logo text
Thêm vào thư viện
logo
logo-text

Tải xuống cuốn sách này trong ứng dụng

Tes  DNA

Tes DNA

Arka Garneta


Chương 1 Pernikahan

Sorot mata yang tajam memantul pada cermin di depannya. Wajahnya sangat anggun dengan polesan make up natural. Gaun putih panjang berenda yang dikenakan pun sangat indah. Tak lupa hijab dengan warna senada dikenakan untuk menutup kepalanya. Tersemat sebuah hiasan berupa mahkota di atasnya.
Seharusnya ini adalah hari bahagia dan sangat indah untuknya. Menjadi ratu sehari dan akan menjadi seorang istri. Namun tak ada sedikit pun senyuman tergambar di bibirnya. Hanya ada keraguan menyelimuti hatinya.
“Afifah, kau sudah siap? Rombongan pengantin pria sudah tiba,” ucap Sophia saat membuka pintu kamar Afifah. Tercium semerbak bunga melati khas pengantin di sana.
Afifah yang masih menatap dirinya sendiri di cermin hanya terdiam. Tak kuasa lagi membendung air mata yang akhirnya perlahan menuruni pipi.
“Kau kenapa, Afifah?” tanya Sophia, terkejut melihat Afifah menangis.
“Ma, Afifah ragu dengan pernikahan ini,” ungkap Afifah tiba-tiba. Membuat Sophia dan kedua saudaranya yang berada di kamar Afifah terbelalak.
“Apa maksudmu? Apa kau ingin membatalkan pernikahan ini sekarang?” tanya Sophia sedikit cemas.
Afifah menundukkan kepala, dia menghapus air mata di pipinya. Afifah mengerti tak mungkin membatalkan pernikahan ini sekarang. Semua sudah terlambat. Seharusnya dia mengutarakan keraguannya lebih awal sebelum semua dipersiapkan.
“Kalau Kak Fifah ragu sebaiknya hentikan saja pernikahan ini. Sebelum terlambat, Kak,” ucap Zalfa---adik sambung Afifah.
“Apa? Sembarangan kalau bicara. Kau mau keluarga kita menanggung malu karena Afifah membatalkan pernikahannya di detik-detik terakhir?” tanya seorang gadis jangkung yang tak lain anak sulung Sophia.
Sophia sangat cemas. Dia tak ingin nama keluarganya tercemar, terlebih suaminya seorang ketua RW. Dia yakin warga akan menggunjingnya kalau Afifah sampai membatalkan pernikahan sekarang.
“Tapi, Kak, untuk apa menikah kalau hati kita tak yakin?” bela Zalfa.
Zalfa memang berani pada siapapun jika memang menyangkut kebenaran. Pasti akan dibelanya. Apalagi Afifah yang sangat dia sayang meskipun mereka tak seibu.
“Tahu apa kau tentang pernikahan. Kau masih sekolah, anak bau kencur.” Elvina mengejek dengan mata mendelik.
“Cukup! Diam kalian!” bentak Sophia pada Zalfa dan Elvina.
“Afifah, dengarkan Mama! Sekarang bukan waktunya untuk membatalkan pernikahan ini. Sekarang adalah waktunya kau menikah dengan Naufal,” kata Sophia seraya mengusap air mata yang turun lagi di pipi Afifah menggunakan tisu.
“Ada apa ini?” tanya seorang pria berkumis dan beralis tebal yang tiba-tiba masuk kamar Afifah. Membuat jantung Sophia seperti mau lompat dari tempatnya.
“Kak Afifah---, aaahh,” teriak Zalfa yang kesakitan. Rupanya Elvina telah menginjak kakinya dan membuat Zalfa tak jadi bicara pada papanya.
Zalfa mengusap kakinya dengan kesal. Sepatu hak tinggi Elvina cukup membuat punggung kakinya memerah. Dia mendengkus dan berjanji akan membuat perhitungan pada kakaknya itu nanti. Sedangkan Elvina melempar senyum sinis padanya.
“Tidak ada apa-apa, Pa.” Sophia menghampiri suaminya.
“Kalau begitu ayo kita ke depan. Semua sudah menunggu,” ajak Haidar sembari menatap Afifah dan melemparkan senyuman.
Afifah membalas senyuman yang dilontarkan papanya dengan sedikit dipaksakan. Lalu penata rias mulai merapikan make up Afifah yang sedikit berantakan karena air mata. Afifah berpikir tak mungkin membatalkan pernikahan ini karena memang sudah terlanjur. Hal yang paling tak diinginkannya adalah membuat papanya malu.
Haidar dan Sophia berlalu terlebih dahulu, disusul oleh Zalfa dan Elvina yang menggandeng kedua tangan Afifah menuju halaman rumah yang sudah didekorasi dengan cantik. Ada kursi pengantin putih di sana. Beberapa jenis bunga tersusun rapi dalam satu pot besar di kedua sisinya. Di belakangnya didekoarasi dengan berbagai jenis bunga yang indah. Tak lupa ada sebuket mawar putih kesukaan Afifah tergeletak di kursi pengantin.
Ramai sekali di kediaman Haidar dan Sophia. Keluarga mempelai pria sudah tiba di sana dan beberapa tamu undangan pun mulai berdatangan. Begitu pun dengan Dania dan Anisha, kedua sahabat Afifah yang menjadi pengiring pengantin. Mereka semua ingin menyaksikan acara sakral Afifah dan Naufal.
Hari ini tepatnya tanggal 30 Mei 2020, Afifah duduk bersanding dengan Naufal yang sudah siap untuk mengucapkan ikrar suci di hadapan semua yang hadir di sana.
Hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidup Afifah justru bukan kebahagiaan yang dirasakannya. Hatinya terus menolak tapi dia tak mampu untuk menghentikan semuanya. Wajah cantiknya terlihat sangat kaku.
Naufal menatap wanita yang duduk di sampingnya itu, melempar senyum bahagia karena sebentar lagi Afifah akan sah menjadi istrinya. Istri yang dia harapkan bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Dia telah memilih Afifah untuk mendampingi hidupnya setelah berkelana menjalin hubungan dengan beberapa perempuan. Tapi Afifah hanya bergeming, tetap menatap lurus ke depan.
Dengan mantap Naufal menggenggam tangan Haidar sebagai wali Afifah. Di depan penghulu, dua saksi dan semua orang yang hadir menyaksikan pernikahannya, Naufal siap mengucapkan ijab kabul. Namun Haidar sedikit mengernyitkan dahi saat membaca secarik kertas yang ada di hadapannya. Dia menatap Naufal penuh tanya, tapi tak mungkin mempertanyakannya sekarang.
“Saya nikahkan dan kawinkan kau, Naufal Gibran dengan putri saya yang bernama---,”
“Hentikan!” perintah gadis berhidung pesek yang mengenakan kebaya abu-abu.
Kini semua orang tertuju padanya. Hening seketika. Beberapa orang saling berbisik mempertanyakan perbuatannya saat itu. Dia mencoba menghentikan pernikahan kakaknya, tapi sorot mata Sophia membuatnya tak kuasa membuka mulut lagi.
“Apa yang kau lakukan? Kau mau mempermalukan Mama dan Papa?” bisik Sophia pada putri bungsunya yang tepat berdiri di sampingnya.
Zalfa terdiam kebingungan. Dia tak ingin Afifah menikah tanpa keyakinan yang kuat tapi mempermalukan keluarga akan membuat mamanya marah besar.
“Ada apa?” tanya Haidar.
“Em, ti—tidak apa-apa, Pa.” Zalfa tersenyum samar.
“Baiklah, kita lanjutkan,” kata Pak Penghulu.
“Saya nikahkan dan kawinkan kau, Naufal Gibran dengan putri saya yang bernama Afifah Rashida binti Haidar Irsyad dengan mas kawin senilai lima gram emas dibayar tunai,” ucap Haidar.
“Saya terima nikah dan kawinnya Afifah Rashida binti Haidar Irsyad dengan mas kawin senilai lima gram emas dibayar tunai,” ucap Naufal diiringi riuh tepuk tangan setelah dua saksi mengucapkan sah.
Beberapa keluarga Afifah terdiam keheranan mendengar ijab kabul yang diucapkan Naufal. Terutama Sophia dan kedua putrinya, mereka saling pandang dan mengerutkan dahi. Sophia meyakinkan indra pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Dia yakin kedua putrinya pun mendengar hal yang serupa.
Afifah membisu. Tak sedikit pun dia menatap Naufal dan para tamu yang hadir. Pandangannya tertunduk. Dia menghirup udara sekitar dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Dia tahu keluarganya akan mempertanyakan semua ini.
“Laki-laki tak waras. Apa yang dia ucapkan?” ejek Elvina kesal.

Bình Luận Sách (110)

  • avatar
    HariandiDicky

    bagus bgt

    17d

      0
  • avatar
    Siti

    👍👍

    15/08

      0
  • avatar
    ZbDesti

    serius

    17/07

      0
  • Xem tất cả

Các chương liên quan

Chương mới nhất