merangkul pundak putra sulungnya yang tertunduk.
“Ya sudah,” kata Hasna.
Dia berlalu meninggalkan suami dan anak sulungnya yang masih berdiri di depan pintu. Cukup merepotkan juga tanpa ada Afifah. Dia harus mengerjakan semua pekerjaan rumah hari ini. Baru saja Hasna menyiram tanaman yang lumayan banyak, kini dia harus ke dapur menyiapkan sarapan. Belum lagi ada pesanan catering yang harus dia kerjakan hari ini.
Sebelum Afifah tinggal di rumahnya, Hasna memiliki Asisten Rumah Tangga tapi tidak menginap. Beberapa hari sebelum Afifah tinggal di sini Asisten Rumah Tangganya mengundurkan diri karena mau menikah. Selepas itu Afifah yang mengerjakan semuanya.
Naufal menghidupkan mobil yang dia beli dari hasil kerjanya selama ini meskipun hanya meneruskan usaha Wedding Organizer papinya tapi dia sukses membangkitnya kembali setelah hampir satu tahun sepi pelanggan. Dengan konsep baru Naufal sukses menarik banyak pelanggan menggunakan WO-nya.
Perlahan Naufal melajukan mobilnya. Dia tak tahu harus mencari Afifah ke mana tapi akan berusaha menemukan Afifah. Rasa bersalah yang begitu dalam hinggap di hatinya. Teringat semua ucapan Afifah semalam. Ya, Naufal mengakui dirinya sangat lemah di hadapan Hasna. Selalu menuruti semua ucapan Hasna. Menurutnya itu adalah bentuk baktinya pada Hasna tapi dia tahu itu semua salah. Naufal berniat untuk berubah dan tidak terpaku pada semua yang Hasna katakana. Selama ini Hasna terlalu ikut campur dalam rumahtangganya.
“Apa mungkin Afifah pergi ke rumah Papa Haidar?” gumamnya, matanya terus berkeliling mencari Afifah berharap segera menemukannya.
Naufal sengaja tak melajukan roda empatnya dengan cepat agar dia bisa memerhatikan kanan dan kiri trotoar selama menyusuri jalanan. Pria bertubuh atletis itu berniat mengunjungi rumah mertuanya tapi segera mengurungkannya. Tak mungkin Afifah ke sana dengan berjalan kaki tengah malam. Lama perjalanan ke rumah Haidar hampir satu jam dari rumah Naufal menggunakan kendaraan. Dia yakin Afifah belum jauh dari rumah. Selain menemukan ponselnya yang tertinggal Naufal juga menemukan dompet Afifah berada di tas punggung yang selalu dipakainya. Itu artinya Afifah tak dapat menghubungi siapapun.
“Rumah Dania dan Anisha,” pikirnya, Naufal melajukan kendaraannya cukup cepat. Dia segera menuju rumah Dania meskipun tak yakin tapi kediaman Dania cukup dekat dari Rumah Naufal.
“Mungkin saja Afifah menggunakan ojek dan dibayar di tempat Dania,” gumam Naufal.
Sesampainya di rumah bergaya klasik dengan dinding kayu berpelitur, Naufal mengucapkan salam di balik pagar kayu. Namun tak ada jawaban dari dalam rumah. Naufal membuka pagar tersebut memasuki pekarangan yang luas. Terdapat pohon mangga besar dan rambutan di sana dengan rumput sebagai alas pijaknya. Tanaman hias pun ikut meramaikan suasana pekarangan. Sungguh asri.
Mata Naufal menangkap sebuah lonceng tergantung di atas pintu, lalu membunyikannya. Seorang wanita berwajah arab dan pipinya kemerah-merahan keluar menyambut Naufal. Mempersilakan Naufal masuk tapi Naufal menolak. Dia memilih berbicara di luar dengan Dania.
Naufal menyampaikan kedatangannya dan menceritakan kejadian semalam pada wanita berhijab merah muda yang duduk di sampingnya. Meja kayu dengan vas bunga sebagai pembatas keduanya. Tanaman di pekarangan menambah kesejukan pagi hari.
Wanita berkulit putih itu terkejut dan tak menyangka sahabatnya akan mengalami hal yang begitu berat.
“Maaf Afifah tak datang ke sini dan aku tak tahu dia di mana.”
Dania menghela napas membayangkan nasib karibnya yang entah berada di mana. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan Afifah. Andai saja istri Naufal itu datang ke rumahnya pasti akan ditolongya. Sekarang Dania akan mencoba mencari tahu keberadaan Afifah. Dia akan menghubungi teman-temannya yang lain.
“Baiklah, maaf sudah mengganggu waktumu. Kalau ada kabar dari Afifah segera beritahu aku,” ucap Naufal.
Tak dapat petunjuk apapun dari rumah Dania, Naufal tak menyerah. Setelah berpamitan, dia melajukan kendaraan roda empatnya menuju tempat Anisha. Berharap menemukan Afifah di sana atau setidaknya ada petunjuk yang didapatkan.
Matahari perlahan mulai bersinar cukup terang. Jalanan pun mulai dipadati kendaraan orang yang hendak bekerja.
Setelah beberapa kali mengucap salam dan mengetuk pintu, ternyata tak ada orang yang menjawabnya. Tak ada orang di rumah itu. Naufal mulai kebingungan mencari istrinya. Kedua sahabat Afifah sudah didatangi tapi tak sedikit pun Naufal mendapat petunjuk. Naufal duduk sejenak di kursi di teras rumah Anisha. Berpikir ke mana lagi dia akan mencari. Butiran peluh sebesar biji jagung mulai berjatuhan dari pelipis pria bermata sipit itu. Dia akan tak dapat memaafkan dirinya jika sesuatu hal buruk terjadi pasa pujaan hatinya.
Tangannya merogoh saku yang menempel di bagian pinggir celananya. Dia mencari nama seseorang yang akan dihubunginya. Tertera nama Anisha di layar datar benda pipih miliknya.
“Kenapa tidak dari tadi aku menelpon Anisha dan Dania,” batin Naufal.
Kepanaikan dalam dirinya telah melupakan kemudaan dalam berkomunikasi di era teknologi seperti sekarang. Namun dia juga ingin memastikan keberadaan Afifah di kediaman kedua sahabatnya.
“Maaf, Naufal aku sedang tidak di rumah. Aku akan menghubungimu jika sudah ada kabar dari Afifah,” ucapnya setelah mendengar penjelasan Naufal.
Naufal menundukan kepala, meremas rambut yang tak sempat disisir dengan jemarinya. Sangat mengecewakan. Tak dapat menjadi suami yang baik untuk Afifah.
***
Afifah berlari mengejar sahabatnya. Tak ingin Anisha berpikiran buruk dan salah paham kepadanya.
Anisha yang menangkap pemandangan Afifah sedang berduaan dengan Dandi ternyata memang salah paham. Dia tak tahu Afifah dan Dandi terjatuh secara bersamaan. Yang dia tahu Dandi menyukai Afifah dan pernah ingin memperistri Afifah sebelum akhirnya meninggalkan Afifah karena tergoda perempuan lain.
“Anisha, tunggu. Kau salah paham, semua tidak seperti yang kau bayangkan,” teriak Afifah, kakinya melangkah dengan cepat tapi sayangnya tak dapat mendahului Anisha.
Anisha yang telah sampai di tepi jalan raya terlebih dahulu sudah memberhentikan dan menaiki angkutan umum. Matanya terus memandang Afifah yang berlari mengejarnya dari dalam angkutan umum.
Tak menyerah, Afifah mengejar angkutan umum yang membawa Anisha pergi dari pandangannya. Kedua kakinya tak secepat mesin kendaraan. Langkahnya mulai lunglai.
Tak jauh dari tempat Afifah berada sekarang, sebuah Toyota Rush putih melaju cukup kencang, dan ….
Bruk!

Bình Luận Sách (110)

  • avatar
    HariandiDicky

    bagus bgt

    17d

      0
  • avatar
    Siti

    👍👍

    15/08

      0
  • avatar
    ZbDesti

    serius

    17/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất